29. Surga yang Kembali

147 19 5
                                    

"Saya memilih hidup bersama kamu karena saya ingin membersamai langkah duka dan suka yang akan kita pijak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Saya memilih hidup bersama kamu karena saya ingin membersamai langkah duka dan suka yang akan kita pijak."

*****

MALAM ini aku sibuk memasak apa pun yang ada di lemari pendingin, Aren menginap karena Umi, Om Dawa serta Tante Hawa tengah menuju Bogor untuk datang ke acara syukuran saudara Tante Hawa. Tentu saja karena porsi makan Aren begitu lahap dan jarang sekali ia bermain ke sini, aku melakukan apa pun untuknya.

"Kakak selalu sendirian sampe malam?" tanya Aren sambil mengunyah.

"Enggak selalu, gimana Mas Hafidz pulang aja," sahutku, lalu mematikan kompor ketika pisang goreng sudah matang.

"Kak cepetan ih, gue mau pisang goreng." Aren merengek.

"Bentar Fharen! Kakak tiriskan dulu." Aku berkacak pinggang kesal.

"Oh iya." Aren beralih mengambil kentang goreng.

"Gue kemarin lusa denger Bang Hafidz didatangi sama orang tua murid, katanya Bang Hafidz sampe dimaki-maki ngajarnya gak bener,"

Aku langsung terdiam, menatap Aren serius. Sungguh, aku baru tentang hal ini.

"Kenapa sampai gitu?"

"Biasa, Kak. Murid gak lolos seleksi lomba, mungkin orang tuanya mau banget kalau dia dapetin kompetisi ini, makanya pas anaknya gak lolos kecewa sampe salahin guru, padahal ini bukan jalannya aja," sahut Aren.

"Kakak emang gak tau?"

Aku menggeleng pelan, segera menyimpan pisang goreng itu di depan Aren. Tak lama, ketika aku menemani Aren, suara salam Mas Hafidz terdengar sesaat dia berjalan menuju dapur.

"Malam Bang." Aren langsung bangkit, tersenyum malu.

"Aren jadi nginep?" tanya Mas Hafidz tersenyum.

"Jadi, Bang. Aren ikut nginep ya disini," jawab Aren.

Mas Hafidz mengangguk. "Iya, jangan canggung buat apa-apa. Saya senang kamu nginap. Lanjut makan aja, saya mau ke kamar dulu."

"Bang Hafidz udah makan malam?" tanya Aren.

Mas Hafidz terdiam sebentar, dia sempat melirikku sekilas. Mungkin dia tidak ingin jika Aren mengetahui kondisi kami tengah bertengkar.

"Belum," jawab Mas Hafidz.

"Yaudah kita makan bareng nanti, biar Kak Safa siapin terus Aren bantuin," sahut Aren tertawa.

A Journey With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang