FY-14

3.7K 251 34
                                    

Seorang gadis berusia 17 tahun bernama Salma berbaring sambil telungkup dan memegang sebuah novel bersampul oranye ditangannya. Entah sudah berapa kali dia membaca habis novel yang sejak enam bulan lalu dimilikinya itu sampai-sampai tiap lembarnya lusuh, yang jelas menurutnya, membaca novel adalah kegiatan paling menyenangkan untuk membunuh waktu dalam hidup yang menurutnya suram.

Kedua mata indahnya membulat sempurna saat dia mendengar suara ketukan heels beradu dengan lantai marmer. Ia memandang sekilas jam wekker doraemon kado ulang tahun ke-16 pemberian teman sebangkunya pada sekolah terdahulu yang teronggok di atas meja belajarnya

Jam kecil berwarna biru dan putih itu menunjukkan pukul 14.45, dan seharusnya suara ketukan sepatu itu tidak terdengar sekarang. Gagang knop pintu kamarnya berputar dan terbukalah pintu berwarna putih itu yang menampilkan seorang wanita menggunakan pakaian khas kerja berdiri tegak dengan pandangan tajam kearah gadis itu.

"Kenapa kamu nggak mau makan siang, hah? Udah mulai berani melawan kamu?" Sergah wanita itu meraih helaian rambut Salma. Salma meringis menahan sakit, tapi ini udah biasa kan Sal? ucapnya dalam hati.

"Kamu mau mati sekarang, hah? Kamu mau nama saya jadi jelek gara-gara kelakuan kamu?" Ucap wanita itu lagi semakin kencang menarik rambut Salma yang menyebabkan wajahnya memerah menahannya.

"Ampuuuun, tapi Caca bener-bener belom pengen makan." Ujar Salma memohon sambil menyentuh tangan yang menarik kuat rambutnya agar merenggang. Benar saja, seketika tangan itu terlepas.

"Jangan sentuh saya!" Geram wanita itu lalu berbalik meninggalkan sambil menutup keras pintu kamar Salma. Setetes air mata jatuh membasahi pipi chubby milik Salma. Sakit masih terasa dikepalanya akibat perlakuan wanita tadi, belum lagi semenjak jam isirahat kedua tadi dia merasakan tubuhnya tak enak dan kedua matanya perih serta lidahnya yang mendadak terasa pahit yang menyebabkan dia tak berselera untuk memasukkan apapun ke dalam mulutnya, namun itu tak seberapa dengan sakit dihatinya yang sudah terdapat luka yang menganga.

"Come on Ca! Kenapa masih nangis sih? Ini udah biasa kan? Masih untung kepala kamu nggak dijedotin ke tembok sampe biru-biru." Ucapnya pada diri sendiri sambil menghapus air matanya yang mengalir.

***

"Abang, bangun Bang..." Seru seorang anak laki-laki berseragam kemeja biru muda dengan celana panjang putih dan dasi putih menggantung dilehernya mengetuk pintu coklat tepat disebelah kamarnya sambil menyentuh tombol-tombol PSP hitam miliknya.

"Bang, Mommy udah ngomel tuh... Lo mau duit jajan lo dipotong yaaa?" Ujarnya lagi, namun tak ada jawaban dari sang empunya kamar. Dia mengangkat bahu sambil berjalan menuruni tangga untuk menghampiri anggota keluarganya yang lain di ruang makan.

"Mana Abang kamu Al?" Tanya seorang pria yakni Ayahnya yang sedang asyik membaca koran. Anak laki-laki yang disapa Al itu memutar dan duduk disebelah gadis berkemeja putih dengan rok kotak-kotak merah senada dengan dasi yang dikenakannya yang sedang sibuk mengolesi helai demi helai roti dengan mentega.

"Biasa Dad. Ngebo!" Jawab Al datar mematikan PSPnya lalu meletakkannya di meja.

"Sini dek, Kakak bantuin." Ucap Al melirik adik kecilnya yang sudah duduk di bangku sekolah dasar kelas 4 itu bernama Aluna.

"No! Biar Aluna aja. Tangan Kakak nggak steril. Pasti abis mencetin PSP belom cuci tangan kan? Itu juga kalo cuma mencetin PSP, kalo sambil ngupil gimana? Hiihh..." Ucap Aluna bergidik ngeri dan disambut cekikikan kecil oleh ayah mereka, sementara Al pura-pura mendengus kesal lalu mengalihkan perhatiannya ke PSP yang kini sudah di genggamannya lagi.

"Eh... Eh... Eh... No handphone dan no PSP waktu kita lagi ngumpul, remember?" Ucap sang Ibu yang muncul dari arah dapur dengan lima buah gelas minuman diatas nampan berisi susu.

Fix YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang