Episode. 7

20 13 6
                                    

Sudah berjalan 6 bulan Alfha menyewa gedung di salah satu departemen store yang dahulu sempat dia tunda. Tempat yang selama ini dia inginkan karena tempat tersebut terlihat jelas pemandangan laut sekaligus perbukitan.

Alfha masih berdiri di jendela sambil menatap lautan luas dengan air hijaunya yang pupus. Laut itu juga yang merupakan tempat pertama kalinya Alfha terjatuh dari langit, bahkan ia berpikir mungkin di tempat ini sedikit ada cara agar dirinya bisa kembali ke tempat asalnya.

“Alfha, apa kau yakin ingin membuka lowongan kerja?” tanya Deri mengalihkan Alfha dari pandangannya.

“Hish, harus berapa kali aku mengatakannya? Dan kamu masih saja bertanya,” kata Alfha sangat jengkel dengan watak Deri yang begitu lamban, "aku butuh cleaning service di kantor dan toko ini,” lanjut Alfha sambil duduk di kursi kerjanya.

“Baiklah, aku akan membuat iklannya dan ditempelkan di tempat umum,” kata Deri segera berbalik untuk meninggalkan Alfha.

“Deri!” panggil Alfha menghentikan langkah Deri, apa kau sudah merubah data sipil kita?” tanya Alfha memastikannya.

Deri sangat geram setiap kali mendengar pertanyaan itu.
“Alfha, aku belum menikah, kenapa aku harus menjadi ayahmu?” tanya Deri sangat tidak menyukai hal itu.

Mendengar kalimat itu sontak Alfha bangkit dari kursinya, kemudian maju mendekatinya.

“Hei, kamu sudah terliat tua, keriput, dan jelek. Sudah sepantasnya kamu menjadi ayahku,” kata Alfha penuh penekanan sambil melangkah maju dengan jari telunjuk mengarah tepat di depan mata Deri.

“Usiaku baru  49 tahun,” ucap Deri sambil menyingkirkan jari telunjuk itu, “baiklah, jika aku menjadi ayahmu, bersikaplah sopan layaknya manusia bumi!” timpal Deri membusungkan dadanya, "dan satu lagi, aku belum tua, usiaku baru 49 tahun,” tegasnya lagi, “butuh 10 tahun lagi agar aku bisa menjadi ayahmu,” lanjut Deri sambil mengeluyur pergi keluar dari kantornya.

Melihat kelakuan Deri, Alfha sedikit tertawa renyah. Pasalnya Deri merupakan manusia pertama yang sudah berani membantahnya, padahal manusia sebelumnya selalu bersikap patuh terhadapnya.

Pada waktu yang sama. Rizka masih menatap batu kristal yang berkilau di atas nakasnya. Dia sama sekali tidak tahu berapa harga nilai pada batu tersebut, mungkin batu itu merupakan harta warisan yang telah orang tuanya tinggalkan untuknya, kemudian fokusnya terkalihkan ketika telinganya mendengar ada kegaduhan dari arah luar.

Rizka segera berlari untuk melihatnya, ternyata sang penyewa rumah tengah marah lantaran Bu Lira tidak membayar rumah sewa selama 4 bulan terakhir.

“Bu, di dunia itu tidak ada yang gratis! Cepatlah dibayar uang sewanya!” bentak ibu yang berbadan buntal itu dengan angkuh, bahkan kedua bola matanya nyaris saja mau keluar pada tempatnya.

“Maaf, Bu, beri kami waktu untuk bisa membayarnya!” pinta Bu Lira sedikit memelas dan hampir saja berlutut untuk mengemis. Namun, ia harus kembali berdiri tegap karena Rizka hadir.

Melihat kejadian itu rupanya Rizka sedikit kesal lalu dengan berani maju untuk menantangnya,  kemudian mengatakan. “Bu, tenanglah! Aku akan melunasi uang sewa kami dalam waktu 2 hari ke depan," ucapnya merasa sangat percaya diri di depan pemilik rumah sewa tersebut.

Si pemilik rumah sewa langsung tertawa getir seakan tidak percaya dengan ucapan Rizka.

“Baik, jika kau tidak tepat waktu, maka kalian harus keluar dari tempat ini! Jangan coba-coba membohongi saya!" sahutnya yang langsung pergi berlalu dari hadapan Bu Lira dan Rizka.

Setelah wanita itu sudah berlalu, Bu Lira sangat cemas setelah mendengar ucapan Rizka barusan.

“Riz, dari mana uang untuk bayar tempat sewa kita?” tanya Bu Lira demikian.

Alfha-Rizka (Loved By Star Man)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang