Di dalam kamar bernuansa kecoklatan Vivian berjalan mengelilingi setiap sudut kamar, ia mengamati kamar yang telah menjadi kamarnya sekarang. Ia berjalan ke arah jendela yang menghubungkannya ke balkon. Disana terlihat langsung taman belakang istana, juga Alexa yang tengah menikmati apel dengan Dave yang berdiri di sampingnya.
Vivian yang melihat itu tersenyum jahat. "Alexa yang malang sifat polos dan lugumu akan membawamu ke jurang kematian sayang. Aku sangat kasihan melihat takdir hidupmu yang begitu menyedihkan," ucap Vivian sembari menatap Alexa dari kejauhan.
Pintu diketuk dari luar. "Nyonya anda diminta ke ruang makan untuk makan malam bersama sekarang," ujar pelayan itu yang dibalas sahutan dari dalam oleh Vivian.
Vivian berjalan ke arah dapur dengan pelayan di depannya. Netranya melihat ke segala arah mengagumi bangunan indah nan megah yang ada di depannya, dirinya masih tidak percaya dapat tinggal di istana.
Langkahnya terhenti saat melihat lukisan ibu ratu dari kerajaan Engrasia yang belum lama ini pergi meninggalkan dunia. Vivian menatap lama lukisan besar itu yang dipajang bersebelahan dengan lukisan mendiang raja sebelumnya.
"Violetta..... sahabatku, aku kembali kesini. Lihatlah sekarang aku kembali menginjakkan kakiku di istana ini. .......... kita teman tapi aku tidak cukup baik untuk membiarkanmu menikmati kenikmatan yang ada di istana ini seorang diri, ku harap kau bahagia disana," ucap Vivian pelan yang hanya bisa di dengar olehnya.
Pelayan yang memandu Vivian menoleh ke belakang saat dirasa ibu dari sang selir tidak mengikutinya. "Nyonya silakan sebelah sini," ujar pelayan itu. Vivian mengangguk singkat dan berjalan kembali mengikuti pelayan ke ruang makan.
"Ibu, duduklah di sampingku," ucap Vania senang saat melihat ibunya memasuki ruang makan. Vivian tersenyum tipis dan mendudukkan dirinya di samping putrinya.
"Dimana ratu?" tanya sang raja pada pelayannya.
"Maafkan hamba yang mulia, saat ini ratu sedang tidak sehat jadi beliau menolak untuk makan bersama." Edward mendengus tidak suka mendengar itu.
"Kirim makanan ke kamarnya, dan minta tabib untuk memeriksanya." Pelayan itu menangguk singkat dan beranjak pergi dari sana.
"Baiklah karena semua sudah berkumpul, mari kita mulai makan." Vania dan sang ibu mengangguk singkat kemudian mulai memakan hidangan yang ada di meja makan.
Disela kegiatan makan mereka Vania dan sang ibu saling pandang dengan senyuman penuh arti yang hanya diketahui keduanya.
______________________Paginya Vivian berkunjung ke kamar Alexa, ia mengetuk pintu beberapa kali sebelum memasuki kamar bernuansa putih tulang itu. Alexa tengah duduk di sofa yang ada di kamarnya dengan secangkir teh hangat di depannya.
"Nyonya, ada apa anda kemari? apa anda butuh sesuatu?" tanya Alexa. "Silakan duduk," sambungnya.
Vivian mengangguk sopan sebelum mendudukkan dirinya berhadapan dengan Alexa.
"Dave bawakan cangkir lain untuk ibu Vania," pinta Alexa pada Dave. Dave mengangguk dan akan beranjak dari sana.
"Tidak usah repot-repot yang mulia, kedatangan saya kesini hanya ingin melihat keadaan anda." Dave menghentikan langkahnya dan melirik pada Alexa yang mendapat anggukan darinya.
"Saya dengar kemarin anda merasa tidak sehat, jadi saya kemari untuk melihat keadan anda yang mulia," sambungnya.
"Anda baik sekali nyonya tapi saat ini Lexa sudah baik-baik saja, tidak ada yang perlu anda cemaskan," jawab Alexa.
"Benarkah? apa anda tidak merasakan sesak atau panas pada sekujur tubuh anda yang mulia?" perkataan Vivian mendapatkan kerutan di dahi Alexa dan Dave yang berdiri di belakang sang tuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Idiot Prince
RandomDi sebuah kerajaan yang megah terdapat pangeran yang memiliki paras wajah yang tegas serta menawan, siapapun yang melihatnya pasti akan terpesona oleh parasnya, tapi semua pangeran dari kerajaan lain tidak ada yang mau menikah dengannya, karena sang...