23

985 58 0
                                    

Edward kembali setelah dua hari pergi untuk memastikan kematian ibunya. Edward kembali dengan keadaan yang kacau, sosok yang gagah dan menawan serta tegas seperti hilang entah kemana. Yang ada sekarang adalah sosok pria yang kehilangan semangat hidupnya, begitu sampai di istana Edward menghabiskan hampir setiap waktunya di dalam ruang kerjanya, dengan ditemani bir untuk menenangkan pikirannya. Banyak botol yang berserakan di ruang kerjanya, entah sudah berapa botol yang dirinya minum. Edward tidak peduli dengan sekitarnya, bahkan saat Vania menyambutnya di pintu masuk istana, Edward tidak menggubrisnya dan melewatinya begitu saja. Pikirannya sedang kacau sekarang, sehingga ia tidak bisa memikirkan hal lain selain ibunya yang sudah pergi meninggalkannya untuk selamanya.

"Eugghh... sssh," Edward mendesis saat kepalanya berdenyut nyeri. Edward mendudukkan dirinya dan melihat sekelilingnya. Ini bukanlah ruang kerjanya melainkan kamar Alexa.

"Kenapa aku bisa disini? Apa aku berjalan kesini saat mabuk? Agghh.... kepalaku sakit sekali," Edward bergumam sembari memegangi kepalanya yang nyeri.

"Hiks jangan sentuh. Pergi dari sini pergi. Lexa tidak suka, jangan sentuh hiks," racau Lexa dalam tidurnya.

Edward mengerutkan keningnya mendengar suara Alexa yang meracau dalam tidurnya, ia bangkit dari sofa dan berjalan menghampiri Alexa yang terbaring dengan keringat yang menetes deras dari keningnya. Alexa bergumam tidak jelas membuat Edward panik.

"Hei, Alexa kau baik-baik saja? Sadarlah hei." Edward mengguncang tubuh Alexa pelan. Alexa semakin panik nafasnya tidak beraturan.

"Alexa sadarlah!" Bentak Edward. Alexa tersentak dan membuka matanya lebar. Alexa terbangun dengan nafas terengah- engah, dadanya naik turun tidak beraturan. Alexa melihat sekelilingnya dan matanya terhenti saat melihat siluet seseorang yang berada tepat di depannya. Kamarnya minim pencahayaan jadi Alexa tidak tahu siapa yang ada di depannya saat ini.

"PERGI! JANGAN KEMARI JANGAN SENTUH LEXA!" Alexa tiba-tiba berteriak dan memukuli Edward asal.

"Alexa tenanglah, ini aku Edward. Hei, tenanglah," Edward berucap sembari memegangi kedua tangan Alexa yang memukulinya. Alexa menatap Edward sejenak sebelum memeluknya erat. Alexa memeluk Edward sangat erat, seperti kucing yang ketakutan.

Edward tersentak dan sempat terdiam beberapa detik. kemudian tangannya terulur membalas pelukan Alexa dan mengelus punggung sempitnya. "Bernafas dengan pelan Lexa. Tenanglah, bernafas dengan perlahan hm," Edward berucap dengan tangannya yang terus mengelus punggung Alexa.

Alexa terisak di dalam pelukan Edward, dapat Edward rasakan bahunya yang basah karena air mata Alexa. Edward masih terus mengelus pelan punggung Alexa, sampai Alexa lebih tenang.

Dirasa Alexa sudah lebih tenang Edward akan melepaskan pelukannya, tapi Alexa tidak mau melepaskannya dan malah semakin erat menggenggam kemeja Edward.

Alexa menggeleng cepat, "Jangan hiks pergi, bi-biarkan seperti ini dulu, Lexa mohon," ucap Alexa lirih.

Edward menghela nafas dan menuruti permintaan istri kecilnya. Edward memangku Alexa yang masih memeluknya, masih terdengar isakan kecil dari istri kecilnya. "Aku disini Lexa, jangan takut," Edward berucap memberi ketenangan kepada Alexa. Edward mengelus surai indah Alexa.

"Apa kau bermimpi buruk? Bisa ceritakan apa yang kau mimpikan hm? sampai membuatmu begitu ketakutan," tanya Edward perlahan. Alexa terdiam, ia tidak bisa menceritakan kejadian saat itu, yang membuatnya sangat ketakutan. "Kau tidak mau menceritakannya? baiklah tidak masalah. Aku tidak akan memaksa," sambungnya.

Beberapa saat kemudian sudah tidak terdengar lagi isakan dari Alexa. "Edward.... Jangan tinggalkan Lexa...." Alexa bergumam dalam tidurnya. Edward menoleh menatap Alexa yang terlelap dalam pelukannya, hidung dan matanya memerah karena menangis cukup lama. Meskipun sudah tertidur genggaman pada kemejanya masih tetap erat. Edward mengelus surai Alexa, menyingkirkan surai yang menutupi wajah Alexa dengan jari panjangnya. "Tidurlah dengan nyaman, aku disini. Aku tidak akan pergi kemana pun," bisik Edward sebelum ikut memejamkan matanya.

Mereka tertidur bersama dalam posisi saling memeluk satu sama lain, dan Alexa yang masih dalam pangkuan Edward.
___________________________

Upacara kematian ratu Violetta dilakukan dengan penuh penghormatan. Para masyarakat juga ikut berkabung atas kematian sang ratu, toko dan pedagang lainnya menutup tokonya pada hari itu. Para kerabat serta kerajaan tetangga juga datang untuk upacara penghormatan terakhir pada ratu Violetta.

Hellena mencari keberadaan putra sulungnya yang tidak terlihat dari tadi sejak dirinya tiba di kerajaan Engrasia. Ia jadi khawatir pasti saat ini putranya itu tengah menyendiri dalam kesedihannya. Di pojok ruangan Alexa terlihat sedang duduk sendirian, sambil menunduk dalam. Hellena berjalan menghampirinya dan duduk di depannya. Alexa mendongakkan kepalanya, tangannya terulur memeluk Hellena.

"Bunda.... Alexa sudah tidak punya ibu lagi hiks, kenapa ibu pergi begitu cepat. Suruh ibu bangun bunda hiks. Lexa masih ingin duduk dan meminum teh bersamanya," Alexa berucap dengan air mata yang sudah mengalir deras dari matanya. Alexa baru mengetahui kabar kematian ini pagi tadi saat ia bertanya kepada Dave, "Kenapa ada banyak sekali karangan bunga? Apa akan ada acara?" Tanya Alexa pada saat itu. Dave menjawab kalau hari ini adalah upacara penghormatan terakhir untuk ibu ratu. Saat itu Alexa langsung lemas, air matanya luruh begitu saja, ia tidak bisa berhenti menangis.

"Sayang dengarkan bunda. Manusia bisa datang dan pergi tanpa tahu kapan waktu yang telah ditentukan, Alexa harus kuat dan bisa menerima semua ini," ucap sang ibu.

"Jadi nanti bunda juga akan pergi meninggalkan Alexa?" cicitnya. Hellena tersenyum teduh dan mengangguk.

Alexa semakin menangis, dan memeluk ibunya dengan erat. "Alexa tidak mau bunda pergi juga. Alexa tidak suka." Hellena melepaskan pelukan itu perlahan dan menangkup wajah kecil putranya dengan kedua tangannya.

"Bunda tidak pergi kemapun sayang, bunda masih disini bersama Alexa hm, bunda akan selalu bersama Lexa untuk waktu yang lama." Alexa mengangguk singkat, dan tersenyum tipis.

Louis memisah dari yang lain, ia memang tidak terlalu suka keramaian. Jadi ia memilih pergi ke taman belakang untuk menenangkan pikirannya, dan memisahkan diri dari banyak orang. Namun, disaat dirinya tengah menikmati angin sejuk yang melewati tubuhnya Louis dikagetkan dengan suara seseorang yang dikenalnya.

"Putra mahkota Louis," panggil seseorang itu.

Louis membalikkan badannya cepat, dan terlihat Dave yang berdiri tidak jauh darinya. Louis menjadi gugup seketika, jantungnya berdetak tidak karuan. 'Ada apa denganmu Louis, jangan bertingkah aneh. Atau Dave akan mengetahuinya nanti,' batin Louis.

"Se-sedang apa kau disini?" tanya Louis terbata.

"Saya sedang berjalan di sekitar sini dan tanpa sengaja melihat anda disini seorang diri. Kalau anda, apa yang anda lakukan disini sendirian pangeran?" jawab Dave santai. Dave tersenyum samar melihat pangeran Louis yang tengah gugup saat ini, telinganya memerah, serta terlihat Louis yang sedang memainkan jari-jarinya. Dave tahu saat gugup dan gelisah maka Louis akan melakukan hal itu.

"Aku? Aku hanya me-menikmati udara segar, ti-tidak ada yang istimewa." Louis memalingkan wajahnya dari tatapan Dave yang menatapnya dengan intens seperti tatapan itu bisa menembus netranya.

"Begitukah? kalau begitu saya pamit pangeran, yang mulia Alexa pasti sedang mencari saya saat ini," ucap Dave dan membungkuk singkat sebelum melangkahkan kakinya menjauh dari sana.

Setelah kepergiannya Louis baru bisa bernafas dengan leluasa, rasa gugup serta gelisahnya hilang begitu saja. "Syukurlah dia tidak mengatakan apapun tentang malam itu, aku masih belum berani untuk membicarakannya dengan Dave. Kuharap Dave melupakan kejadian itu," ucap Louis.
__________________________

vote dan komen:)

My Idiot PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang