Episode. 10

35 14 9
                                    

Deri melihat Pria tua yang dikenal dengan sebutan Pak Hardi tengah berjalan pada lorong rak sambil melihat takjub tembikar yang beraneka ragam bentuknya.

Kehadirannya membuat seluruh ruangan menjadi senyap, maka Deri pun meniatkan diri untuk menyapanya terlebih dahulu. "Siang, Pak!"

"Oh, siang Deri." Pak Hardi tersenyum dan kembali melihat-lihat isi raknya, "jika .. kuperhatikan toko tembikar ini lebih banyak pelanggan daripada toko perhiasan di sana," lanjutnya sedikit basa basi.

Deri tertawa kecil mendengarnya. "Itu karena rancangan tembikar kami berbeda dari tembikar lainnya karena kami menggunakan tanah liat yang berasal dari tanah lempung berkualitas dari dataran tinggi," timpal Deri.

"Oh,iya, aku dengar adikmu adalah seorang perancang tembikar terkenal di toko ini?" tanya lagi Pak Hardi.

"Iya, dia yang terbaik," jawab Deri tersenyum.

Pak Hardi mendekati Deri lebih dekat lagi, kemudian dia berbisik di telinga Deri. "Aku memiliki seorang putri, akan pantas jika adikmu dan putriku memiliki hubungan spesial, ha-ha-ha," ujarnya kemudian.

Deri pun tertawa garing. Rasanya tidak mungkin seorang Alfha akan tertarik dengan seorang gadis meskipun gadis tersebut adalah putri si pemilik gedung departemen store Mega Mall ini.

"Dan ... aku sangat penasaran, kenapa adikmu lebih berperan besar dengan tembikar-tembikar ini sedangkan kamu adalah kakaknya, bukankah seorang kakak adalah orang pertama setelah adiknya, seharusnya kamulah yang berperan," lanjut lagi Pak Hardi seakan mencelanya.

"Bagi kami status antara kakak beradik tidak menjadi patokan siapa-siapa saja yang lebih berperan, tetapi bagi kami di dunia tembikar sama-sama memiliki tujuan hidup yang sama," sahut Deri.

"Baiklah, aku datang secara pribadi hanya ingin mengundang kalian untuk merayakan hari ulang tahun putriku, pastikan adikmu datang!" pintanya seraya memberikan selembar amplop marun dan berbalik untuk berlalu, tetapi Pak Hardi kembali menoleh untuk berkata. "hubungan spesial akan sama-sama menguntungkan untuk bisnis kita, ha-ha-ha."

Setelah kejadian itu, Deri langsung masuk ke dalam kantor. Alfha masih berdiri menghadap jendela sambil menyilang tangan di dadanya, matanya menatap arah laut dengan airnya yang saling bergulung-gulung hingga ke tepi. Tidak ada perahu kecil di sana. Namun, masih terlihat kapal pesiar yang melintas, kemudian kapal pesiar itu hilang dari pandangannya.

Sejak Alfha melepas kedua manik cahayanya, dia kehilangan sesuatu pada dirinya, dia tidak bisa lagi mendengar suara hati seseorang sekalipun itu suara yang berbisik.

"Kau tahu siapa yang berkunjung?" tanya Deri sambil meletakkan amplop marun itu di atas meja kerja Alfha. Alfha sudah menoleh untuk melihat apa yang Deri letakkan.

Tatapan matanya masih tajam setajam burung elang, meskipun amplop marun itu sangat jauh dilihat. Namun, Alfha bisa membacanya hurufnya.

"Hanya sebuah pesta." Dengan cueknya Alfha berkata lalu kembali menatap laut.

"Kau harus hadir," kata Deri.

Alfha tidak memberikan komentarnya lagi karena dia sendiri sangat segan harus berkerumun dengan pesta.

"Sepertinya pria tua itu mengincarmu untuk menjadikanmu seorang menantu."

Alfha berdecak tidak suka lalu memutar badannya untuk melihat Deri.

"Deri! Ak-"

"Kau harus mengubah hidupmu!" pinta Deri memotong kalimatnya, "berkumpullah dengan manusia normal lainnya agar kau tidak menyesal," sanggah Deri kemudian.

"Jika ini caramu bersikap padaku, enyahlah!" pinta Alfha.

"Aku lelah melihatmu selalu menutup diri, Alfha." Lelaki yang sudah 39 tahun menemani Alfha itu berucap dengan sebuah harapan, "setidaknya, kau harus mencoba untuk mengulangi kisah cintamu dengan seseorang," lanjutnya lagi memberikan sedikit pengertiannya.

"Cukup!" Alfha tampak marah, bahkan kedua bola matanya terlihat merah dengan alis yang mengkerut hingga menyatu, "jangan pernah kamu menyuruhku untuk membahas soal cinta! Dan sekarang kau pergi dari sini! Kerjakanlah tugasmu dengan baik!" perintah Alfha saat itu juga.

Deri langsung mengiyakannya, bahkan sebelum dirinya menekan handle pintu ia berkata. "Alfha, lupakan masalalumu dan buatlah hatimu hidup kembali."

Deri membuka pintu kantornya untuk segera keluar meninggalkan Alfha pada ruangannya. Akan tetapi, ia sudah dikejutkan dengan Rizka yang sudah berdiri tepat di depan pintu sambil membawa gagang pel.

Sebenarnya, Rizka tidak sengaja mendengar perbincangan mereka dari depan pitu kantor.

"Apa kau menguping?" tanya Deri membuat Rizka menunduk ketakutan.

"Tidak, Pak, aku hanya kebetulan sedang membersihkan lantai ini," sahut Rizka membela diri.

Deri melihat lantai kotor yang kebetulan terdapat jejak sepatu. Iya, tentu sepatu itu merupakan jejak Alfha karena pasti dia sudah menginjak tanah basah di rumah pembuatan tembikarnya.

"Oh, maka bersihkanlah hingga bersih!" pinta Deri dan kembali ke meja kasirnya.

"Baik," jawab Rizka mematuhinya.

Dengan pelan Rizka mengepel lantai itu, meskipun itu sudah bersih tetapi Rizka terus mengayunkan gagang pelnya berkali-kali. Kali ini Rizka benar-benar harus memohon agar bisa mendapatkan gaji di awal. Namun, Rizka sulit untuk memulai pembicaraannya kembali.

Deri sangat risi melihat Rizka membersihkan lantai berkali-kali.

"Hei, lantai itu sudah bersih! Apa kau akan terus membersihkannya sampai jam pulang kerja?" tanya Deri mengalihkan niat Rizka karena Deri sudah mengetahui apa yang ingin Rizka sampaikan.

"Maaf, Pak, tapi aku benar-benar harus mendapatkan gaji di awal," papar Rizka dengan tekad bulatnya.

"Euh, aku sudah pusing dengan orang di dalam, tapi kau membuat pusingku bertambah, oh, Tuhan, apa salahku?" keluh Deri, "dengar! Di mana-mana orang melakukan pekerjaannya terlebih dahulu baru bisa mendapatkan gaji," tutur Deri memperjelasnya.

"Aku janji akan mengerjakan tugas dengan baik meskipun tugas itu di luar toko, Pak" kata Rizka masih berusaha meyakini Deri yang disangka si pemilik toko oleh Rizka.

"Apa kau tidak bermaksud menjual dirimu sendiri?" tanya Deri.

"Tidak, tidak seperti itu maksudnya," kata Rizka merasa Deri salah paham dengan niatnya. "ini sangat mendesak karena aku butuh gajiku untuk bayar sewa rumah. Jika tidak ... penyewa rumah akan mengusirku."

Deri diam dalam sekejap, akhirnya dia bisa merasakan kesulitan Rizka, kemudian ia berpikir sejenak tentang hal apa yang akan menguntungkan dirinya dengan niat Rizka lalu sebuah ide cemerlang pun muncul ke dalam otaknya.

"Oke,ke marilah!" Pinta Deri menyuruh Rizka untuk mendekat, tentu Deri melakukan hal itu dengan nada yang berdesis agar Alfha tidak bisa mendengarkannya.

Rizka pun mendekati agar bisa mendengar apa yang akan Deri ucapkan.

"Aku-" kata Rizka merasa tidak yakin dengan perintah Deri.

"Iya, kamu!" ucap Deri sangat pasti.

Rizka mengambil napasnya dalam-dalam lalu melepasnya dengan kasar. "Baiklah," katanya sambil menjulurkan tangan sebagai tanda setuju dan Deri pun membalasnya.

"Jika kau gagal maka gajimu akan diterima akhir bulan," kecam Deri sambil melepas jabatannya, "kembalilah bekerja dan bersihkan kaca di luar sepertinya itu berdebu!" titah Deri kembali pada meja kasirnya

"Siap,Pak!" sahut Rizka tersenyum lebar lalu kembali bekerja.

Alfha-Rizka (Loved By Star Man)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang