Chapter 19

8.3K 748 82
                                    

A/n) walaupun chapter sebelumnya ga sampai 300 votes, but i still love you guys!
Enjoy! :)
-------------------------------

Keesokan harinya, semuanya terasa normal sekaligus mengganjal, seperti halnya berangkat kesekolah--rasanya seperti ada sesuatu yang membebani hatiku dengan perasaan hampa. Sayangnya, aku tidak tahu harus berbuat apa mengenai keganjalan tersebut.

Aku mencoba menghiraukan perasaan itu selama melalui jam-jam yang menyiksa di sekolah. Aku bahkan nyaris merasa baik-baik saja dan melupakan kejadian kemarin. Orang-orang masih menatapku dengan tatapan menghujat. Tapi kali ini, aku mencoba berjalan dengan mengangkat daguku lebih tinggi dan berusaha mengabaikan mereka.

Gosip biasanya tidak hilang dengan cepat, jadi paling tidak aku harus memberanikan diri dan memasang sikap cuek setiap saat--mungkin dengan begitu mereka akan berhenti menghujatku.

Aku benci semua ini. Memangnya mengapa kalau aku bersama lelaki populer di sekolah? Aku bisa melakukan apapun yang ku mau, lagi pula ini hidupku. Tingkatan di sekolah antara anak-anak populer, biasa, hingga di bawah biasa--siapa pun yang menciptakan tingkatan semacam itu memang orang bodoh.

Rasanya tidak adil, setiap celaan yang mereka sampaikan, setiap tatapan--semuanya dilemparkan kepadaku seolah-olah aku telah melakukan sebuah kejahatan tepat di depan mata mereka sendiri sehingga mereka merasa pantas menghujatku dengan cara seperti itu.

Aku membalas tatapan seorang perempuan berkacamata yang duduk tepat disampingku saat pelajaran sejarah. Dia memberikanku tatapan kotor seakan-akan aku baru saja membunuh anjing peliharaannya. Aku hanya memberikannya tatapan datar, tidak lama kemudian, dia pun mengalihkan tatapannya.

What a bitch.

Saat bel istirahat berbunyi, aku menghembuskan nafas dengan pasrah. Well, ini dia. Rasanya aku ingin menghilang saat ini juga, atau mungkin berubah menjadi kasat mata agar bisa tiba di kafetaria tanpa harus beradu pandang dengan tatapan yang tidak diinginkan.

Setelah mengumpulkan seluruh barang di tasku, aku segera berjalan keluar kelas. Dengan cepat aku segera membaur kedalam lautan manusia di koridor.

Setelah tiba di lokerku, aku segera memasukkan nomer kombinasi dan dengan cepat mulai menjejalkan buku sejarah ke dalam loker. Sebelum aku sempat menutup pintuku, aku merasakan sesuatu mencengkram pergelangan tanganku. Tangan itu menarikku ke samping--menjauhi arus manusia. Aku terkesiap dan segera berbalik untuk melihat siapa orang tersebut.

"Harry!" Entah aku harus merasa kaget atau lega saat itu juga.

Aku bisa menghirup aroma parfumnya yang sudah sangat familiar bagiku. Hari ini dia mengenakan jeans hitam dengan kaos putih bertuliskan Rolling Stones. Aku bisa melihat tinta berliuk-liuk diatas bisep kirinya yang berotot dan menghilang di balik lengan kaosnya. Aku mencoba mengontrol diriku agar tidak menyerang wajahnya dengan mendaratkan ciuman saat itu juga.

"Hey," dia tersenyum selagi menunduk untuk menatapku. Aku bergerak-gerak di tempatku dengan gelisah selagi menatap orang-orang di sekitarku.

Aku mendongkak untuk menatapnya dengan hati-hati. Terakhir kali aku melihatnya adalah ketika dia menurunkanku di rumahnya untuk kau tahulah, 'bekerja'. Dan setelah itu, dia mengatakan bahwa dia memiliki urusan dan pergi begitu saja. Aku mengira bahwa dia mencoba menghindariku lagi karena khawatir aku akan menghujamnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang sama. Tapi kenyataannya, lihatlah dimana dia sekarang, berdiri dihadapanku seakan-akan tidak ada yang terjadi kemarin.

Beberapa orang yang lewat menatap kami dengan penasaran. Keberadaan Harry diantara kerumunan memang sangat sulit dihiraukan--dengan tubuh tinggi, tato, dan badboy persona yang bagaikan magnet--sulit untuk tidak menatapnya, ditambah lagi dia sangat populer.

Yes, Master [H.S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang