"Kau tahu, terkadang aku berpikir, mungkin hidup ini adalah mural yang belum selesai. Kita memiliki kebebasan untuk mengisi setiap warna dan menciptakan cerita kita sendiri."
-Mahendra Hardhika-
Mural yang dikerjakan oleh Mahendra dan Anvitha semakin mendekati penyelesaian, dan aura di taman rumah sakit itu semakin ceria. Suasana tawa dan keceriaan telah menggantikan keheningan yang biasanya menyelimuti ruangan.
Pasien lain banyak yang ikut berpartisipasi, dan mereka bekerja bersama dengan semangat yang membuat suasana semakin hangat. Mahendra merasa sangat beruntung bisa berada di tengah-tengah momen itu.
Suatu hari, saat mereka sedang melukis latar belakang mural, Mahendra melihat Anvitha dengan serius memikirkan palet warna.
"Anvitha, kau tahu? Ketika kita menggambar ini, rasanya seperti kita sedang menulis buku tanpa kata," ujarnya, berusaha mengajak Anvitha berbicara lebih banyak.
Anvitha menatap palet warna, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Mahendra. "Ya, ini seperti mengekspresikan cerita kita tanpa perlu berbicara. Kadang, warna-warna ini bisa lebih jujur daripada kata-kata."
"Jujur? Jadi, jika aku menggambar warna hijau, itu berarti aku merasa segar?" tanya Mahendra, berusaha melontarkan lelucon.
"Bisa jadi. Tapi, jika kau menggambar warna cokelat, itu mungkin berarti kau merasa seperti... kue yang sudah basi," balas Anvitha dengan senyum menggoda, membuat Mahendra tertawa.
"Ah, jangan bilang itu! Aku ingin menjadi kue yang baru keluar dari oven! Lezat dan menggoda!" dia menjawab sambil mengangkat tangan seolah-olah memamerkan kue yang sempurna.
Keduanya tertawa, dan Mahendra merasa bahwa momen-momen kecil seperti ini adalah harta berharga yang ingin dia simpan selamanya. Mereka berlanjut melukis, saling menggoda dan berbagi cerita.
Anvitha mulai berbagi lebih banyak tentang hidupnya, momen-momen bahagia, dan betapa menyedihkannya saat melihat keluarganya terpecah.
"Kadang aku merasa seperti bagian dari diriku hilang saat mereka bercerai. Aku harus belajar menyatukan kembali bagian-bagian yang hilang itu," Anvitha mengungkapkan dengan suara lembut, namun ada kekuatan dalam kata-katanya.
Mahendra mengangguk. "Tapi kau kuat, Anvitha. Melalui seni, kau bisa menyatukan kembali bagian-bagian itu. Aku tahu kita tidak bisa mengubah masa lalu, tapi kita bisa menggambar masa depan."
Anvitha menatap Mahendra, matanya bersinar. "Kau tahu, terkadang aku berpikir, mungkin hidup ini adalah mural yang belum selesai. Kita memiliki kebebasan untuk mengisi setiap warna dan menciptakan cerita kita sendiri."
Mahendra tersenyum, terpesona oleh kebijaksanaan yang muncul dari bibirnya. "Mungkin kita harus menambahkan warna merah ke mural kita, yang melambangkan semangat yang tumbuh di antara kita!" dia menyatakan dengan nada bersemangat, meskipun dalam hatinya, dia merasa sedikit canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anvindra (Ft.Mark NCT) (COMPLETED✅)
RomanceKota yang penuh hiruk pikuk dan ambisi, menjadi saksi pertemuan dua jiwa yang terluka. Mahendra Hardhika, seorang karyawan swasta yang merantau ke ibu kota, tak pernah menyangka bahwa kunjungannya ke rumah sakit jiwa untuk menemui temannya, Dr. Ria...