Bismillah
Happy Reading ...
***
Pukul 21.00
Indra duduk di rumahnya. Ia memutuskan untuk menyetujui permintaan sang Ayah untuk menginap di rumahnya.
Anita tak sedingin biasanya. Tetapi masih tidak ingin bicara banyak dengan putranya. Mengetahui keadaan Aira sekarang baik-baik saja membuat Anita cukup lega.
Jam segini biasanya Anita sudah tidur. Berbeda dengan Ayah dan anak itu. Mereka terkadang tidur sampai larut malam.
"Ndra," panggil Andra.
Indra sedikit terkejut. Ia sempat melamun. Memikirkan kejadian tadi sore di taman.
"Eh, i--iya, Ayah." Indra menggeser duduknya supaya Andra leluasa untuk duduk.
Rupanya Andra membawa nampan berisi dua cangkir teh hangat.
"Ini. Ayah bikinkan teh," ucap Andra.
"Ya ampun, Ayah. Nggak usah repot-repot. Kenapa tadi nggak bilang Indra aja? Biar Indra yang buatkan teh untuk Ayah. Ini malah Ayah juga bikinin buat Indra," ujar lelaki itu sembari membantu sang Ayah meletakkan cangkir.
Andra tersenyum. "Nggak papa. Lagi pengen aja."
Indra tersenyum sekilas.
Setelah duduk, Andra menatap putranya. "Nak."
"Iya, Ayah?"
"Kamu ada ketemu sama Aira?"
Indra tak langsung menjawab. Ia teringat lagi dengan kejadian tadi sore. Matanya kembali memanas mengingat perubahan drastis yang terjadi pada Aira.
Indra mengangguk samar. "Tadi sore ketemu."
Andra menyesap tehnya sebelum kembali bicara. "Keputusan kamu bagaimana, Nak? Sebentar lagi masa pernikahan kalian mencapai tiga bulan. Kamu tetap berpisah dengan Aira?" Andra sengaja menanyakan itu.
Indra menggeleng mantap. "Indra nggak mau berpisah, Yah. Indra ngaku ternyata selama ini Indra nggak bisa hidup tanpa Aira. Indra udah cinta sama Aira. Selama Aira nggak ada, semuanya terasa hampa, Yah," jawab Indra.
Andra menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. "Jangan terlalu berharap sama manusia. Jangan terlalu terobsesi. Usaha memang perlu, tapi kalau berlebihan, justru itu membahayakan," ujar Andra.
Indra diam.
"Berharap sama manusia itu hanya akan membuat kita kecewa. Apalagi sampai berlebihan. Kalau kamu memang ingin mempertahankan Aira, silakan. Tapi jangan bersikap berlebihan yang nanti malah akan membuatmu menyesal."
Indra tak menyela. Ia diam mendengarkan Ayahnya.
"Usaha, do'a, kemudian tawakal. Serahkan semuanya kepada Allah. Kita hanya bisa berdo'a dan berusaha. Selebihnya, biarkan Allah yang mengatur. Apapun yang Allah tetapkan pasti adalah yang terbaik, Nak."
Andra tersenyum menatap putranya. "Sekarang kamu sudah tahu kebenarannya. Jadikan ini semua pelajaran. Jangan suka bertindak gegabah dan mengambil keputusan tanpa pertimbangan."
"Minta pertolongan Allah, Nak. Dan, dekati dulu Penciptanya, baru ciptaan Nya" sambung Andra. Indra menatapnya.
"Aira mencoba untuk menenangkan diri. Lo juga harus nenangin diri lo. Lo bilang tadi nggak mau bertindak gegabah, kan? Kalau gitu kasih jeda buat kalian berdua. Biarin Aira sendiri dulu. Gue emang bukan orang alim dan sholeh. Bahkan gue jauh dari kata itu, tapi ingat kata gue tadi. Mendekatkan diri pada Sang Khalik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Indra Aira
Romance"Saya terima nikah dan kawinnya Aira Humaira Azzahra binti Ahmad Hidayat dengan maskawin tersebut dibayar tunai!" Pernikahan didasari dengan keterpaksaan. Kedua insan yang awalnya tak saling mengenal menyatu dalam ikatan suci. Indra Fadil Dirgantara...