26. Why?

28 7 0
                                    

Arthur terbangun di sebuah ruangan yang tak dikenalnya. Lelaki itu sedikit pusing hingga membuatnya menyentuh kepala. Dia juga merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Badannya terasa berat hingga membuatnya malas untuk bangun. Namun, Arthur tak bisa berlama-lama sebab dia harus kembali ke apartemen. Takutnya Orlando mencarinya. Sahabatnya itu suka lebay kalau Arthur tak ada di apartemen ketika dia pulang dari kencan bersama Bella.

"Jam berapa sekarang?" Arthur bangkit sembari menengok jam tangan yang melingkari pergelangan kirinya. Seketika matanya melotot melihat waktu yang menyatakan hari sudah berganti walaupun gelap masih menyertai.

DRRRTTTT

DRRTTTTT

Seketika ponsel yang berada di saku celananya bergetar. Arthur masih sedikit kaget dan tak berbiasa menggunakan perangkat komunikasi itu hingga membuatnya berdecak.

"Kenapa tak menggunakan telepati atau burung penghantar pesan saja, sih? Mengganggu sekali benda ini!"

Meskipun kesal, namun Arthur tetap menganggat telepon yang terus bergetar. Tanpa melihat nama yang tertera pun Arthur sudah tahu siapa yang menghubunginya.

"Halo, Arthur, kau dimana? Kenapa kau tak ada di apartemen?"

"Bukannya bagus aku tak ada di apartemen? Dengan begitu kau punya banyak waktu bersama Bella."

"Ayolah. Aku tidak seperti itu. Aku tak mungkin membiarkan sahabatmu tidur di luar sendirian tak ada yang menemani ditambah pula dingin tanpa pelukan kekasih hati. Ah, paket lengkap. Kasihan sekali sahabatku ini."

"Banyak omong!" Arthur benar-benar kesal mendengar kenyataan hidupnya yang diucapkan orang lain.

"Ngomong-ngomong kau dari tadi tak bisa dihubungi. Apa yang terjadi padamu? Kau dimana? Kau baik-baik saja kan? Kau sudah makan malam? Sudah minum? Sudah mandi?"

"Lebih baik kau tanyakan itu pada Bella."

"Hei! Aku mencemaskanmu, tahu! Sejak tadi Aqueena mencarimu."

Arthur terdiam mendengar Orlando menyebut nama Aqueena. Oh, iya, tadi Arthur melupakan gadis itu saking kesalnya melihat orang yang tersenyum setelah mencelakai mereka berdua.

"Aku memberikan nomor ponselmu pada Aqueena. Kurasa dia menghubungimu sejak tadi."

"Apa Aqueena baik-baik saja?"

"Tidak!"

Wajah Arthur langsung tegang mendengar ucapan Orlando.

"Aqueena masih aneh. Dia seram sekali sampai-sampai aku merasa Aqueena punya dua kepribadian. Masa Aqueena berbicara kasar terus menghina telingaku dan berkata kalau dia akan menenggelamkanku kalau aku tak memberikan nomor ponselmu. Dia juga berkata kalau dia akan meratakan apartemen kita kalau aku tak memberitahu keberadaanmu. Bukankah dia aneh?"

Wajah Arthur langsung lesu mendengar ucapan Orlando. Padahal Arthur mengira Aqueena terluka karena kecelakaan. Rupanya Aqueena hanya bersikap sewajarnya pada orang semacam Orlando.

"Ayolah. Aqueena yang dulu tak seperti itu. Dia memang kasar, tetapi tak suka bicara yang tak penting. Tetapi Aqueena yang sekarang. Ah, aku pusing membayangkannya. Aku berharap tak bertemu lagi dengannya. Aqueena yang sekarang itu.... terlalu seram."

Arthur tak menanggapi. Dia memang tahu perbedaan sikap Aqueena yang dulu dan sekarang. Hanya saja Arthur tahu alasannya yang tak lain karena gadis itu kehilangan ingatan selama setahun berada di Magical World.

"Aku akan kembali sekarang."

"Ya? Baiklah. Cepat pulang. Ada hal penting yang akan kukatakan."

The Magic Stone: Red PearlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang