BAB 22. FITNAH
Fera benar-benar tak menyangka jika David bahkan sampai mengundang Gisel untuk meminta maaf langsung padanya. Ia memang tidak diberitahu namun, melihat sikap dan gesture tubuh sang bos yang seolah menerima permintaan maaf itu membuatnya paham. Artinya sang saudari tiri tidak sungguh-sungguh merasa bersalah. Lalu, untuk apa juga ia meladeni wanita picik itu. Ia pun hanya membuat Gisel semakin kesal lalu pergi dari sana.
Ia tidak menyadari jika Yuda dan David mengekor di belakangnya, dirinya masuk ke ruang pantry, membuka kulkas dan mengambil air dingin untuk kemudian ia teguk. "Kamu baik-baik saja?"
Byurr... air yang baru saja ia minum langsung ia sembur ke arah Yuda yang bertanya padanya. Sontak saja ia kaget dan langsung membersihkan wajahnya. "Ya ampun, Fera, kamu apa-apaan sih?" pekiknya.
"Jangan salahkan Fera, jelas-jelas kau yang salah karena asal menegur tanpa melihat di sedang apa." Fera semakin melongo melihat dua pria itu ada di hadapannya sekarang. Bagaimana bisa jadi seperti ini?
"Kenapa kalian ada di sini?" Ia coba bersikap biasa walau tidak bisa dipungkiri bahwa wajahnya sangat terlihat shock.
David yang tadi duduk di kursi langsung bangun, kedua tangannya di masukkan ke dalam saku celana. "Hanya memastikan kau baik-baik saja. Saya permisi," ucapnya dan benar-benar langsung pergi dari sana.
Kini, tinggal Fera dan Yuda di dalam pantry yang sempit. "Terus kamu ngapain, Mas?" tanyanya garang.
Hal itu membuat Yuda manyun. "Kok sama aku galak, tapi sama David baik dan sopan?"
Fera memutar bola matanya—jengah. "Masih bahas soal itu, semua orang tau kali yang pantas di beri penghormatan itu siapa. Yang jelas bukan kamu," semprotnya. Ia gegas pergi dari sana tapi Yuda menahan lengan sang istri. "Lepas!" ia menghempaskan tangannya tapi cengkraman Yuda terlalu kuat.
"Fer, tolonglah, aku masih sah sebagai suamimu, bisakah kau memaafkan aku. Ayo, kita mulai dari awal lagi, aku ingin kita tetap bersama, jangan sampai ada perceraian, ya?" Ia memohon dengan wajah memelas.
"Ya ampun, kamu sekarang berani bahas ini di kantor, kamu nggak takut kalau yang lain tahu tentang hubungan kita, bahaya loh, nanti karyawati di sini ogah sama kamu lagi." Ia terkekeh.
"Bodo amat sama mereka, aku udah nggak mau sama yang lain. Aku sadar bahwa kamu yang aku butuhkan bukan mereka."
Fera tergelak. "Kamu tuh, Mas. Kok lucu banget sih, setelah Gisel menghempaskan kamu, baru kamu menyadari hal ini? Duh, paham aku, kan kalau tidak ada Gisel keuanganmu hancur, kalau nggak ada aku, Heni tidak akan mengirimkan uangkan padamu?"
Deg, jantung Yuda berdegup kencang, bagaimana Fera tahu semua itu. "Fer, kamu salah paham, kenapa bahas ke sana, tidak ada hubungannya sama sekali sayang...."
"Udahlah, percuma. Mau kamu nangis darah pun aku tidak akan pernah mundur untuk bercarai dan tidak akan kembali padamu." Ia menatap tajam seolah tidak main-main dengan ucapannya.
Ia akhirnya berhasil melepaskan diri dan lekas keluar dari sana. Namun, rupanya ada Gisel yang sedari tadi menguping membuat Fera serta Yuda terkejut dibuatnya. "Wah, kalian benar-benar menjijikan ya, terlebih kamu, Kak!" Gisel menatap sang mantan kekasih. "Bisa-bisanya kamu memohon pada Fera seperti itu sangat memalukan, padahal dulu kau yang sujud di kakiku agar aku mau menerimamu."
Yuda buru-buru menggeleng. "Nggak, aku nggak begitu. Kan, kamu duluan yang mendekatiku setelah aku resmi menikah dengan Fera. Kenapa kamu playing victim begini?"
"Kamu tuh benar-benar jahat ya, Kak. Setelah apa yang sudah aku beri ke kamu selama ini, dan sekarang kamu mencampakkan aku demi Fera!"
Beberapa orang mulai berkerumun karena mendengar pertengkaran itu. "Eh, itu bukannya Fera sama Pak Yuda, cewek itu siapa?" Bisik-bisik terdengar.
"Yang tadi heboh di depan juga nggak sih?"
"Yang mana?" Yang lain ikut penasaran. Dan karena memang kejadian di lobby tidak terlalu banyak yang tahu. Membuat mereka kurang informasi.
"Tadi dengar cewek itu bilang, kalau Pak Yuda mencampakkan dia karena ada Fera."
"Ih, jangan-jangan tuh sales pelakor?"
"Hah, apa cewek itu istri Pak Yuda?"
Kehebohan semakin menjadi dan rupanya mereka salah sangka, mengira bahwa Fera ada selingkuhan dan Gisel adalah istri sah Yuda.
"Wah, parah lo Fer, anak baru kok udah bikin masalah sih!" seruan mulai terdengar membuat Fera melongo karena bingung. Kenapa jadi dirinya yang disalahkan di sini?
Gisel yang melihat masa berpihak padanya langsung berbisik pada Yuda. "Kalau kamu mau reputasimu baik, maka bekerjasamalah denganku. Anggap aku istrimu dan Fera adalah selingkuhanmu. Toh ia tidak bisa membuktikan bahwa kamu adalah suaminya kan?"
Mendengar itu Yuda bimbang, satu sisi ia ingin mengakui bahwa Fera adalah istrinya. Tapi, reputasinya tentu akan jelek. Dan jika ia bermain aman mengikuti saran sang mantan kekasih tentu dirinya akan aman, ia bisa bilang bahwa Fera yang gatel padanya, ya lebih baik begitu. Ia pun akhirnya mengangguk—menyetujui rencana busuk Gisel.
"Mbak tolong bangetlah, kamu sadar diri. Jangan rebut suami aku!" seru Gisel begitu lantang. Yuda meneguk ludah, ia takut jika tidak berhasil tapi melihat kerumunan karyawan ia sedikit percaya.
"Ya, Fer, tolong jangan godain saya lagi, kan sudah berkali-kali saya bilang kalau saya itu sudah punya istri. Saya baik pada kamu karena kamu pegawai baru saja, tidak lebih."
Fera yang mendengar itu sampai geleng-geleng kepala. "Dasar munafik!" ucapnya begitu dingin dan langsung pergi dari sana, ia tidak mau berlarut-larut dengan drama itu. Namun, Gisel tentu tidak akan tinggal diam, ia lekas menangis seolah tersakiti.
"Kalian dengarkan, aku yang korban tapi dibilang munafik. Kamu kenapa jahat banget sih, Mbak. Padahal aku hanya wanita biasa yang mencoba mempertahankan rumah tanggaku dengan Mas Yuda...."
Yuda gegas memeluknya. "Maafkan Mas ya, Dek. Mas janji akan menjauh dari wanita itu."
Sebab drama murahan itu beberapa perempuan terkecoh dan langsung menarik rambut panjang Fera yang diikat kuda. Begitu kencang sampai ia terjatuh cukup keras. "Dasar cewek nggak tahu malu, udah salah tapi masih angkuh dan sombog." Yang lain turut panas dan ada yang mencubit, memukul, bahkan menendang tubuh Fera.
Yuda dan Gisel saling balas senyum di belakang kehebohan tersebut. Lekas mereka pergi dari sana karena tidak mau terlalu terlibat lebih dalam.
Namun, ada yang membuat Gisel heran, ia menghentikan langkahnya membuat Yuda menatap bingung. "Kenapa?"
"Mas dengar suara Fera nggak?"
Sontak pria itu sadar. "Iya juga ya, kok Fera nggak teriak sama sekali. Padahal dipukuli banyak orang loh?"
Gegas mereka kembali karena penasaran, saat itu Fera sudah kembali berdiri dengan wajah babak belur bahkan hidung dan sudut bibirnya mengeluarkan darah. Ia tetap berdiri tegap, merapihkan rambutnya yang acak-acakan, lalu pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun. Membuat mereka semua yang terlibat pemukulan saling tatap bingung. Bahkan ada yang begidik.
Mereka memang tidak terlalu mengenal Fera, karena ruangan mereka berbeda, yang memukuli di lantai bawah, sementara Fera ada di lantai empat. Kini, mereka yang puas memukul merasa takut jika akan terjadi hal buruk setelah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
BALAS DENDAM SANG ISTRI
RomanceFera tersenyum tipis lalu bangun dari duduknya, menyemprotkan parfum mahal yang jarang sekali ia pakai karena kata Yuda itu pemborosan. "Loh, kamu kok pakai parfum, sih? Mau ke mana, kalau nggak pergi nggak usah pakai begitu, boros banget. Parfum it...