BAB 21. DUA PRIA
"Fera, udah jam segini lo nggak balik ke kantor dulu?" panggil Didi mengingatkan.
Wanita itu menoleh dan tersenyum manis. "Ya, duluan aja, aku masih ada urusan nih, satu toko lagi, sayang kalau dilewatkan."
Didi geleng-geleng kepala. "Dasar pekerja keras. Ya udah, jangan lupa balik." Ia berseru sembari melambaikan tangan menjauh dari sana. Fera membalas dengan senyuman lebar. Ia juga sempat melihat Didi di rangkul pundaknya oleh Ola, gadis yang sama bekerja dengannya. Namun, kali ini ia tidak menyapa atau menegurnya seperti biasa. Fera hanya menganggap ia lelah dan ingin segera kembali ke kantor.
Sementara di kantor. Gisel benar-benar datang karena ia cukup merasa kesal dipukuli sang ibu karena ancaman David. "Huh, kenapa juga sih David harus mengancam begini, harga diriku mau ditaruh di mana dong?" Ia marah dan kesal tapi tidak bisa berbuat apa-apa sebab kata Heni, calonnya adalah konglomerat yang akan bekerjasama dengan perusahaan Gunardi jika gadisnya berhasil menawan hati sang putra untuk menikah.
Ya, David bisa dibilang sudah tidak muda lagi, ia berusia 40 tahun. Namun, karena ia tampan, bertubuh atletis hingga tidak banyak yang menyadari jika usianya sudah kepala empat. Gisel pun sejujurnya baru tahu dan sedikit shock. Walau begitu yang ia lihat bukan lagi tampan dan usia melainkan harta. Dan dirinya takut gagal untuk menikahi David sebab taruhannya adalah karir sang ayah yang akan ambruk lalu berimbas pada mereka yang akan segera menjadi gembel kembali seperti dulu. Tidak... itu tidak boleh terjadi. Sekarang, Gisel adalah ujung tombak, entah sebagai penyelamat atau justru sebagai pembunuhnya.
Gadis itu melenggang dengan anggun, pakaian mewah nan elegan yang ia pakai mampu mengundang mata para karyawan untuk menatap ke arahnya. Ia pun ke arah receptionist "Permisi, ruang Pak David di mana ya?" tanyanya sopan dan ramah, ia tidak mau dianggap buruk di sini. Kalau nanti jadi istri otomatis ia akan sering ke kantorkan?
"Sudah buat janji, Bu?" tanyanya.
"Janji, nggak perlu, kan aku calon istrinya." Ia menjawab seenaknya membuat receptionist ini saling pandang dan heran. "Nggak usah heran, sudah beritahu aku di mana ruangannya. Aku ingin memberinya kejutan, hehehe." Ia nyengir kuda dengan tetap elegan.
"Ehm, tapi harus tetap kami konfirmasi dulu ya, Bu. Sebab nanti kami yang disalahkan."
Gisel mulai terpancing emosinya, tapi sebelum ia memaki dirinya justru melihat Yuda yang baru keluar dari lift. Sontak ia buang muka dan pria itu berjalan melewatinya begitu saja. "Sial, aku lupa laki-laki mokondo itu juga kerja di sini, duh payah deh." Ia bergumam. "Mbak cepat kasih tahu di mana ruangan Pak David?" Ia memaksanya.
"Baik, saya coba hubungi dulu ya, Bu."
"Duh, kelamaan banget sih, namanya kasih kejutan itu ya jangan sampai tahu. Kalau dikasih tahu namanya nggak kejutan dong, kok bego banget sih." Ia pun mulai mengeluarkan tanduknya. Rupanya Gisel benar-benar payah dalam mengontrol emosi.
"Ada apa ini?" tegur salah seorang karyawan yang jelas tidak asing di telinga Gisel. Ia menggigit bibir bawahnya, antara kesal dan malas jadi satu. "Anda ada perlu apa?" Kini Yuda bertanya langsung pada si tamu.
Terpaksa Gisel balik badan dan menatap sang mantan kekasih. "Hy, Kak Yuda." Ia menyapa dengan senyum manis seolah tidak ada masalah di antara mereka berdua.
Melihat di hadapannya adalah kekasih hatinya, Yuda langsung melotot. Jujur, masih ada cinta di sana, tapi perbuatan Gisel membuatnya mencoba untuk move on. "Siapa ya, kok sok kenal dengan saya?"
Mendengar itu sang gadis kesal bukan main. "Dih, sombong banget sih, lupa siapa aku, yakin?" Ia mulai adu mulut.
Saat tengah memanas, muncul David dari arah lift dan muncul Fera dari arah lobby. Mereka bertemu di satu tempat membuat Gisel panas dingin. "Oh, kau sudah datang, kenapa tidak mengabari?" tanya David yang membuat receptionist agak ketar-ketir takut diadukan.
Yuda menoleh ke arah Manager Marketing itu. "Bapak kenal dengan Gisel?" tanyanya memastikan. Dengan santai bos marketing itu mengangguk. Yuda langsung pucat pasi.
Gisel pun lekas memeluk lengan David tanpa canggung membuatnya di atas angin karena orang-orang yang tadi sempat merendahkannya kini menatap takut. Ia tersenyum manis namun penuh dengan kesinisan. Dan, kebahagiaan itu hanya sesaat sebab sang calon melihat Fera berdiri tak jauh dari mereka. Pria itu melepaskan pelukan Gisel dari tangannya. "Kau masih ingat dengan tujuanmu datang ke sini kan?" bisiknya. Akan terlihat mesra bagi orang lain tapi jantung Gisel justru berpacu kencang dan hampir lepas dari tempatnya.
Fera dipanggilnya membuat Yuda menoleh heran lalu melotot. "Apa ini, apa David ingin pamer dua wanita itu adalah miliknya?" ucapnya dalam hati.
Fera mendekat. "Ya, Pak?" tanyanya. Orang-orang mulai berkerumun dan tidak ada yang diusir oleh David seolah memang sengaja agar Gisel semakin malu.
"Silahkan...." David memberi waktu untuk Gisel meminta maaf pada saudari tirinya. Kakak yang sangat ia benci.
Ia meneguk ludah berkali-kali, ia menolak maka semua selesai, ia akan dipastikan menjadi gembel. Ia pun menahan rasa ego berkali-kali lalu menjulurkan tangannya di hadapan Fera yang masih memakai seragam sales. "Aku minta maaf." Singkat, tanpa rasa bersalah sama sekali.
David tidak menyukainya. "Bisa lebih tulus?" lontarnya.
Gisel meneguk ludah lagi, padahal ia sudah susah payah mengatakan hal itu. apalagi ada Yuda di sana, sungguh sial sekali hidupnya. Benar saja pria itu menatap dengan serius seolah menunggu apa yang sebenarnya terjadi. "Fera, aku mint maaf padamu, kemarin aku tidak sengaja."
Fera menatap David yang hanya diam saja tidak mengatakan apapun. "Kenapa kamu meminta maaf padaku?" tanyanya sedikit meremehkan sekaligus agar Gisel bisa mengungkapkan kejahatannya langsung di hadapan orang banyak.
Yuda ikut pucat pasi, karena melihat sikap sang istri yang mulai terlihat lebih berani dibandingkan sebelumnya. "Aku tidak sangka, istriku sekeren ini...." Ia menjerit dalam hati.
"Aku sudah minta maaf padamu, bukankah kamu tinggal memaafkannya, kenapa harus memintaku mengatakan apa yang terjadi?" Gisel berucap dengan sedikit berdesis karena ia sungguh sangat kesal tapi harus ditahan.
"Aku hanya ingin tahu, kenapa kamu tiba-tiba meminta maaf padaku?" Ia menyunggingkan senyumnya.
Gisel melirik sang calon yang mengintimidasi untuk tetap lanjut memint maaf sampai dimaafkan. "Ya ampun, aku minta maaf karena sudah menyiram tubuhmu pakai jus jeruk, oke, aku minta maaf. Puas ?" Ia berseru lantang karena kesal. Yuda yang mendengar itu melongo karena memang tidak tahu kapan kejadiannya, dan di mana?
Fera mendekat membuat Gisel berdiri tegap. Pundaknya di usap oleh sang saudari tiri. "Baguslah kau mulai ada perubahan, lain kali hargailah orang lain, karena tidak semua harus sesuai dengan keinginanmu. Permisi." Fera lekas pamit membuat Yuda gegas menyusulnya bahkan tidak sengaja menyenggol lengan Gisel. Ia melongo melihat hal itu dan belum selesai, jodohnya justru ikut mengekor mengikuti Fera.
Dua pria itu tidak memujanya tapi memuja Fera... hati Gisel mendadak remuk redam.
KAMU SEDANG MEMBACA
BALAS DENDAM SANG ISTRI
RomanceFera tersenyum tipis lalu bangun dari duduknya, menyemprotkan parfum mahal yang jarang sekali ia pakai karena kata Yuda itu pemborosan. "Loh, kamu kok pakai parfum, sih? Mau ke mana, kalau nggak pergi nggak usah pakai begitu, boros banget. Parfum it...