19. The Blood

4.1K 315 101
                                    

Vote sebelum baca dan jangan lupa komennya setelah baca 😊

Tolong koreksi typo nya ya

Selamat membaca

🔮🔮🔮

Aqueena sering bermimpi setelah kepergiannya ke gua ingatan bersama Ellen. Mimpi yang mirip terus muncul seakan hal itu adalah sebuah ingatan yang harus diingatnya. Di mimpinya, Aqueena melihat dirinya tak bernyawa berada di sebuah bangunan yang telah hancur. Aqueena tebak, pasti baru saja terjadi peperangan dan dirinya adalah salah satu korban perang.

Namun entah kenapa mimpi kali ini berbeda. Mimpi yang biasa dilihatnya tak lagi sama. Kali ini, mimpi yang lebih aneh dari mimpi sebelumnya muncul secara mendadak. Tak tahu darimana mulanya, tiba-tiba saja Aqueena berada sebuah tempat yang begitu gelap, saking gelapnya Aqueena tak bisa melihat apa-apa. Namun tiba-tiba saja, muncullah sebuah cahaya yang cukup menyilaukan.

Aqueena tak penasaran sama sekali, namun entah kenapa instingnya berkata bahwa dirinya harus bergerak maju ke sumber cahaya itu. Entahlah, mimpi yang dialaminya akhir-akhir ini selalu saja berakhir dengan tragis. Maksudnya, mimpi yang dialaminya akhir-akhir ini tidaklah sama, hanya saja inti dari mimpinya yang selalu sama.

Dari awal Aqueena berada di kegelapan, dia sudah bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan seperti yang diduga Aqueena, cahaya yang muncul secara mendadak itu bagaikan cahaya pemberi kehidupan yang memancar dalam gelap bagi seseorang yang putus asa. Di ujung kegelapan, cahaya itu memantul dan menembus kegelapan.

Aqueena menembus cahaya, menyaksikan silau yang melanda matanya. Kala silau itu telah menghilang, Aqueena menebarkan pandangannya ke segala yang berada di depannya.

"Aneh." Itulah kata pertama yang menggambarkan tempat yang berada di ujung cahaya.

Aqueena tak mengerti dengan mimpinya kali ini. Cahaya putih menyilaukan yang ditembusnya tiba-tiba berubah menjadi cahaya merah yang menyala redup. Bukan, ini bukanlah cahaya merah. Melainkan sesuatu yang merah terpancarkan cahaya. Ini mirip sebuah ruangan, namun Aqueena tahu pasti tempat ini bukanlah ruangan. Semuanya berwarna merah. Tak ada dinding, hanya ada pemandangan merah yang tak berujung.

Aqueena melangkah lebih jauh. Tak tahu sejauh mana dia melangkah, Aqueena sudah merasa kelelahan. Gadis itu memutuskan untuk beristirahat sejenak. Ya, aneh saja. Kenapa juga dia bisa kelelahan di dalam mimpinya sendiri.

Aqueena merebahkan tubuhnya. Lantai merah berada di bawahnya. Anehnya, lantai merah itu selembut kasur yang enak untuk ditiduri. Aqueena memejamkan matanya. Sejenak, dia rileks dengan kelembutan lantai merah yang ditidurinya.

Sesuatu mengusik ketenangannya, hingga gadis itu membuka mata menyaksikan suara apa yang berani mengganggunya di alam mimpi. Bertepatan dengan terbukanya kedua kelopak mata gadis itu, sesuatu yang besar berada di atas tubuhnya.

Aqueena mengernyit. Dia bangkit dari tidurannya. Kepalanya menengadah tertuju ke langit. Sesuatu yang aneh berada di sana. Aqueena tak tahu pasti apa yang berada di atas kepalanya. Namun satu yang pasti, benda itu mirip seperti gumpalan darah.

Aqueena memperhatikan gumpalan darah itu lekat-lekat. Tanpa terduga, gumpalan darah yang berada di langit itu tiba-tiba turun secara perlahan. Aqueena dibuat berdiri. Gumpalan darah itu tepat berada di atasnya. Dia ingin lari, takut jika gumpalan darah itu malah menghantam kepalanya.

Aqueena berlari menjauh, dia berlari tak tentu arah. Anehnya, gumpalan darah itu malah mengikutinya. Aqueena merinding, untuk apa gumpalan darah itu mengikutinya.

Aqueena terus berlari tanpa henti. Toh, ini juga mimpi. Berlari kemana pun tetap saja ini mimpi. Tapi, gumpalan darah itu seperti tak kenal lelah mengejarnya. Benda itu melayang mengejar Aqueena. Untuk seukuran manusia yang suka berpikir parno, hal itu membuat pikiran Aqueena semakin memburuk.

The Magic Stone: Red PearlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang