Kota yang penuh hiruk pikuk dan ambisi, menjadi saksi pertemuan dua jiwa yang terluka.
Mahendra Hardhika, seorang karyawan swasta yang merantau ke ibu kota, tak pernah menyangka bahwa kunjungannya ke rumah sakit jiwa untuk menemui temannya, Dr. Ria...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dalam kebingungan dan kepanikan, seorang gadis yang mengenakan gaun pengantin berlari dari satu sisi ruangan ke sisi lainnya, mencoba mencari jalan keluar. Api berkobar di sekelilingnya, mengepung dengan ganas.
Suara ledakan yang mengguncang dinding membuatnya terjatuh. Hatinya berdegup kencang, rasa takut menyelimuti seluruh tubuhnya. Namun, di tengah kekacauan itu, dia tahu satu hal: dia harus bertahan hidup.
Kepulan asap hitam memenuhi udara, membuatnya hampir tidak bisa bernapas. Anvitha teringat akan semua yang telah dia lalui, semua kesakitan dan ketidakadilan yang dia rasakan. .
Dia tidak bisa membiarkan semuanya berakhir di sini. Dia tidak bisa membiarkan ibunya menang, tidak bisa membiarkan rasa takutnya mengalahkan keinginannya untuk hidup.
Tidak lama kemudian ia mendegar suara Mahendra memanggilnya. "Anvitha! Di mana kamu?"
Suaranya Mahendra terdengar samar di tengah kobaran api. Anvitha pun teringat semua kenangan indah yang mereka lalui bersama-tawa, canda, dan cinta yang telah mereka bangun.
"Aku tidak bisa membiarkanmu pergi!" Anvitha bisa mendengar suara Mahendra.
Setelah berjuang melawan kepanikan, Mahendra akhirnya menemukan dirinya terjebak di sudut ruangan, terhalang oleh reruntuhan.
"Mahendra!" teriaknya, suaranya lemah dan putus asa, terjerembab di sudut dengan wajah yang dipenuhi rasa ketakutan dan keputusasaan.
"Sayang, aku janji kita akan terus bersama, jika tidak dikehidupan ini, maka aku janji bahwa kita akan bertemu di kehidupan selanjutnya. " ucap Anvitha, air matanya mengalir begitu deras, entah kenapa ia berfikir ia sudah tidak bisa bersama Mahendra lagi.
Anvitha melihat Mahendra yang menggelengkan kepala,lalu Mahendra mengulurkan tangannya"Tidak sayang, sekarang genggam tanganku, dan pergi bersama dari tempat ini."
Setelah tangan mereka berhasil menyatu ia melihat Mahendra berusaha menarik dirinya keluar, tetapi suhu yang menghanguskan dan kepulan asap membuatnya semakin sulit bernapas.
Di tengah kobaran api, Anvitha melihat Mahendra yang mulai merasakan pusing yang tajam, dan pandangannya mulai gelap.
Dengan satu tarikan napas terakhir, Anvitha melihat Mahendra yang jatuh pingsan, hal itu membuatnya panik.
"Mahen, kumohon kamu harus bertahan." Anvitha menangis disana.
Tidak lama kemudian, saat Anvitha mulai tidak sadarkan diri, Anvitha ditarik oleh seseorang dari sana.
Saat terbangun, ia melihat sekeliling, dan ia berada di ruangan asing. Ia yakin kalau ia diculik lagi Anvitha berteriak dan berusaha melawan, tetapi tenaganya tidak cukup kuat.
Di dalam ruangan itu, mereka mengikat tangan dan kakinya, menutup mulutnya dengan kain.
Ketakutan merayap di hatinya saat dia menyadari bahwa dia diculik. Mereka berada di sebuah rumah terpencil, jauh dari keramaian kota. Di sana, dia dikurung dalam ruangan gelap dan lembap, tanpa tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
