Chapter 9

10.5K 1K 15
                                    

"Pernah mencoba whoopie pie?" Tanya harry sembari memasukkan kunci mobilnya ke dalam saku jeans.

"Lea?"

"Huh?"

Aku segera memfokuskan perhatianku kepada Harry. Tanpa sadar aku tengah melamun memandangi sebuah toko atau tepatnya cafe dihadapanku.

"Whoopie pie. Kau pernah mencobanya?"

Aku menatapnya dengan pandangan aneh seolah-olah dia baru saja mengatakan bahwa dia memakan kecoa sebagai pengganti cereal di pagi hari.

"Uh.. kurasa tidak." Ucapku setengah bergumam. Seolah-olah perjalanan kemari tidak cukup membingungkan saja, sekarangpun aku masih merasa bingung mengapa Harry membawaku ke tempat semacam ini. Maksudku, demi mencoba whoopie pie? Pemikiran itu terdengar lucu dan bisa terbilang manis. Tapi Harry Styles bersikap manis? Itu tidak ada di dalam kamus manapun.

"Kurasa kau beruntung karena aku memutuskan untuk mengajakmu kemari." Ucapnya sambil terkekeh pelan.

Harry memberikan isyarat agar aku mengikutinya kedalam toko. Begitu kami mengambil tempat duduk, seorang pelayan segera menyerahkan dua buah menu dihadapan kami.

Harry dengan serius menekuni menu dihadapannya. Alisnya sedikit tertekuk. Aku merasakan desakan untuk tertawa melihat keseriusannya. Aku menyadari betapa unik warna matanya. Sangat jarang aku menemukan seseorang dengan warna seperti itu.

Tiba-tiba matanya terfokus kearahku seolah-olah menyadari tatapan yang kuberikan. Aku merasa sangat malu karena menyadari bahwa aku telah menatapnya cukup lama.

"Bisa kau rekomendasikan apa yang menurutmu lezat?" Pintaku cepat-cepat untuk mengalihkan perhatian.

Harry hanya tersenyum kecil kepadaku lalu mendongkak untuk menatap si pelayan.

"I'll have those whoopie pie. Strawberry and chocolate."

"Great choice." Pelayan itu tersenyum kepada Harry lalu segera menuliskan pesanan.

"Bagaimana dengan minumannya?" Tanya si pelayan.

Harry menatapku seolah-olah bertanya apa yang kuinginkan, tapi aku hanya mengangkat bahu.

"I'll just have mineral water."

"Water? That's boring." Harry tampak seperti ingin tertawa. Sementara aku hanya bisa memutar bola mataku dengan jengkel.

"Baiklah, kau dengar dia kan?" Dengan gugup si pelayan segera menuliskan pesanan.

Setelah Harry memberitahu minuman apa yang dia inginkan. Pelayan itu pun pergi meninggalkan kami berdua.

"Jadi, kenapa kau membawaku kemari? Maksudku kenapa harus kesini?" Tanyaku.

"Straight to the point, huh?"

"Well, jawab saja." Ucapku sambil menahan senyum.

"Semua orang suka dessert, jadi kubawa kau kesini untuk menebus rasa bersalahku. Lagi pula kau hampir terkena serangan jantung di usia dini gara-gara ulahku." Jelasnya. Lalu tiba-tiba dia tertawa seolah-olah mengingat sesuatu yang sangat konyol.

"Don't laugh!" Desisku dengan kesal karena aku tahu sebentar lagi dia pasti akan mengungkit tentang bagaimana ekspresi wajahku satu jam yang lalu ketika dia membuatku panik setengah mati saat di sekolah.

Untungnya dia berhenti tertawa ketika pelayan datang membawakan pesanan kami.

Di penghujung waktu, Harry memesan banyak sekali dessert dan dia memaksaku mencoba ini itu, sementara dia terus memberikan lelucon sarkatis khas nya sehingga membuatku mau tak mau tertawa karena tidak bisa menahannya. Waktu yang kami habiskan bersama membuatku bertanya-tanya apakah ini semacam kencan? Aku ingin tertawa ketika memikirkan pemikiran tersebut. Come on Lea, he just your friend, your new friend.

------------------------------------

Harry berkeras untuk mengantarku sampai ke depan rumah. Jadi begitu aku turun dari mobil, dia mengikutiku ke depan pintu rumahku. Sepertinya Mom sedang keluar karena aku tidak melihat truck pick up ibuku terparkir dihalaman. Kuharap Mom belum mendapat telfon dari sekolah karena aku membolos barusan sehingga aku bisa memikirkan alasan.

Aku menatap langit mendung diatasku dengan perasaan khawatir. Aku harap Mom segera pulang.

Harry berdehem sehingga membuatku teringat tentang keberadaannya yang tepat dibelakangku.

"Well, thanks for today." Ucapku dengan tulus. Jika bukan karena Harry, hari ini mungkin akan menjadi hari yang membuatku stres setengah mati.

Dia hanya memberikanku cengirannya. Aku tertegun sejenak meresapi keindahan rupanya. Dengan lesung pipi itu, dia bisa membuat gadis manapun terpesona.

"I have a lot of fun." Ucapnya.

"Me too."

Mendengar jawabanku, senyumnya tampak semakin mengembang dan hal tersebut membuat sesuatu di dasar perutku tergelitik.

Tiba-tiba, suara deru guntur terdengar sehingga mengagetkan kita berdua. Begitu melihat ekspresi satu sama lain, Harry mulai tertawa begitupun juga diriku. Tetes air hujan mulai turun dan semakin lama semakin deras.

"Sepertinya aku harus bergegas." Ucapnya setelah tawa kami reda.

"Baiklah."

"Kalau begitu, hmm. . . sampai jumpa besok." Dan dengan itu, dia pun menaikkan tudung jaket yg dia kenakan dan berbalik menuju mobilnya. Mobilnya terlihat begitu ganjil terparkir di depan halaman rumahku yang sangat sederhana.

Begitu dia masuk dan menyalakan mesin mobil, dia menurunkan kaca jendela dan melambai kepadaku.

"Bye, Harry." Ucapku sambil menahan tawa.

"Don't miss me too much. . ."

"You wish!" Seruku berusaha terdengar seperti orang jengkel. Setelah hari ini, sepertinya akan sulit untuk benar-benar merasa jengkel kepadanya.

Dia hanya menghiraukan jawabanku dan tertawa sebelum akhirnya menghilang dari pandanganku ketika mobilnya berbelok di ujung jalan.

Udara dingin membuatku menggigil, sehingga aku memutuskan untuk masuk ke dalam rumah.

Di dalam kamar, aku berbaring di atas kasur ditemani suara air hujan yang membentur permukaan bumi. Dalam ketenangan, aku berpikir betapa berbedanya Harry saat bersama teman-temannya dan saat dia bersamaku. Aku lebih menyukai sifat yang dia tunjukan saat bersamaku, entahlah, tapi dia tampak lebih terbuka. Tapi manakah sifat Harry yang sesungguhnya?

Harry the badboy?

Atau Harry yang selama ini ku kenal?


Yes, Master [H.S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang