MERASAKAN elusan lembut yang tiada henti pada kepala, aku terbangun dan menemukan Mas Hafidz yang tengah bertekuk lutut, sontak aku segera bangkit dari posisi tidur. Aku baru sadar jika aku tertidur ketika menunggu Mas Hafidz.
"Mas Hafidz kapan pulang? Ya Allah, Safa ketiduran." Aku membersihkan area mata, mencoba mengembalikan kesadaran yang belum sepenuhnya ada.
"Saya baru pulang, kok." Mas Hafidz bangkit untuk duduk disampingku.
"Tadinya saya mau gendong kamu ke kamar, tapi saya kaget liat keringat di kening kamu banyak. Kamu sakit? Wajah kamu pucat, Fa," kata Mas Hafidz, tangannya terangkat membenarkan rambutku.
"Enggak, Mas. Safa tadi cuma pusing, tapi udah minum obat juga."
"Sekarang masih pusing?" tanya Mas Hafidz.
Aku menggeleng membalasnya. "Mas mau mandi dulu? Safa hangatkan makanannya biar nanti kita langsung makan,"
"Sebentar." Mas Hafidz menahan lenganku, dia mengambil paperbag yang tersimpan di meja.
"Saya tadi telpon kamu mau saya bawakan apa. Tapi, gak kamu angkat, yaudah saya bawakan friedchicken sama kulit ayam crispy. Kamu suka, kan?"
"Ponsel Safa kayaknya di kamar, Mas. Safa suka kok, suka banget malahan." Aku tersenyum senang, mulai membuka paperbag untuk mengeluarkan ayam goreng yang Mas Hafidz bawakan.
"Mas mau?" Aku menoleh.
Mas Hafidz mempelihatkan telapak tangannya. "Saya belum cuci tangan,"
"Safa juga belum lagi." Aku tiba-tiba tersadar, menghentikan aksiku yang tengah memegang paha ayam.
"Gak papa deh, sini Safa suapin." Aku menyodorkan daging ayam tanpa tulang, membuat Mas Hafidz tersenyum dan langsung memakannya.
"Gimana hari ini?" tanya Mas Hafidz disela-sela makan kami.
"Baik, tadi Safa jadi belanja sama Izza," jawabku, sedikit menunduk untuk menghindari tatapan Mas Hafidz ketika mengingat kejadian tadi.
"Mas Hafidz sendiri? Gimana proses bimbingannya?" tanyaku, berusaha terlihat tak tahu apa-apa.
"Lancar." Mas Hafidz mengangguk.
Termenung dengan jawaban Mas Hafidz, aku tak lagi bisa berbicara. Jika aku mengatakan aku melihatnya di Kafe, aku pasti menangis tanpa sebab, aku juga takut jika nanti Mas Hafidz marah.
Aku tahu masalah tidak bisa disembunyikan seperti ini, namun aku benar-benar takut kami akan bertengkar dan membuat Mas Hafidz malas denganku. Lebih baik aku yang sakit sendirian daripada nanti Mas Hafidz meninggalkanku karena masalah kami. Aku bisa berpura-pura baik-baik saja selama yang aku mau, namun sudah jelas aku pasti tidak bisa hidup jika Mas Hafidz meninggalkanku.
Karena ... aku sudah benar-benar mencintainya, meskipun Mas Hafidz enggan percaya untuk hal itu.
_______________
KAMU SEDANG MEMBACA
A Journey With You
Romance"Saya akan tunggu kamu besok, bila kamu belum memutuskan, maka setiap hari adalah besok, sampai kamu memberikan jawaban." Sebatas CV taaruf yang Hafidz berikan tiba-tiba, Safa baru menyadari jika doa akan kembali utuh dengan berbagai cara. Bisnis ya...