Chapter 12

1.6K 91 2
                                        

"Kenapa ngelamun di taman sendirian?" Tanya Shaka kepada Salsa.

Salsa menatap ke arah Shaka yang berdiri dibelakangnya dan menepuk tempat duduk di sebelahnya. "Sini,"

"Kenapa ngelamun, hm?"

"Gapapa kok,"

"Mikirin yang di ucapin Regan tadi pagi ya?" Tebak Shaka.

"Nggak."

"Nggak usah di pikirin. Kalaupun itu benar, gue gak keberatan kok jadiin lo istri gue,"

"Eh?"

Salsa salah tingkah mendengar ucapan Shaka.

"Beneran, gue gak bercanda." Ucap Shaka.

Salsa memukul pelan bahu Shaka dan berucap. "S*alan lo."

Jangan ditanya seperti apa keadaan Salsa sekarang, wajahnya sudah memerah seperti kepiting rebus.

Hembusan angin yang menjadi pengiring percakapan keduanya. Hingga akhirnya Shaka kembali menatap ke arah Salsa.

"Jangan dibiasain ngomong kasar, Sa. Mas gak suka." Ujar Shaka dengan mengusap rambut Salsa

"Mas nggak suka." Batin Salsa berseteru

Kata-kata itu bergaung di kepala Salsa. Dirinya membalikkan badannya tanpa menatap ke arah Shaka.

Kenapa Shaka harus memanggil dirinya dengan sebutan Mas? Bukan gue?

Kesannya 'kan jadi seperti suami yang menasehati istrinya, pikir Salsa.

Dering telepon di handphone Salsa mengalihkan atensi mereka.

•••

"Enak gak?" Tanya Mohan.

Aqeela menganggukkan kepalanya.

"Belepotan," ujar Mohan sambil membersihkan ice cream yang menempel di bibir Aqeela.

"Kapan sih lo bosen sama ice cream? Dari bocil masih gini-gini aja,"

"Gak akan bosen, sama kaya gue liat lo," cengir Aqeela.

Mohan mengusap rambut Aqeela. "Bisa ngegombal juga ternyata lo ya,"

"Iya dong! by the way kenapa di kedai ice cream tadi lo pegangin tangan gue trus?"

"Oh gue tahu... Lo mau romantisan sama gue ya?" Tebak Aqeela dengan menyenggol lengan Mohan.

"Bukan romantis, Qeel. lo kalau gak di pegangin suka kalap belinya banyak banget."

"Dih, kere!" Dengus Aqeela.

Mohan tersenyum jahil. "Tapi, lo suka 'kan?"

"Coba tanya cewek di dunia ini, mana ada suka cowok kek gitu." Sinisnya.

"Ya 'kan gue gak nanya cewek di dunia ini. Gue gak butuh pengakuan cewek-cewek, gue maunya lo."

"Coba lo lihat tiang listrik itu,"

Mohan menatap ke arah yang Aqeela tunjukkan.

"Ada yang lebih tinggi dari tiang itu loh..." Ujar Aqeela dengan tersenyum jahil.

"Gak seru ah. Bawa-bawa penghalang kita," kesal Mohan.

Aqeela mendekat ke arah Mohan dan berbisik. "Bercanda."

Di pagi hari yang minim suara bising itu, hanya ada kicauan burung-burung mereka berdua bercengkrama layaknya sepasang kekasih.

Mereka berdua bercerita dan tidak hanya sampai di telinga namun di proses menuju otak lalu turun ke hati.

Mohan mengusap rambut Aqeela sambil tertawa.

"IHH! UDAH, MO. BERANTAKAN NIH, JADI KEK MONYET GUE."

"Mana-mana, gue mau lihat monyet,"

"Heh! Mana ada monyet secantik gue."

"Mana? Mau lihat monyet," cengir Mohan menatap Aqeela.

Aqeela tersenyum manis dan menjulurkan lidahnya mengejek Mohan.

"Pamer kecantikan," sindir Mohan.

"iyalah. Daripada muka lo jelek,"

"Mana gue mau lihat orang yang ngatain muka gue jelek? Kegantengan gue 11 12 sama Taehyung gini lo katain jelek? Parah lo." Ujar Mohan mendramastis.

Aqeela mendekapkan tangannya di dada. "Gue lah!"

Mohan memanjukan wajahnya ke arah Aqeela. Aqeela tidak bisa berkata-kata dan menahan nafasnya.

"Nafas, Qeela." Bisik Mohan.

Mohan menyentuh hidung Aqeela dan mencubitnya pelan.

"MOHAN..." Teriak Aqeela.

•••

"Nggak guna banget kamu jadi anak, bukannya senang kakaknya nikah malah keluyuran gak jelas!" Bentak seseorang di telepon.

Salsa hanya diam tak menanggapi ucapan di seberang telepon yang memaki dirinya.

"Tuli? Ga dengar omongan saya? Jadi kakak kamu juga sakit dia harus nikah bukan kemauannya."

"Jadi Bella sakit ya? Trus gimana dengan keadaan aku, apa kalian gak pernah mikirin perasaan aku?" Lirih Salsa dengan menggigit bibir bawahnya.

"Dasar anak gak tahu di untung. Kurang ajar dia kakak kamu, kenapa nyebutin namanya!"

"Kakak mana yang ngambil kebahagiaan adiknya sendiri?" Ucap Salsa dengan suara serak menahan tangis.

"Pulang atau kesayangan kamu ini mati di tangan Ayah!" Ancamnya.

Hendra Ayahnya Salsa mematikan sambungan teleponnya sepihak.

Tubuh Salsa berkeringat dingin.

"Gak, nggak mungkin. Oci udah aku titipin sama Bibi gak mungkin kenapa-napa."

Tubuh Salsa mendadak lemas dan dirinya langsung terduduk dan meneteskan air matanya.

***

alloooo!!!

Maaf ya, kalau banyak typo atau kurang jelas ceritanya, boleh di komentar nanti di perbaiki.

Jangan lupa✨

See you🤍












Be Loved! [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang