FY-11

3.7K 401 72
                                    

-Princess Point of View-

"Bagaimana dokter Matthew?" tanyaku kepada dokter berperawakan tua yang sudah merawat El sejak dia dimasukkan ke Johns Hopkins Hospital ini.

"Dari hasil pemeriksaan terakhir yang kami lakukan, tubuh Elrony mampu menerima cangkokan hati dari tuan Defrand dengan baik, begitu juga dengan Elrony yang hatinya kini dapat berfungsi lagi seperti semula. Sejauh ini sel kanker itu tidak kami temukan lagi pada tubuh Elrony. Namun untuk antisipasi, ada baiknya jika Elrony maupun tuan Defrand melakukan check up sebulan sekali pada tahun pertama setelah operasi berlangsung guna mengetahui jika ada hal-hal buruk yang bisa saja terjadi pada diri keduanya."

Aku mengangguk mendengar penjelasan dokter Matthew. Memang dokter Matthew sudah menjelaskan dari awal jika bagi pendonor, efek samping utama adalah adanya bekas luka operasi, selebihnya dia akan hidup normal. Efek samping dibandingkan sebelum transplantasi hampir tidak ada, bahkan pendonor akan merasa jauh lebih sehat daripada sebelum operasi. Berbeda dengan El sebagai penerima donoran, karena terkadang penerima donoran tidak merespon positif hati yang dicangkokkan pada tubuhnya.

"Terima kasih dokter Matthew atas segala bantuan anda begitu juga dengan tim and yang telah berhasil melaksanakan operasi anak saya." Aku menjabat tangan dokter Matthew sebagai tanda salam perpisahan.

"Sama-sama nyonya. Saya harap mereka berdua akan selalu dalam keadaan sehat begitu pula dengan anda, dan mungkin dapat berkunjung kembali di lain hari dalam keadaan sukacita." Dokter Matthew membalas jabatan tanganku.

"Ahh, tentu dokter. Mungkin jika kami berencana liburan kesini, kami akan memasukkan jadwal bertemu denganmu pada daftar kegiatan yang akan kami lakukan." Dokter Matthew terkekeh menampilkan gurat-gurat halus di wajah keriputnya.

"Sampaikan salamku kepada nyonya Matthew, katakan padanya aku meminta maaf karena tidak bisa berpamitan secara langsung dengannya." Ucapku mengingat istrinya yang sudah berambut putih namun tetap nampak segar saat dia mengunjungi suaminya yang sedang bekerja kala aku berada di ruangan dokter Matthew membicarakan kondisi El.

"Tentu nyonya. Akan aku sampaikan."

"Sekali lagi terima kasih dokter, saya permisi." Aku berdiri lalu keluar dari ruangan dokter Matthew. Ya Allah, lega sekali rasanya.

Drrrttt... Drrrtttt...

Handphone yang kuletakkan disaku celanaku bergetar. Aku mengambilnya dan melihat nama pemanggil lalu menggeser tombol berwarna hijau pada layar flat handphoneku.

"Hallo..." Sapaku pada Mama yang berada di ujung telepon.

"Princess, gimana keadaan El sekarang? Kalian jadi pulang kan?" Tanya Mama. Aku terdiam sejenak. Memang sejak El melakukan operasi pengangkatan dan pencangkokan pada hatinya lima hari lalu, malamnya aku langsung memberitahukan berita bahagia tentang kesuksesan operasi itu pada keluargaku di Indonesia.

Papa sempat bertanya siapa yang rela mendonorkan kepada El, tapi aku menjawab bahwa ada seorang teman yang memang berbaik hati untuk mendonorkannya. Bukan maksudku untuk membohongi karena perlahan itu semua akan terbongkar, hanya saja aku belum siap jika menceritakan yang sebenarnya. Terlebih lagi kini Papa memiliki riwayat penyakit jantung, aku takut jika kuberitahu sekarang, Papa akan terkena serangan jantung lagi seperti saat diawal Papa tahu bahwa aku hamil.

"Hallo... Princess? Kamu masih disana?" Tanya Mama menyadarkanku.

"Ehh, iya Mah. Kenapa?"

"Kalian jadi pulang ke Indonesia kan?" Tanya Mama mengulangi pertanyaannya.

"Rencananya nanti malem Caca sama El emang mau balik ke Indonesia Mah. Cuma temen Caca yang ngedonorin hatinya buat El itu ngajakin ke Bali dulu. Caca setujuin aja, lagian kan nggak enak Mah. Dia udah bantu Caca masa' Caca nolak ajakan dia." Jawabku.

Fix YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang