Edward memasuki kamar Alexa dengan langkah tegasnya, bahkan lupa mengetuk pintu terlebih dahulu. Alexa, yang sedang duduk di sofa membaca buku, hanya mengangkat pandangannya sekilas sebelum berkata, "Ada apa Anda datang ke sini dengan begitu terburu-buru, Yang Mulia? Bahkan Anda lupa mengetuk pintu terlebih dahulu."
Edward menatapnya dengan tajam. "Aku adalah seorang raja. Aku tidak memerlukan izin untuk memasuki ruangan mana pun di istanaku," ucapnya tegas, penuh penekanan.
Alexa menutup bukunya perlahan, matanya tak berpaling dari halaman terakhir yang dibacanya. "Anda benar, maafkan aku, Yang Mulia. Silakan duduk. Aku bisa meminta pelayan untuk membawakan teh, jika Anda mau."
"Aku tidak butuh teh atau keramahan palsumu," balas Edward dingin, emosinya mulai terlihat di wajahnya. "Aku di sini untuk meminta penjelasan darimu."
Alexa menaikkan alisnya, jelas heran dengan tuntutan Edward. "Penjelasan tentang apa?" tanyanya dengan tenang, meskipun ada sedikit kerutan di dahinya.
"Apa yang kau lakukan pada Vania?" suara Edward rendah namun penuh tekanan. "Aku ingin mendengar penjelasanmu sebelum aku mengambil tindakan. Aku tak ingin membuat kesalahan lagi."
Alexa menutup bukunya sepenuhnya kali ini dan menatap Edward. Mereka bertatapan cukup lama, ketegangan terasa menyelimuti udara di antara mereka. Edward tampak berusaha menahan amarahnya, tapi jelas sekali kemarahannya mendidih di dalam.
Sekilas tatapan Alexa berubah. Meski masih tenang, ada sinar berbahaya di matanya. "Ah, jadi selir kecilmu itu sudah mengadu dan merengek kepadamu? Apa yang dia katakan? Aku penasaran," jawabnya dengan dingin, tidak memberikan penjelasan, malah memutar balik pertanyaan.
"Kau menamparnya, Alexa. Kau mendorongnya hingga terjatuh, meskipun kau tahu dia sedang mengandung anakku!" Edward melangkah maju, suaranya semakin meninggi. "Bagaimana bisa kau begitu kejam, begitu tidak punya perasaan terhadap seorang wanita yang sedang hamil! Apa kau begitu benci padaku hingga kau tega melampiaskan amarahmu kepada orang lain, apalagi pada seorang bayi yang belum lahir?"
Alexa menatap Edward dengan raut wajah tak percaya. "Kau benar-benar berpikir aku mendorongnya?" bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar.
"Aku tahu kita tidak pernah akur. Aku tahu kau membenciku, tapi jangan luapkan kebencianmu pada orang lain, apalagi pada bayi yang belum lahir! Kalau kau ingin menghukum seseorang, hukum aku, jangan libatkan orang lain dalam masalah kita!" teriak Edward, suaranya menggema di seluruh ruangan.
Alexa terdiam sejenak, terkejut mendengar tuduhan itu. Matanya menatap Edward dengan tatapan yang tak terbaca. "Aku tidak mendorongnya," ucapnya dengan suara pelan, hampir tidak terdengar.
"Apa? Katakan lebih jelas!" desak Edward, langkahnya maju ke arah Alexa.
Alexa mengeratkan genggamannya pada buku yang masih dipegangnya. "Aku tidak mendorongnya! Memang benar, aku menamparnya, tapi itu adalah pelajaran yang pantas dia terima karena berani berteriak dan menghina diriku! Haruskah aku hanya diam ketika orang lain merendahkanku?" suaranya kini penuh dengan pembelaan diri, menuntut pengakuan atas martabatnya yang diinjak-injak.
"Hinaan?" Edward menatapnya penuh kebencian. "Hinaan karena dia mempertanyakan moralmu? Kau merasa tersinggung karena itu? Lalu bagaimana dengan kau yang menyebutnya sebagai wanita dari kasta bawah dan jalang? Bukankah itu jauh lebih buruk, Alexa?"
"Itu adalah kebenaran! Dia memang jalang! Wanita kasta bawah yang berani mengambil suami dari permaisuri sah, yang berani menginjak martabatku sebagai permaisuri! Apa kau berharap aku akan diam saja?" Alexa membalas dengan nada yang tak kalah keras, penuh kemarahan.
Plak
Tamparan Edward mendarat keras di wajah Alexa. Alexa tersentak mundur, bibirnya terluka, dan darah segar mengalir dari sudut bibirnya. Mata Edward menyala penuh kemarahan, namun ada kilatan lain yang menyembunyikan rasa bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Idiot Prince
RandomDi sebuah kerajaan yang megah terdapat pangeran yang memiliki paras wajah yang tegas serta menawan, siapapun yang melihatnya pasti akan terpesona oleh parasnya, tapi semua pangeran dari kerajaan lain tidak ada yang mau menikah dengannya, karena sang...