BAB 09 : pulang sekolah bareng Nathan

11 1 0
                                    

Queenzha hanya tersenyum tipis, saat mendengar kalimat itu. Nathan rupanya masih tetap sama seperti dulu, masih menjadi cowok yang begitu hangat dan paham jika Queenzha bukan tipe orang yang banyak bicara. Tapi Queenzha tau kalo selama ini yang membuat nya tersenyum hanya Nathan.

"Lo bahagia sama Agares?"

pertanyaan itu berhasil membuat Queenzha mengangguk tegas.

Cewek itu tidak bohong. Meski sedikit ada rasa bersalah di hatinya, kepada Nathan. Tapi Queenzha benar benar mencintai Agares. Dan sangat bahagia dengan cowok itu.

Di tempat nya. Nathan tersenyum pedih, jadi seperti ini ya, menjadi orang yang tidak lagi istimewa.

"Semoga selalu bahagia Queen, tapi lo perlu tau, kalo dia gak baik. Dia nyuci otak lo, lo sadar kan? Gue tau lo gak sebodoh itu."

Lidah Nathan sudah gatal menahan kalimat itu, ia tidak peduli dengan respon Queenzha. Yang mungkin akan membantah ucapan nya tadi, membela cowok yang saat ini menjadi kekasihnya. Iya, siapa yang tidak terima jika pacarnya di katain seperti itu. Agares memang buruk, tapi dia tidak sekejam itu sampai mencuci otak orang lain. Dan Queenzha akan seratus persen membela Agares. Karena mungkin  otaknya masih berpengaruh oleh  hasutan itu.

"Queenzha, kenapa lo diem?" Nathan tidak menoleh ke samping, leher nya mendadak tidak minat untuk menoleh.

"Nanti pulang, lo mau makan sate ayam, ga, sekalian gue nembus kesalahan gue. Ya, gue liat lo tadi, pas mau berangkat sekolah."

Queenzha menoleh ke arah Nathan. Halisnya mengerut dalam. Jadi Nathan rupanya tau, kalo tadi Queenzha tidak jadi ke rumah Nathan.

"Sekalian main ke rumah lo, udah lama juga kan?"

Mencari kesempatan dalam kesempitan tentu tidak. Nathan memang benar benar merindukan keluarga Queenzha. Yang begitu dekat dengan dirinya. Mengingat jika Agares tidak sekolah. Nathan punya banyak  waktu untuk bersama Queenzha. Tapi tetap saja itu seperti mencari kesempatan dalam kesempitan.

"Gak usah caper Nath," tegur Queenzha ketus.

"Caper gak ada salahnya. Sekalian minta restu buat nihakin lo," celetuk Nathan santai. Sambil tertawa.

Queenzha jelas tidak tuli, cewek itu menoleh lagi ke arah Nathan. Manatap mantan kekasihnya itu dengan tatapan tajam yang menusuk.

"Gak sudi Nath!"

"Mau gak?"

"GAK!"

Nathan tertawa lepas saat melihat Queenzha menghentakan kakinya. Pergi meninggalkan cowok itu, dengan ekpresi yang begitu lucu. Di mata Nathan sedingin apapun Queenzha, dia itu perempuan dan tentu bisa menjadi manja seperti anak kucing. Dan sikap manja nya itu yang paling Nathan suka.

"Lo lucu, kalo makin dingin Queenzha," kata Nathan, melihat kepergian Queenzha yang sudah menghilang.

❢❢❢

Queenzha terdiam di gerbang sekolah. Bel pulang sudah berbunyi beberapa menit yang lalu, tapi cewek itu baru keluar kelas. Karena tadi di panggil untuk ke ruang guru, terpaksa Queenzha harus pergi ke tempat itu dan berakhir pulang sendirian_larat, pulang dengan Nathan. Cowok itu rupanya tidak main main dengan omongan nya, Nathan menunggu Queenzha di depan gerbang. Cowok itu terlihat tenang seolah mereka masih memiliki hubungan.

Datar dan dingin. Itu ekpresi andalan seorang Queenzha. Menjadi ciri khas dirinya sendiri dan dia punya cara sendiri juga untuk menarik perhatian orang lain. Dan bagi Nathan Queenzha itu tidak sedingin dan sedatar ini. Dia bisa menjadi sosok lain yang tidak pernah Nathan temui. Karena ia yakin bahwa setiap manusia, punya alasan di balik sikapnya.

"Lo kenapa ga pulang? Nunggu hantu,"

Nathan terkekeh kecil. "Gue nunggu lo, jutek amat dah," katanya.

Queenzha membuang nafas nya dalam dalam, cewek itu lalu melirik ke sana kemari. Untuk mencari aman, jika tidak ada anggota Agares yang masih berkeliaran. Sebab Queenzha takut jika dia ketahuan pulang sama Nathan. Cewek itu takut, akan ada sesuatu yang tidak terduga, yang bakal terjadi.

"Lo takut ketahuan, kalaupun emang bakal ketahuan, gue gak akan takut sama Agares."

Queenzha mencebik tidak suka. Cewek itu semakin mendatarkan tatapan nya. Terlihat jika dia sudah malas.

"Udah ayok naik, kita ke tempat sate ayam dulu. Gue tau lo kangen sate ayam Mang kamal, kan,?"

Tebakan Nathan tepat sasaran. Dia kembali pulang ke sini untuk sekolah dan bonusnya, kembali memakan sate favorit nya. Sudah lama dirinya tidak membeli makanan itu. Dan Queenzha benar benar merindukan nya dan juga merindukan moment yang ada di tempat itu.

"Naik," pinta Nathan.

Queenzha terpaksa. Dengan berat hati cewek itu meraih helm yang di sodorkan kepada nya. Memakainya dengan mandiri lalu setelahnya, cewek itu naik ke motor Nathan.

"Jangan ngebut, gue gak mau mati,"

Nathan tertawa mendengar itu. "Gue bakal ngebut, biar mati bareng sama lo. Kan romantis," celetuk nya.

"Gila lo!" umpat Queenzha, memukul kecil helm yang di pakai Nathan.

Sore ini, hati nya benar benar sedang bahagia. Ribuan kupu kupu terasa tengah berterbangan di dalam perutnya. Hal tergila yang pernah Nathan lakukan adalah hari ini. Dimana, dia dengan beraninya mengajak Queenzha untuk pulang bersama. Berkeliling kota cantik dengan menikmati indahnya sore hari.

Seperti mengulang kisah yang sudah usai. Nathan menikmati perjalanan pulang mereka, begitu dengan Queenzha yang anteng di tempat nya. Cewek itu melirik ke sana kemari, melihat jalanan yang ia lalui bersama seseorang, yang dulu pernah menjadi milik nya. Indah  dan damai, dua kata yang selalu Qeenzha rasakan Ketika bersama Nathan. Dan mungkin hari ini akan menjadi hari paling harum di kalender semesta.

"Lo gak takut sama Agares, kalo dia tau kita pulang bareng. Gue gak akan tanggu jawab, kalo lo mati di tangan dia,"

Queenzha teringat oleh aturan Agares. Bahwa cowok itu melarangnya dekat dengan Nathan. Tapi sore ini. Queenzha melanggar itu. Nathan mengajak nya mengelilingi tempat yang sejuk, bersama senja yang begitu indah, diringi dengan kicauan burung yang berterbangan. Mengikuti kemana motor itu pergi.

Di tempat nya, Nathan tidak tuli. Ia mendengar kalimat itu, tapi hatinya tidak pernah merasa takut dengan sosok Agares. Dia tidak takut untuk mati di tangan Agares. Karena dia tahu, siapa yang pantas untuk menjadi kekasih seorang Taniskha Queenzha di semesta ini.

"Dan kita lihat, siapa yang akan mati duluan di medan perang. Hanya demi merebut kan cinta? Kalo itu bukan lo, gue enggan bertarung demi cinta itu Queenzha."

Tidak ada percakapan lagi. Queenzha terdiam di tempat, memilih menikmati perjalanan pulangnya dengan pikirkan yang mulai melayang kemana mana. Tentang kalimat Nathan barusan. Apa cowok itu sungguhan. Apa nanti Nathan benar benar membuktikan kalimat nya.

"Bertarung rebutin gue, apa manfaatnya? Gue benci jadi rebutan Haellio," jelas Queenzha dingin.

"Dan saya juga sangat benci. Anda jadi milik lelaki itu Nona."

Hal yang paling Queenzha takuti adalah logat formal Nathan, yang terdengar dingin. Cowok itu akan berbicara formal jika sudah benar benar marah. Dan hari ini telinga nya berhasil mendengar itu.

"Tanishka, hari ini cuman ada kita berdua. Jadi jangan bahas orang lain," kata Nathan.

NATHANISKHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang