Aqueena dan Bella berdiri di sebuah makam yang bertuliskan 'Meghantara Samuel Haberto'. Keduanya terdiam memandangi makam yang tertutupi tumbuhan hijau. Mereka tak lupa menghadiahkan buket bunga kepada Megha dan meletakkannya di samping batu nisan. Keduanya larut dalam pikiran masing-masing tanpa ingin berbicara. Aqueena tak merasakan kesedihan sedikitpun. Gadis itu merasa asing dengan nama yang tertera sehingga membuatnya tak tahu harus bereaksi seperti apa, apakah dirinya harus bersedih, atau dirinya harus minta maaf karena setelah kejadian itu Aqueena selamat sementara Megha malah menjadi korban?
Di sisi lain, Bella terus memandangi tulisan yang tertera di batu nisan sembari terus menahan air matanya. Setelah kejadian itu, Bella tak pernah sekalipun mengunjungi Megha. Kali ini setelah datang ke makam Bella merasa semakin sedih. Kenapa Megha harus mengalami ini semua?
Ada satu hal yang terus membuat kesedihan Bella bertambah berkali lipat, yaitu saat dirinya terakhir kali jalan-jalan bersama Megha sebelum tragedi akademi. Bella dan Megha tak terlalu dekat seperti yang lainnya. Megha adalah anak yang cenderung lebih banyak diam, berbeda dengan Mauryn dan Chelsea yang cerewet, alasannya sudah pasti karena Megha selalu melihat hal-hal tak kasat mata atau bahkan masa depan yang membuatnya takut. Mungkin karena itulah Bella tak berani mengajak gadis itu berbicara berdua saja.
Ada suatu waktu ketika Bella tak sengaja bertemu Megha ketika kembali dari kelas. Keadaan itu memaksa Bella harus berdua dengan Megha. Tak mungkin Bella tak menyapa, toh mereka sering nongkrong bersama. Tak mungkin juga Bella mengelak, toh tujuan mereka sama-sama mau kembali ke asrama.
Bella benar-benar merasa sangat canggung dengan situasi itu sebab Megha tak berbicara, sedangkan Bella tak tahu topik apa yang bisa dijadikan pembicaraan. Lalu tiba-tiba saja Megha menghentikan jalannya sehingga membuat Bella bingung.
"Ada apa Meg?" tanya Bella menatap Megha. Raut wajah Megha saat itu benar-benar pucat sehingga membuat Bella refeks bertanya lagi. "Kamu sakit? Wajahmu pucat."
Sekilas Bella melihat wajah Megha yang menegang. Gadis itu membulatkan mata yang membuatnya terlihat seperti sedang melihat hantu. Bella juga melihat timbulnya bintik-bintik air di pelipis gadis itu. Megha mematung untuk beberapa saat. Bella terus memanggil, namun tak ada jawaban dari gadis itu.
Beberapa saat kemudian, akhirnya bola mata Megha kembali bergerak. Gadis itu tiba-tiba tersenyum hingga membuat Bella kebingungan.
"Ada apa? Kamu kenapa?"
"Bukan apa-apa." Megha tersenyum lagi. Senyumannya membuat Bella merasa janggal. "Ayo jalan lagi."
"Ada apa sih?"
"Hewan peliharaanku meninggal."
"Hah? Meninggal? Kok kamu tahu?"
"Tentu saja. Aku 'kan bisa melihat masa depan." Megha kembali tersenyum. "Ah, sebenarnya bukannya bisa melihat masa depan, hanya saja ada beberapa makhluk yang mengikutiku memperlihatkan masa depan padaku."
"Sama saja. Itu artinya kamu bisa melihat masa depan." Bella sedikit menggerutu.
"Kehidupan dan kematian selalu bergandengan. Setelah kehidupan, pastinya akan datang kematian."
"Kenapa kamu tiba-tiba bicara begitu?"
Bukannya menjawab, Megha malah menambah beban bagi otak Bella. "Ya, tak ada yang tahu kapan kehidupan itu akan direnggut dan kapan kehidupan itu akan datang. Kita sebagai manusia hanya bisa menjalani takdir sang pencipta. Tiba saatnya terlahir, makhluk akan bernapas dan tumbuh dewasa. Tiba saatnya kematian, makhluk hanya bisa pasrah."
"Kamu ini kenapa tiba-tiba membicarakan filsafat." Bella mendesah keras. "Kamu 'kan tahu aku tak mengerti meskipun dijelaskan berkali-kali."
Mendengar ucapan Bella membuat Megha tertawa terbahak-bahak. Melihatnya membuat Bella berdecak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Magic Stone: Red Pearl
FantasySeason 2 dari seri 'Magic Stone' ______ __ _ Dia... Siapa sangka, dia...belum pergi! -Arthur- ___ ____ ______ ©Copyright 2018