23. MENGINAP DI RS.

0 0 0
                                    

Terlihat Franda agak tegang saat diajak ngobrol dengan Damar yang sekarang melihat wanita yang cintai oleh adiknya itu. Tak bisa berbuat banyak, dia terlihat sangat gugup dan sangat canggung. Mereka berada agak jauh dari ruangan rawat Ammar, karena tak mau jika orang lain juga akan tahu.
"Jika kamu sudah tahu persis bagaimana keadaannya, bisa ku minta tolong padamu. Anggaplah ini sebagai permohonan terakhir dari seorang kakak," ucap Damar yang seakan sudah tak dapat membedung lagi air matanya yang selama ini ia tahan untuk menguatkan orang-orang yang ada disekitarnya.
"Nona Franda, aku sungguh minta maaf dengan sikap dinginku padamu selama ini. Tapi sungguh aku melakukan itu karena aku khawatir pada adikku. Selama ini aku telah mendokrin diriku sendiri, bahkan aku ingin melawan takdir Tuhan. Tapi…" suara sangat parau sekali karena menahan rasa yang begitu sangat sesak didadahnya.
"Jika itu sangat berat untuk anda katakan, tak usah anda paksa pak!" ucap Franda yang tak mau memaksa Damar untuk bicara jujur dengan keadaan yang sedang terjadi saat ini.
Franda yang melihat itu merasa terharu juga karena sepertinya itu cukup berat baginya. Setelah Damar menceritakan semuanya pada Franda, menjelaskan bahwa dirinya tak membenci Franda atau hubungannya dengan Ammar, bahkan dia akan dukung jika itu bisa membuat adiknya kuat.
Keesokan paginya Ammar yang baru bangun sangat sibuk mencari sosok wanita yang semalam masih ada disampingnya. Tapi, saat ia buka mata kembali wanita itu tak ada, ibunya mendatangi putranya yang baru saja bangun.
"Kau sudah bangun? Cari siapa, nak Franda lagi kembali ke hotel karena ambil barang-barangnya. Dia tadi ingin pamitan sama kamu tapi karena masih tidur jadi tak ia bangunkan kamu," jawab sang ibu yang menjelaskan.
"Ouh. Begitu," jawab singkat dari Ammar.
Franda yang baru saja sampai di hotel akan masuk kedalam kamarnya dicegat oleh Iqbal yang entah dari mana, ia mendatangi Franda. "Bu Franda," panggilan yang khas.
"Iya, ada apa?" jawaban langsung dari Franda yang langsung menoleh kebelakang.
"Saya akan pulang hari ini nanti jam 1 siang, tadi pak Ariza bilang pada saya. Anda mau ikut pulang dengan saya atau anda mau tinggal disini, nanti akan di booking 1 kamar VVIP atau di kamar ini saja anda tinggal?" tanya Iqbal yang menunggu jawaban dari Franda.
"Bilang saja pada Riza, aku sepertinya tak akan ikut pulang denganmu. Karena ada seseorang yang lebih membutuhkan aku disisinya saat ini. Dan nggak usah booking tempat lagi," jawab Franda pada Iqbal.
"Baik akan saya sampaikan pada Pak Ariza," ucap Iqbal yang mengerti keadaannya.
Pukul 11 siang Franda sekarang sudah datang lagi ke Rumah Sakit dimana Ammar diraawat, ia datang dengan membawa kopernya dan barang-barangnya yang lainnya. "Nak Franda," suara yang sangat khas sangat lembut dari seorang ibu.
"Hehe—baru diusir dari rumah mertua yah bu," candaan Ammar saat melihat Franda masuk kedalam.
"Assalamualaikum, maaf bu. Saya boleh menginap disini?" ucap Franda dengan wajah yang sangat cerah.
"Bila perlu kamu bisa nginap dirumah Ammar, kita tinggal disana nak!" ucap Jia yang menawarkan tempat untuk Franda.
"Tidak, itu sama saja aku tak bisa dekat sama Ammar." Jawaban itu mampuh membuat orang-orang yang mendengarnya melongo dengan apa yang dikatakan oleh Franda.
"Apa maksudnya itu?" tanya Ammar yang minta penjelasan dari apa yang dikatakan oleh Franda. Ia hanya bisa menjawab dengan senyuman yang tipis, lalu meletakan kopernya di sudut tembok.
"Iya, karena aku akan tinggal disini denganmu. Bolehkan ibu," ucap franda yang minta pendapat dari dua orang sekaligus.
Ammar hanya mematung karena mendengar apa yang dikatakan oleh Franda yang sangat rmendadak itu, dengan senyum yang mengembang terukir diwajahnya yang cantik.
"Haa? Kamu pikir tempat ini adalah penginapan apa?" protes Ammar yang tak mau jika Franda merasa lelah karena menunggunya di tempat.
"Jadi tak boleh aku tinggal disini?" wajahnya sangat memelas dan manja, luluh ranta sudah pertahanan Ammar melihat wajah itu.
"Jelas tak boleh, lalu kamu akan tidur dimana? Kalau kamu tinggal disini," tanya Ammar yang sangat mengkhawatirkan kondisini dari Franda.
"Iya disini, lalu dimana lagi. Bolehkan?" menujuk ke bawa.
"Franda. Jangan macam-macam deh! Ini tak baik untukmu, udah kamu tinggal dirumah saja sama mamah dan mba Ruhi. Nggak usah tinggal disini," ucap Ammar yang tak mau menyusahkan.
"Tidak mau!" Tolak Franda yang membantah dengan sangat keras.
"Kamu yakin mau tinggal sama Ammar, disini nak? Tapi tempat ini bukan hotel, atau bisa kamu tinggali. Lalu kamu akan tidur di lantai?" tanya Jia ibu dari Ammar
Franda yang begitu sangat kekeh ingin tinggal di sana hingga tak ada lagi yang melarangnya, Jia dan Ammar sangat pasrah karena keras kepalanya Franda. Bahkan Damar dan Ruhi juga melarangnya untuk tinggal disana, tetap dia tak mau mendengarkan siapapun.
"Bebel banget sih kalau dibilangin sama orang tua," ucap Jia yang sudah tak tahu lagi harus bagaimana untuk memberi tahu Franda.
Pukul jam 11 malam, Franda yang ditinggal diruangan sendirian dengan Ammar. Ibu dan kakak iparnya pulang, yang tinggal sekarang Damar tapi tak tinggal di ruangan karena dia hanya mengawasi Ammar dari layar pengawas. Franda sekarang hanya diberikan tikar dan kasur lantai, bantal juga cuman satu dan selimut yang dia bawa dari rumah sendiri.
Ammar yang terus saja memperhatikan Franda yang tidur dengan sangat gelisah dibawa sana, walau matanya memejam tapi tidurnya bolak-balik saja seperti tak nyaman.
"Franda, kamu tidak bisa tidur?" tanya Ammar yang tidur dengan miringkan badannya itu, terlihat gerakan Franda terhenti saat mendengar suara itu.
"Aku sudah tidur," jawabnya tanpa sadar jika suara yang ia balas dengan jawaban malah membuat pria yang terbaring diatas ranjang itu bingung.
Ammar tersenyum geli mendengar jawaban itu. "Jika sudah tidur, kamu tak mungkin akan menjawab pertanyaanku."
Franda yang mendengar jawaban itu seketika melipat bibirnya kedalam, karena telah bicara saat ia sedang berpura-pura tidur.
"Kan sudah aku bilang tadi, tempat ini kurang nyaman jika di jadikan tempat penginapan. Tapi, kamu malah kekeh ingin tinggal disini, sekarang kau sulit untuk tidur dengan nyaman kan."
"Aku bisa tidur kok! Kamu tak usah khawatir," ucap Franda yang membantah dengan apa yang dikatakan oleh Ammar.
"Bagaimana aku tak khawatir, kamu tampak tak bisa tidur begitu! Jika kamu memang bisa tidur, tak bolak-balik badan seperti itu kan," ucap Ammar.
"Kamu istirahat saja, aku akan cepat tidur. Jangan terus ajak aku bicara," ucap Franda yang langsung menutup dirinya dengan selimut.
"Franda, coba kamu bangun dulu. Boleh minta tolong, tuangkan air minum. Aku sangat haus sekali," ucap Ammar yang memintanya.
Bangunlah si Franda tanpa protes, ia menuangkan air putih di gelas lalu memberikan pada Ammar. Setelah selesai, Franda meletakan gelas tak jauh dari tempatnya semula. "Franda kemari sebentar," pinta Ammar kembali.
"Ada apa lagi?" tanya Franda yang sekarang wajahnya agak cemberut.
Tanpa menunggu jawaban, Ammar dengan kekuatan tersisah ia menarik Franda ke rajangnya dan mendekapnya dalam pelukan. "Kyaa--- apa yang kamu lakukan?" teriak Franda yang kaget.
"Udah jangan banyak gerak nanti kamu bisa jatuh, malam ini kamu tidur disini bersamaku. Ini pengecualian yah," ucap Ammar yang mulai memejamkan matanya setelah berhasil menenangkan Franda yang awalnya sempat memberontak.
"Ini nggak lucu deh! Ranjang ini tak muat untuk kita berdua,"
"Jika tidur seperti ini tempat ini muat kan, makanya kamu jangan banyak bergerak. Agar jangan terjatuh," ucap Ammar yang semakin mempererat pelukannya.
"Baiklah," Franda lalu membalas pelukan itu dan mulai tidur memejamkan mata walau tubuh Ammar berbau obat-obatan tapi itu terasa sangat nyaman, dan sangat hangat.
Ditempat lainnya, Nois sekarang yang seperti sangat kelelahan karena baru pulang dari kerja ditambah harus mengurus berbagai kegiatan pra nikahnya. Beberapa undangan dan barang-barang untuk acara pernikahannya juga sudah datang, ia juga baru saja mengambil satu set perhiasan untuk mas kawin dan cicin nikahnya.
TOK TOK TOK
"Mas, aku boleh masuk?" suara seorang pria yang berada di luar kamarnya.
Nois langsung bangun dari tempat, membuka pintu kamarnya. "Ada apa Van?" jawaban Nois setelah melihat siapa orang yang ada dibalik pintu.
"Ini kata mommy, suruh ngasih ini. Mas Nois capek yah? Mau aku pijetin nggak!" tawaran Evan sepupunya yang baru datang dari Australia.
"Nggak usah Van, aku sedang lagi nggak mood sekarang. Ada lagi yang ingin kamu perlukan denganku?" tanya Nois kembali.
"Tak ada sih, yaudah aku pergi lagi sekarang." Evan yang langsung pergi lagi setelah bicara singkat dengan kakak sepupuhnya itu.
"Bagaimana dengan Nois, kamu sudah sempat ngobrol dengannya?" tanya Aluna ibu dari Evan yang sangat penasaran dengan keadaan keponakannya itu.
Karena raut wajanya agak aneh walau dia akan menikah tapi, wajahnya tak menujukan dia bahagia atas pernikahannya. Walau Aluna tahu jika keponakannya itu dijodohkan, tapi ia tak mau ngambil kesimpulan jika Nois itu tak suka.
"Boro-boro mau ngobrol. Aku sudah di usir duluan sama Mas Nois yah mom," ucap Evan yang langsung duduk di sofa.
Aluna hanya bisa benarik nafasnya saja karena tak biasa bicara apapun saat ini apa lagi Nois anak yang sangat tertutup, ia jadi sulit sendiri untuk mengetahui apakah keponakannya itu sedang merasakan hal yang tidak dia sukai atau merasa sangat kesulitan karena tuntutan dari kedua orang tuanya yang seperti membatasi gerak bebasnya.
"Kamu ini nggak bisa diandalkan, ini tetap mommy yang maju Van!" ucap Aluna yang langsung naik keatas. Menuju kamar keponakannya yang sekarang sudah terlelap dalam tidur, ia tak berani lagi untuk membangunkan keponakannya itu.
"Kayaknya dia sangat lelah sekali, besok saja deh!" ucapnya.

Bersambung…

[ TERBIT ] NAMA HUBUNGAN TERAKHIR KITA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang