Prolog

10.3K 331 59
                                    

-Princess's Point of View-

Sungguh rasanya aku ingin mengeluarkan seluruh isi di dalam perutku saat ini, mencium aroma yang sangat menyengat yang menyeruak dari gedung bercat putih ini.

"Miss Narendra, sekarang giliran anda." Ucap seorang suster yang ku ketahui bernama Charlotte Patricia dari nametag yang tergantung di dada kanannya dengan bahasa Inggris.

"Thank you, Miss." Balasku sambil berdiri dari kursi ruang tunggu dan memasuki sebuah ruangan yang beberapa minggu ini sering kudatangi. Seorang wanita dengan wajah khas wanita barat pada umumnya menyambutku dengan senyum ramah.

"Bagaimana Miss Laurent?" Tanyaku to the point sambil duduk di kursi tepat dihadapannya.

"Putih? Tinggi? Cerdas? Berasal dari negara di Asia tetapi tidak boleh bermata sipit? Kriteria seperti itu sungguh sangat sulit dicari Miss Narendra." Jawabnya sambil mengalihkan pandangan kearah jendela yang terbuka diruangan ini.

Aku tersenyum remeh, yang benar saja dari sekian banyak pendonor di rumah sakit ini tidak ada satu pun yang bisa menyanggupi syaratku itu? Apakah bayaran dari rumah sakit ini terlalu kecil sehingga tak banyak pula yang ingin mendonor disini? Tapi jika kulihat dari biaya yang disodorkan rumah sakit ini kepadaku, aku tidak yakin dengan hal itu.

"Sebenarnya, kami mempunyai satu yang hampir memenuhi syarat anda Miss. Hanya saja pendonor ini tidak mengizinkan kami untuk diserahkan kepada siapapun, mengingat ia mendonor juga karena kebutuhan akan citranya di dalam dunia bisnis sebagai orang yang mendukung adanya kegiatan proses ini." Jelasnya lagi.

Aku mengangkat sebelah alisku, berbelit-belit sekali alasannya. Jika ia memang tak ingin memberikannya kepadaku, seharusnya tak perlu ia beritahu bahwa ada yang mendekati dengan syarat yang ku berikan. Dasar bule munafik!

"Tapi yaaa... Anda..."

"Begini saja Miss Laurent, berikan itu kepadaku dan aku akan membayar empat kali lipat dari biaya yang ditawarkan rumah sakit ini kepadaku! Lagi pula, aku juga takkan pernah ingin mengetahui siapa orang itu dan meminta pertanggung jawaban kepadanya, bukankah itu juga sudah menjadi prosedur dari proses ini untuk tidak memberitahukan identitas pendonor kepada si penerima begitu juga sebaliknya Miss Laurent?" Tanyaku menahan emosi yang hampir ku luapkan di depannya. Dia tersenyum tipis. Mungkin sambil memikirkan tawaranku yang sangat menggiurkan bagi bule matre ini.

"Baiklah Miss Narendra, kita akan memulai prosesnya minggu depan. Persiapkan diri anda, atur pola makan dan jaga kondisi tubuh anda, saya akan menuliskan beberapa resep yang harus anda konsumsi." Ujarnya sambil menuliskan nama beberapa obat yang harus ku konsumsi pada secarik kertas kecil bertuliskan 'Louise Hospital', nama rumah sakit yang aneh menurutku.

Drrrttt...Drrrtt...Drrrtttt....

Kurasakan getaran dari dalam tas hitam yang kugunakan. Mama calling, tertulis dilayar Iphone-ku.

"Ya Tuhan Princess! Kenapa lama banget sih diangkatnya?" Jerit dari wanita tua disebrang sana memekakan pendengaranku. Panggilan yang menyebalkan menurutku.

"Sorry Mah, Caca lagi di balkon apartemen tadi." Jawabku berbohong sambil mengambil kertas resep itu dari tangan Miss Laurent. Ia mengeryit menandakan tak mengerti dengan bahasa yang kuucapkan di telepon. Jelas saja, karena aku sedang menggunakan bahasa Indonesia.

Aku hanya tersenyum membalasnya, dan memberikan isyarat melalui pergerakan bibir bahwa aku akan menghubunginya nanti sambil bergegas keluar dari ruangan ini dan menuju bagian apotek.

Oiya, aku memang lebih suka menyebut diriku Caca daripada bagian nama yang diberikan orangtuaku. Aku merasa nama itu membuatku tertekan. Princess, nama yang sangat tidak layak untuk melekat padaku. Salsa oke sih tapi kesannya seperti wanita cantik dan dewasa sedangkan aku ini cupu seperti kata teman-temanku. Jadi aku plesetkan aja menjadi Caca daripada harus dipanggil Salsa. Sedangkan Narenda, itu terlalu berat karena itu adalah nama belakang Papaku yang terkenal sebagai pengusaha kaya raya.

Untuk urusan nama saja aku merasa sudah sangat ribet. Siapa orang yang mencari panggilan sendiri karena tidak menyukai nama pemberian orang tuanya? Siapa? Tidak adakan? Cuma aku!

"Urusan kamu belum kelar disana Princess? Kak Marvin lagi main ke rumah mertuanya di Surabaya, Kak Ricky honeymoon kedua, Papa ngurusin bisnis ke Manado, Mama sendiri di rumah." Lapornya padaku dengan suara manja, aku terkikik geli. Dasar Mama aneh, giliran sedang sendiri baru ingat pada anak bungsu dan putri satu-satunya ini, tapi saat sudah berkumpul dengan teman arisannya, bom atom meledak pun pasti Mama tidak peduli.

"Iyaa Mah, kalo Caca pulang pasti Caca kabarin kok."

"Berarti sekarang belom ada niat mau pulang yaa?"

"Belom Mah. Caca kan belom ada ngabarin Mama kalo Caca mau pulang. Mudah-mudahan secepatnya ya Ma." Ujarku menenangkan Mama.

Memang sudah hampir sebulan ini, aku tinggal di negara pemilik patung Liberty ini, dan sebagai tempat tinggal, aku meminjam apartemen Kak Ricky -kakak keduaku- yang dibelikan Papa saat dia kuliah di negara ini beberapa tahun lalu.

"Oke deh Princess Mama... Pokoknya kamu harus segera pulang ya nak. Jangan lupa oleh-oleh buat Mama ya, Victoria Secret, Zar..."

"Stop it, Mah! Kalo Mama nuntut, Caca nggak mau bawain." Ucapku memotong ucapan Mama yang mulai bersemangat menyebutkan berbagai brand mewah kesayangannya. Mama terkikik geli diujung telepon.

"Yaudah deh... Jangan ngambek, Mama kan cuma bercanda hehehehe... Jaga kesehatan yaa nak, makan dan tidur teratur, vitamin jangan lupa, kalo cape istirahat dulu, paling penting jangan lupa ibadah." Inilah Mamaku. Perhatiannya tidak pernah berubah walau anak-anaknya sudah tidak dalam masa kanak-kanak lagi.

"Iyaaa Mamaku sayaaang..."

"Ehhh, satu lagi, jangan lupa bawa mantu buat Mama, yang bule yaa nak kalo bisa."

"Byeee maksimal Mah!" Sambungan kami langsung kuputuskan secara sepihak mendengar Mama mulai mengucapkan hal yang selalu membuat telingaku panas. Ku pastikan saat ini Mama sedang terkikik geli disana karena tingkahku ini.

Aku menarik napas panjang. "Yaa Tuhan, semoga jalan yang kuambil ini benar walaupun pasti salah." Gumamku dalam hati sambil menyerahkan selembar kertas berisi resep tadi kepada petugas apotek.

================================================================================

Halloooo... Ini cerita lamaku yang terakhir, tapi yang pertama kali aku tulis sebelum ibu pengganti dan wanita bayaran hehe Aku keluarkan karena memang Crazy Couple part selanjutnya uda ending dan extra part hehe

Yaudalah ya selamat membaca. Semoga suka. Aku up langsung 2 part lagi ya. Jadi jangan tidur dulu wkwkwk Enggak deng bercanda, masih bisa dibaca kapanpun kalian mau😂😚

Fix YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang