SATU dari beberapa hal yang aku tanyakan pada Mas Hafidz sewaktu taaruf adalah mengenai pekerjaanku, aku memberitahunya jika bisnis ini adalah salah satu impian sedari kecil untuk Umi. Aku mempertanyakan jikalau aku menjadi istrinya, apakah aku tetap beliau izinkan mengurus bisnis ini atau aku harus diam sepenuhnya di rumah.
Karena aku tahu, setelah memasuki pernikahan aku tidak lagi memikirkan diri sendiri, ada tanggung jawab dan seseorang yang harus aku pikirkan juga.
Namun, ternyata, Mas Hafidz menjawab jika aku boleh melanjutkan bisnis ini. Mas Hafidz sempat berkata jika dalam rumah tangga kepercayaan adalah modal utama untuk mengisi sesuatu yang disebut sebagai sakinah, ketenangan ada dalam kepercayaan yang dibangun bersama-sama. Maka, Mas Hafidz bilang ia percaya jika aku pasti bisa mengelola dan pandai mengatur waktu antara bisnis dan rumah tangga, Mas Hafidz pun pernah bicara jika ia percaya aku pasti senantiasa menjaga fitrah seorang perempuan dalam bekerja.
"Kamu ke kantor penerbitnya mau jam berapa?" tanya Mas Hafidz sambil melipat tangan kemeja hingga sikut.
"Antara jam sepuluh," jawabku.
Sekarang aku tengah meminta izin pada Mas Hafidz untuk pergi ke kantor Morfem, selaku penerbit yang menerbitkan novelku. Hari ini ada proses menandatangani beberapa eksemplar buku untuk masa peluncuran. Seperti kebanyakan penulis dari aplikasi novel online, aku juga senantiasa promosi di laman media sosial karena novelku juga ada beberapa paket pembelian.
"Saya ada jam ngajar," ucap Mas Hafidz, terdiam seperti memikirkan sesuatu. Ia lalu menoleh.
"Kalau jam sebelas bisa? Biar saya antarkan kamu."
Aku menggeleng. "Mas Hafidz harus kerja, gak boleh ninggalin murid yang butuh ilmu, mereka capek lho, Mas, datang ke sekolah. Lagipula, Safa bisa bawa motor sendiri. Aren, kan, kemarin sudah antarkan motor Safa ke sini,"
"Ya tetep aja, saya khawatir sama kamu. Atau saya bilang Tante Hanum buat temani kamu?" kata Mas Hafidz.
"Mas Hafidz gak perlu khawatir, Safa biasa sendiri, kok. Kasian Tante Hanum kalau harus temani Safa, proses signing book pasti lama banget."
"Yaudah saya izinkan. Tapi, harus berkabar pada saya terus. Ponselnya charger dulu, kalau perlu bawa powerbank, kamu suka lupa sama baterai ponsel kamu sendiri. Lagi, bawa motornya hati-hati, gak boleh ngebut, pakai helm. Oh, iya, kalau bisa kamu kasih nomor Liaison offiicer, editor, tim koordinasi signing book atau pegawai dari departemen penerbit yang bersangkutan ke saya, biar saya gampang kalau—"
"Ketua tim signing book Safa cewek, gak mau! Nanti Mas Hafidz suka lagi sama dia!" Aku langsung menyela tak setuju.
"Astagfirullah, Fa. Saya masih takut Allah, mana mungkin saya suka sama cewek lain. Lagi pula saya gak akan simpan nomornya juga," balas Mas Hafidz serius.
"Ponsel Safa sudah seratus persen, jadi gak bakalan mati. Mas Hafidz boleh spam chat di media sosial Safa, Safa bawa tab kok kalau semisal ponselnya mati. Mas Hafidz pasti udah tahu, kan, prosesnya seperti apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Journey With You
Romance"Saya akan tunggu kamu besok, bila kamu belum memutuskan, maka setiap hari adalah besok, sampai kamu memberikan jawaban." Sebatas CV taaruf yang Hafidz berikan tiba-tiba, Safa baru menyadari jika doa akan kembali utuh dengan berbagai cara. Bisnis ya...