Bab 15. MEMBERI PERHATIAN

561 61 15
                                    

BAB 15. MEMBERI PERHATIAN

Yuda tidak bisa tidur malam itu, ia hanya berguling ke kanan dan kiri, lalu terdiam menatap langit-langit kamar. Entah kenapa bayangan sang istri mendadak terbesit dalam pikirannya. Sikapnya yang lembut, sabar, tutur kata yang sopan, selalu melayaninya dengan baik walau disakiti dan diacuhkan. Kini, ia baru sadar jika perempuan yang baik justru yang pernah mendampinginya—istrinya sendiri.

Bagaimana bisa ia tidak melihat hal baik itu, kenapa ia begitu benci saat menatap wajah Fera, namun, saat wanita tersebut sudah tidak ada, mulai berontak ia baru diingatkan tentang kebaikkannya. Bahkan diperlihatkan sisi buruk perempuan yang ia cintai dengan setulus hati. Jika dengan istri sah ia pelit, justru dengan kekasih gelap ia royal, bodohnya uang yang ia hasilkan diberikan pada Gisel yang jelas-jelas sudah memiliki banyak uang dari orang tuanya, sementara Fera yang melayani dengan sepenuh hati tidak ia beri uang sepeserpun.

Yuda menghela nafas, menarik guling dan memeluknya. "Kenapa aku jadi rindu padamu?" bisiknya dalam kegalauan hati. Ia mempererat pelukannya seolah itu adalah Fera. Wanita yang selalu sabar di sisinya, menunggunya pulang, menyiapkan kopi, makan, dan bahkan air hangat untuk ia menyegarkan badan. Kalau ingat itu semua, sungguh tidak ada rasa syukur di hatinya. Sangat berbanding terbalik dengan keadaannya ketika bersama Gisel, ia justru menjadi budak yang harus menurut.

Kalau dipikir kenapa ia sebodoh itu ya? Dan lucunya ia selalu menghina sang istri sebagai wanita bodoh karena selalu menurut padahal tidak pernah dicintai, lalu bagaimana dengan dirinya ketika bersama dengan Gisel?

Yuda membuka mata, ia duduk tegap. "Salah nih, yang menjadi anak kandung Gunardi itukan Fera bukan Gisel, ia hanya beruntung sebab Heni sangat pandai mengambil hati suaminya, tapi ikatan terkuat adalah Fera, jadi kalau seandainya orang tua itu tiada yang berhak mendapatkan warisan sepenuhnya adalah Fera—istriku. Bukan Gisel. Wah, bodoh sekali sih aku... tidak, aku tidak mau semakin bodoh. Aku tidak mau jadi gembel. Masih ada kesempatakan kan?" Ia menggebu-gebu sendiri setelah sadar telah dibodohi selama ini.

Ia akan membuat sang istri jatuh cinta lagi padanya. Ia yakin Fera masih mencintainya, dirinya hanya terluka karena perselingkuhannya dengan Gisel ketahuan. Ya, jika ia minta maaf dengan tulus memberinya perhatian seperti dulu, tentu Fera akan luluh kembali dan menarik pengajuan perceraian. Ya-ya begitu lebih baik.

***

Pagi hari di kantor, Yuda kembali ke ruang marketing membuat Irma benar-benar tak menyangka. "Pak, bilang saja kalau mencari Fera, ya kan?" Ia langsung to the point. Membuat Yuda meneguk ludah. Wanita itu menghela nafas. "Pak, tolong ya jangan Fera yang jadi sasaran berikutnya, dia hanya gadis polos, usianya memang matang tapi hal seperti itu terlalu bodoh, kasihan dia Pak, baru juga masuk kerja."

Yuda mengerutkan kening. "Maksud kamu apa sih, kok ngoceh begitu pada saya, tidak sopan sekali." Ia kesal bukan main dinasehati tanpa tahu masalahnya apa.

"Loh, saya dan karyawan lain sudah paham tabiat Bapak, saya tahu Bapak tampan, tapi bukan berarti bisa mempermainkan semua wanita, terlebih Fera. Saya tidak ijinkan."

Yuda mendelik kesal dituduh demikian. "Kurang ajar kamu, awas kamu ya." Suami Fera itu pergi dari sana dengan perasaan dongkol. Dan saat keluar ia menabrak pundak seseorang. "Ah, brengsek, bisa jalan pakai mata tidak sih?!" sentaknya kesal. Dan saat saling tatap ia langsung pucat. "Oh, maaf...." Ia gegas pergi dari sana sebab yang ia tabrak adalah David.

Sungguh rencananya gagal hari ini, kapan kira-kira Fera kembali ke kantor ya?

Kalau begini posisinya ia jadi menyesal telah membuatnya bekerja di lapangan hingga sulit untuk bertemu langsung saat butuh begini. Apa ia minta pindahkan saja ya pekerjaan Fera di kantor, agar mudah mendekatinya lagi. Ia tidak mau pisah bisa benar-benar jadi gembel nanti. Satu-satunya kartu as hanya Fera seorang sekarang. Duh, sial sekali sih hidupnya....

Siangnya Yuda hendak makan ke kantin dan ia langsung tersenyum lebar saat melihat sang istri. Baru kali ini ia bahagia melihat Fera setelah lima tahun berumah tangga. Begini ya rasanya berdebar-debar... ia gegas mengambil jatah makan dan langsung mendekat ke arah divisi marketing. Sontak saja mereka menatap heran terlebih Fera.

"Fer," panggilnya yang seolah sudah begitu akrab. Wanita itu menatapnya sembari mendelik, apa mungkin laki-laki ini berani bertindak kejam padanya di tempat ramai? Jujur ia mulai ketakutan sekarang.

Irma yang melihat gelagat ketakutan di wajah Fera langsung pasang badan. "Pak, kami mau makan, Bapak sepertinya salah tempat deh," ujarnya yang mengusir secara halus.

Yuda mendelik kesal lagi-lagi Irma ikut campur. Yuda tak mau mengalah begitu saja ia menarik kursi kosong dan mencari celah untuk bisa duduk di samping Fera. "Fer, aku makan di sini bareng sama kamu ya?"

Fera melotot, ucapannya tidak mengintimidasi tapi jadi lebih mencurigakan. "Maaf, di sini agak sempit, Pak." Irma kembali membela.

Yuda melotot pada rekan kerja Fera itu. "Hey, bisakah kau diam dan nikmati makananmu, kenapa kau sangat menggangguku sih, aku saja tidak pernah ikut campur urusanmu, kenal juga tidak. Biarkan aku bicara dengan Fera," tegurnya kesal.

Irma yang memang keras kepala langsung adu argument. "Saya berhak mengatakannya karena Fera adalah rekan saya, junior saya, jadi saya berhak melindunginya dari cowok playboy macam Bapak!" suaranya meninggi membuat semua orang kini mulai menoleh pada mereka. Suasana kantin sedikit tidak kondusif.

Yuda makin terpancing emosi. "Pak, sudah cukup, saya mohon biarkan saya makan, setelah ini saya harus bekerja lagi. Tolong, Pak." Fera buka suara akhirnya. Yuda menatapnya dengan lembut, sungguh itu kali pertama ia menatap lembut setelah lima tahun menikah.

Kenapa, apa yang sedang kau rencanakan? Gumam Fera dalam hati.

Yuda akhirnya mengalah dan mencari meja lain untuk menikmati makan siangnya yang terasa hambar. Berkali-kali ia menatap kepada sang istri yang mulai memakan lauk di depannya. Kenapa baru sekarang ia melihat keanggunannya, ketegasannya, kenapa ia begitu memesona?

Yuda mulai menikmati waktunya memperhatikan Fera. Saat sang istri kesulitan mengangkat barang, ia gegas hadir untuk membantunya. Bahkan saat ada keringat mengucur dengan cekatan ia keluarkan sapu tangannya untuk diusapkan pada pelipis sang istri. Mereka saling tatap sejenak, Yuda memberi senyuman. "Terima kasih, tolong menyingkir saya harus bekerja." Fera mengusirnya dan herannya pria itu tidak sakit hati sama sekali, justru kagum dengan ketegasannya.

Ia berdiri mematung, menatap keindahan pada wanita yang masih sah menjadi istrinya tersebut. "Aku yakin bisa mendapatkan hatimu kembali, Fer." Ia bergumam kecil.

Sementara Fera merinding dan ingin segera berpisah secepatnya. Sungguh tidak nyaman sekali diperlakukan demikian oleh suami yang tidak tahu diri, pecundang, munafik dan pengkhianat.

Seperti apapun Yuda berusaha untuk mengambil hati Fera, itu tidak akan mempan karena dendam dan rasa bencinya begitu besar. Setelah apa yang mereka lakukan sekarang dengan santainya bersikap baik seolah tidak terjadi apa-apa, minta maafkah suaminya, oh tentu tidak. Itu yang membuatnya semakin benci dengan sikap sok perhatian sang suami. 

BALAS DENDAM SANG ISTRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang