13. Menguji

252 17 0
                                    

MALAM ini rumah Umi ramai karena Feeyah dan Kak Hanan datang, mereka membawa banyak jagung untuk membuat jagung bakar sebagai teman berkumpul

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MALAM ini rumah Umi ramai karena Feeyah dan Kak Hanan datang, mereka membawa banyak jagung untuk membuat jagung bakar sebagai teman berkumpul. Di tambah, Aren dan Mas Hafidz malah membeli berbagai macam sosis untuk melengkapi pesta kecil kami.

Terkadang, sesuatu tanpa rencana selalu berhasil. Seperti sekarang, aku tengah membujuk Feeyah untuk mengikuti aksi gila yang beberapa menit lalu terlintas di kepala.

"Cuma pura-pura doang, Fee. Kalau Mas Hafidz manggil aku, kamu yang sahutin," kataku, masih memutari Feeyah yang tengah mengambil beberapa blazernya di lemari.

"Nanti Mas Hanan tau, aku habis sama dia, Fa," jawab Feeyah, masih fokus memilih blazer dan berlalu ke arah ranjang untuk memasukkannya pada koper kecil.

"Nanti pasti ada waktunya Mas Hafidz pisah sama Kak Hanan, baru kita beraksi. Ayolah, Fee, aku bela-belain pake baju sama hijab yang sama kayak kamu malam ini. Lagian itu buat tes Mas Hafidz, dia kenal aku atau enggak sebagai istrinya. Secara, kan, muka kita sama," sambungku, masih berusaha membujuk.

Feeyah tak menjawab, perempuan itu kemudian menutup kopernya sebelum berkacak pinggang menatapku.

"Kenapa? Kamu ragu Mas Hafidz gak bisa bedain kita?"

Aku mengangguk kuat. "Meski pun muka kita sama, kita beda dari kebiasaan dan sifat. Lagi pula, mencintai seseorang itu pasti ada alasan sekecil apa pun. Aku mau tau gimana Mas Hafidz bedain kita,"

"Kamu tau lelaki dominan pakai logika? Lelaki gak suka kalau kamu gak percaya gitu sama dia, nanti Mas Hafidz marah kamu juga yang repot."

"Bismillah enggak akan marah. Mau, ya, bantuin?" bujukku memohon, menangkupkan kedua tangan.

Feeyah menghela napas, perempuan itu mengangguk lalu berjalan keluar kamar. Bersorak senang, aku segera mengikuti langkah Feeyah yang tengah menuruni anak tangga.

Namun, belum sampai sepenuhnya menapaki anak tangga terakhir. Aku dan Feeyah tersentak melihat Mas Hafidz yang berjalan dari arah halaman belakang menuju dapur. Ternyata, merencakan hal gila pada Mas Hafidz cukup menegangkan.

"Fee." Aku menyenggol lengan Feeyah, membuat Feeyah langsung melancarkan aksinya.

Menatap Mas Hafidz yang menoleh ke arah kami dengan membawa piring, Mas Hafidz langsung mendekat.

"Feeyah, Hanan cari kamu tadi," kata Mas Hafidz, matanya melihat ke arah Feeyah. Namun, aku yang mengangguk.

"Terima kasih, Mas," kataku, meniru gaya Feeyah.

Aku segera menuruni anak tangga. Namun, belum sampai melewati Mas Hafidz, dia mencekal pergelangan tangan. Membuatku langsung mendongak.

"Saya suruh Feeyah bukan kamu," katanya datar.

"Saya Feeyah, Mas," kataku, masih mengelak.

"Saya sangat mengenal sorot mata istri saya, jangan berbohong. Saya gak mengajari kamu berbohong."

A Journey With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang