TANTE Hawa pernah bilang, jika satu dari sekian banyak modal dalam pernikahan adalah keinginan untuk belajar. Entah itu ingin lebih baik dalam memasak, membersihkan rumah, lebih baik dalam mengatur waktu, dan bisa memutuskan sesuatu tanpa harus bergantung pada siapa pun.
Karena itu ada pepatah yang mengatakan jika waktu adalah emas, mengartikan jika kita menggunakan waktu sebaik mungkin, kita pasti mempunyai progress besar dalam hidup.
Bermodal internet untuk mencari resep makanan karena aku kurang ahli memasak, pagi ini meja makan yang biasanya hanya terisi oleh aku dan Mas Hafidz bertambah satu orang, yaitu Feeyah yang ikut sarapan bersama.
"Enak gak?" Aku menatap Feeyah yang sedikit terdiam saat makan nasi goreng.
Mungkin, selain bersyukur atas rezeki-Nya. Kelezatan makanan juga terletak pada bagaimana tangan yang membuatnya, bukan sekadar bagaimana bumbunya.
"Enak, kok." Feeyah mengangguk.
"Bohong kamu, enak atau enggak!" Aku mendesaknya agar jujur.
"Astagfirullah, Fa, enak, kok. Tanya Mas Hafidz, ya, kan, Mas?" tanya Feeyah, membuat aku menoleh ke arah Mas Hafidz.
Mas Hafidz yang tengah makan mengangguk, ia terlihat sangat lahap.
"Enak, kok, saya suka," jawab Mas Hafidz.
"Berarti kayaknya lidah Safa yang salah, perasaan safa kayak aneh gitu waktu makan," kataku, segera melanjutkan makan.
"Ini sangat enak, saya suka nasi goreng," kata Mas Hafidz. "Makan yang cukup, bukannya ini hari terakhir signing booknya?"
"Iya, hari ini selesai."
Tak banyak orang yang tahu, bahwasannya mengobrol saat makan juga salah satu sunnah. Tentu obrolan yang mengandung pujian pada makanan yang telah Allah berikan, bersyukur dengan nikmat yang kita dapatkan. Manfaatnya sudah pasti mempererat keharmonisan keluarga. Asal jangan berbicara ketika mengunyah, sudah pasti makanannya akan kemana-mana. Apalagi sampe tersedak karena berbicara berlebihan.
"Aku gak nyangka ada di antara pasutri penulis. Bener ternyata kalau jodoh cerminan diri, Mas Hafidz penulis yang safa kagumi dan sekarang kalian menikah saat safa juga sudah jadi penulis." Feeyah tersenyum menatap kami.
"Safa benar-benar kagum sama saya, ya?" tanya Mas Hafidz pada Feeyah. Namun tatapan mengejeknya mengarah padaku.
"Iya, Mas. Safa itu sejenis bookaholic yang semuanya suka seni, suka seni lukis walau gak bisa gambar, suka musik walau suaranya gak bagus, suk—" Feeyah tertawa saat aku melotot padanya. Dasar Feeyah! Beginilah dukanya mempunyai kembaran.
"Dulu pas Mas Hafidz ada workshop, Safa pengen ikut tapi terkendala sama pekerjaan," sambung Feeyah.
"Berarti tempat kesukaan Safa sejenis pameran, konser, atau perpustakan?" tanya Mas Hafidz.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Journey With You
Romance"Saya akan tunggu kamu besok, bila kamu belum memutuskan, maka setiap hari adalah besok, sampai kamu memberikan jawaban." Sebatas CV taaruf yang Hafidz berikan tiba-tiba, Safa baru menyadari jika doa akan kembali utuh dengan berbagai cara. Bisnis ya...