Prolog

13.3K 741 85
                                    

BBBBOOMMM!!! BLAAARRR!!!

Desiran ombak menabrak batuan besar yang membatasi perairan pulau kecil, diiringi gempulan asap yang perlahan menghilang setelah terjadinya ledakan kuat untuk meruntuhkan pertahanan jeruji besi yang menjerat setiap tahanan. Pintu penjara itu rubuh seketika setelah seseorang dengan lantang menggumamkan mantra sembari mengacungkan tongkat sihir pada setiap besi yang menghalangi para tahanan.

Dengan langkah tergesa, lelaki setengah baya itu berjalan menuju sebuah pintu besar yang diukir pahatan lingkaran kobra dengan kepala yang terangkat. Dia berhenti tepat di depan pintu, menatap ukiran kobra tepat di maniknya. Dalam hitungan detik, pintu besi itu tiba-tiba terbuka lebar, seakan memberi izin masuk pada pria berperawakan tegap itu.

"Sudah waktunya, Tuanku!" sembah sujud seorang hamba sembari membungkuk di hadapan pria bertubuh kekar yang tengah duduk bersedekap dengan mata tertutup. Rambut hitam jelaganya menghilang di kegelapan yang menaunginya, meninggalkan kulit putih wajahnya yang disinari cahaya. Kedua tangannya menanggung beratnya rantai, namun sama sekali tak berpengaruh baginya. Seakan rantai yang menjegalnya dapat musnah kapan saja jika dia menginginkannya.

Tak ada pergerakan apapun dari pria itu, dia terus bersedekap dengan mata tertutup. Hanya terdengar alunan napasnya yang berhembus dalam kesenyapan. Hingga tiba-tiba saja sahutan petir menyambar udara dengan keras, menciptakan hujan petir yang membledar di udara, menyambar apapun yang berada di ketinggian termasuk penjara tua itu. Desiran angin yang berhembus tenang tiba-tiba berubah drastis menjadi angin ribut yang menerpa isi bumi, menciptakan hempasan ombak besar yang menerpa karang.

Sahutan petir itu semakin menguat ketika iris zamrud muncul dari kegelapan. Perlahan, netra itu menjelajah seisi ruang yang ditempatinya. Pandangannya langsung tertuju pada seorang pria berjubah hitam disertai tudung jubah yang tak luput dari kepalanya. Pria itu sedikit takut untuk menatap iris zamrud yang mengerikan. Dia menunduk menghindari tatapan mata tajam itu, seakan dengan menatap iris itu saja dia bisa mati mengenaskan.

"Mustika Merah!" ucapnya berbisik. Bisikannya sarat akan kekejaman, namun diwaktu bersamaan sarat akan kesedihan.

"K-kami su-sudah ber-berusaha, Ya-yang Mu-mu-lia!" sahut pria berjubah dengan suara serak yang terbata. Tubuhnya cukup gemetar melihat tatapan zamrud beralih padanya.

Dalam hitungan detik, sebuah cengkeraman melekat di leher pria berjubah hingga membuatnya cekikitan menahan sakit. Pelakunya tidak lain adalah pria bertubuh kekar itu, mencengkeram leher anak buahnya seakan nyawa yang dimiliki anak buahnya adalah miliknya. Dia bisa merenggut nyawa mereka kapan saja jika keinginannya tak terpenuhi.

"Ma-ma-af!"

"Aku paling benci dengan kegagalan!" ucapnya penuh penekanan. Sarkasme terucap begitu lantang dari mulutnya. Siapapun yang mendengarnya pasti akan beranggapan bahwa pria itu adalah preman yang sering melakukan transaksi ilegal.

"Ma-maaf, Ya-yang Mu-mu-lia!"

Bruk

Sedikit banyaknya pria berjubah masih merasa beruntung karena tuannya mau melepaskannya. Rasa sesak yang dirasakan akibat cengkeraman di lehernya kini telah terganti menjadi rasa lega lantaran dia bisa merasakan oksigen mengaliri tenggorokannya.

"Untuk hari ini kau kulepaskan." Dia memunggungi pria berjubah dan melangkah menuju pintu. Seketika melirik pria berjubah dari ekor matanya. "Cari mustika merah sampai dapat kalau kau masih sayang nyawa!"

Setelahnya, pria bertubuh kekar itu melangkah pergi meninggalkan anak buahnya yang masih gemetar ketakutan.

"Satu lagi!" Tiba-tiba saja langkahnya terhenti kala mengingat sesuatu. "Kudengar wanita itu sudah kalah!"

The Magic Stone: Red PearlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang