Episode. 23

20 7 8
                                    

Kedua bos yang mereka maksud sedang berada di dalam kantornya. Alfha baru saja selesai menbuat seni grafis untuk tampilan jenis tembikar terbarunya nanti.

“Bagaimana jika ini kubuat lebih tinggi?” tanya Alfha seraya menunjukkan design gambar pada tabletnya ke arah Deri.

“Wah, apapun yang kau rancang selalu indah,” jawab Deri dengan takjubnya.

Saat itu juga, insting Alfha menemukan sesuatu dari luar pintu kantornya maka ia langsung melirik tajam ke arah pintu yang tidak pernah terbuka tanpa seijinnya.

“Apa yang kau lirik?” tanya Deri sambil menatap ke arah yang sama.

“Aku merasa Rizka tidak nyaman dengan seseorang,” jawabnya dengan yakin.

“Apa?" Deri kaget, "kenapa kau bisa merasakan hal semacam itu?” tanyanya bingung.

“Itu juga yang membuat aku tidak mengerti,” jawab Alfha, kemudian segera bergegas keluar untuk memeriksanya.

Setelah Alfha keluar dari pintu kantornya, ternyata dia sudah dihadapkan langsung dengan Tiya yang hampir saja mengetuk pintunya. Kebetulan.

“Wow, apakah ini takdir?” tanya Tiya tersenyum lebar.

Akan tetapi, Alfha tidak menggubris pertanyaan wanita itu karena iris matanya hanya menelusuri rak kabin untuk mencari keberadaan Rizka yang kini baru saja pergi ke ruang dapur bersama Enggar, kemudian kembali memutar matanya untuk melihat wajah Tiya.

“Toko belum dibuka, apa yang kamu perlukan?” tanya Alfha sambil berjalan menuju lorong di mana lorong itu merupakan akses utama ke arah dapur dan kebetulan lorong ke dapur itu berada tepat di samping pintu kantornya.

“Santailah sedikit!” pinta Tiya sambil menghadangnya lalu mendekati diri agar jaraknya bisa lebih dekat lagi dari posisi Alfha, “aku harus jujur padamu,” ucap Tiya kemudian, bahkan ia sedikit berjinjit untuk berbisik di telinga Alfha untuk mengatakan, “aku cinta kamu.”

Secara bersamaan Rizka sedang meletakkan sapu pada lorong itu dan tidak sengaja melihat mereka berdua. Iya, Rizka benar-benar melihat dari punggung Tiya yang wajahnya mendekat seolah sedang mencium pipi Alfha, bahkan saat itu terjadi, lelaki tinggi yang memiliki tubuh kekar hanya diam membatu sambil melihat Rizka yang sedang menatap ke arahnya.

Alfha bisa melihat bola mata yang dimiliki Rizka seakan berbicara, entah itu tidak suka atau bisa saja itu rasa cemburu?

Dalam pacuan jantung yang mendera kencang, Rizka langsung membuang wajahnya lalu kembali masuk ke dapur.

Tiya kembali melihat wajah Alfha yang tidak bisa memberikan respons sedikit pun dan mengira jika Alfha sangat kikuk dibuatnya. Lantas, Tiya langsung saja tertawa dan berkata. “Lihatlah wajahmu itu, setelah pengakuanku ini kau harus bersikap santai kepadaku, lagi pula kita tidak perlu terburu-buru, bukan?”

"Dengar baik-baik!" pinta Alfha, "aku anggap kamu tidak pernah mengatakannya karena aku tidak tertarik padamu," sahut Alfha yang langsung berbalik untuk meninggalkan Tiya begitu saja. Menolak.

Menatap punggung kekar itu, Tiya tersenyum dan bergumam sendiri. "Oke, aku akan menaklukkan hatimu agar kamu bisa tertarik padaku."

Sudah lima jam berlalu.
Alfha duduk termangu di kursi putarnya. Semua isi kepalanya banyak pertanyaan yang tidak bisa ia jawab sendiri. Iya, tatapan Rizka tadi pagi.

“Apa itu? Tatapan mata apa yang ia berikan tadi?” Itu merupakan pertanyaan yang kesekian kalinya. Namun, masih menjadi misteri untuk dirinya.

Deri yang sedang merapikan beberapa kuitansi penjualan hari ini sedikit menyadari perilaku Alfha di mejanya. Lantas ia pun bertanya. “Apa yang sedang kau pikirkan?”

Alfha-Rizka (Loved By Star Man)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang