22. Arthur is Back

3.4K 260 106
                                    

Vote dan komen jangan lupa


Mohon bantu koreksi typo 😸

Selamat membaca 😇



👇👇👇




"Tuanku!"

Pria bertubuh kekar—yang berdiri di depan jendela sambil menatap langit senja— tak merespons ketika salah satu anak buahnya datang menghadap. Kilauan mentari senja menyinari wajahnya. Tak ada senyum, kebahagiaan pun menjauh darinya, wajahnya menyiratkan luka yang amat dalam. Dendam, rasa sakit, penderitaan, kekecewaan, dan penyesalan tergurat dari garis wajahnya yang layu dan suram. Siapa pun yang melihatnya ketika itu tahu bahwa pria itu merindukan sesuatu.

"Maafkan saya, Tuanku." seorang lelaki berpakaian hitam kembali bersuara. Ada rasa sungkan dalam setiap ucapannya. "Putri Andara—"

"—Aku tahu."

Lelaki berpakaian hitam itu terdiam. Dia berdiri dan menunggu tuannya berbicara.

"Mereka tahu rencana kita."

"Akkhh!" Pria berpakaian hitam itu mengerang kesakitan. Tanpa diduganya, sebuah tangan kekar telah mencekik lehernya. Dia terkejut karena tak ada tanda-tanda tuannya akan mendaratkan tangan kekalnya pada leher lelaki itu. Gerakan serta kekuatannya teramat besar, membuat lelaki berpakaian hitam hanya mempasrahkan diri. "Ma-m-maaf-kan sa-s-sa-ya."

"Kau pikir aku tak tahu apa yang kau lakukan selama ini?!" Raxa tak menghentikan aksinya. Dia bahkan tak memberi ampun sedikitpun. "Ucapkan selamat tinggal pada hidupmu yang kurang beruntung!!"

Raxa mencekik pria itu hingga tak bisa lagi bernapas. Tubuhnya seketika melemah dan kehilangan nyawa saat itu juga. Melihatnya tak membuat Raxa merasa menyesal. Pria itu tak pernah mentoleransi pengkhianatan. Baginya, berkhianat berarti mati.

"Temukan mata-mata dan singkirkan segera." Pria bertubuh kekar itu, Raxa, menggeram. "Aku tak ingin lagi ada kejadian seperti ini."

Seseorang berjubah hitam perlahan muncul secara tiba-tiba. Dia berdiri di depan Raxa sembari membungkuk.

"Baik, Tuan." Pria itu menunduk sekilas, lantas melirik mayat yang masih berada di ruangan itu. "Apa yang harus saya lakukan padanya?"

"Kirim dia ke tempat mereka. Pastikan mereka tahu bahwa dia mati kerena ketahuan."

Pria itu lantas meraih kedua tangan si mayat dan menyeretnya.

"Julius, aku berterimakasih kau telah membebaskanku dari penjara sulfidius. Tapi bukan berarti kau akan kumaafkan jika melakukan kesalahan."

"Maafkan saya, Tuan. Saya akan memeriksa semua anggota dan memastikan takkan ada lagi yang berkhianat." Julius menghentikan langkahnya sebab tahu bahwa Raxa masih ingin bicara padanya. "Apa yang dilakukan Lint adalah kesalahan saya yang tak becus mengurus anggota hingga tak tahu bahwa Lint adalah mata-mata."

"Jika Violet Dragon sampai mengutus anak buahnya membunuh Andara, dia pasti juga mengutus anak buahnya untuk membunuh Arthur. Dia sudah bergerak." Raxa kembali berdiri di tepi jendela. "Dan aku yakin, dia akan membuat rencana busuk dengan mengkambinghitamkan kita."

"Sekarang apa yang bisa kita lakukan, Tuan?" Julius bertanya. "Kita tak bisa menyerang mereka karena pasukan kita belum siap."

Raxa tak membalas, membuat Julius sedikit takut. Namun setelah semenit kemudian, Raxa kembali bersuara. "Kita takkan menyerang mereka, setidaknya tidak dalam waktu dekat. Prioritas kita sekarang adalah Irish dan kaum serpent. Kita tak boleh membiarkan dia mendapatkan Red Pearl. Karena itulah kita harus menemukan semua Dragon Elementer yang tersisa."

The Magic Stone: Red PearlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang