BAB 6. MEMBUAT GISEL CEMBURU
Kembali ke masa sekarang.
Yuda menarik lengan sang istri. "Loh, kamu jangan aneh-aneh, Fer. Buat apa kamu ke pengadilan agama?" tanyanya panik. Sang istri balik badan, menatap lurus wajah suaminya. "Kenapa sih kamu kok sekarang berubah begini, mana Fera yang lemah lembut, perhatian, nurut sama suami?"
Istri tanpa anak itu tersenyum miring. "Mati." Ia menjawab dengan lirih tapi penuh penekanan.
Yuda nampak shock tapi ia coba bersikap biasa. "Fera, kamu tidak boleh bersikap begini, kamu lupa cuma aku yang mau menikah denganmu, yang mau menerimamu, yang mencintaimu dan menyayangimu." Ia mulai mengeluarkan jurus andalannya.
"Oh, ya? Sungguh kah kau masih mencintaiku, Mas?" Ia pura-pura terkejut.
"Ya ampun, Fer, kenapa kamu bisa ragu soal itu? kamu yang mandul saja aku masih setia dan tidak menceraikan kamu, padahal banyak wanita cantik yang lebih dari pada kamu di luaran sana loh, tapi apa aku tergoda, tidak, Fer." Ia mencoba meyakinkan sang istri yang dianggapnya masih lugu.
Fera tersenyum tipis. "Maaf ya, Mas. Nampaknya aku terlalu steres belakangan ini, ditambah perhiasanku yang habis terjual, kamu yang jarang pulang, dan tidak memberiku kehangatan, aku juga tidak punya anak, tidak ada uang, aku bisa gila, Mas...." Ia mundur dan bersandar di pintu kamar—menangis.
Yuda meneguk ludah melihat hal itu, ia pun mendekat lagi lalu memeluk tubuh sang istri yang tidak pernah ia cintai sekalipun. "Maaf ya, nanti aku ganti semuanya, tapi tidak usahlah kamu ke pengadilan agama, ya?" Ia masih membujuk.
"Kenapa, apa karena kamu takut Ibu tiriku tidak memberikan uang lagi padamu?" ucapnya dalam hati.
Fera melepas pelukan. "Ya sudah, tapi, ijinkan aku bekerja, Mas. Aku sangat jenuh sekali di rumah, boleh ya?" Ia mencoba membujuk.
"Kerja apa, di mana?" Yuda nampak panik.
"Ya aku belum tahu di mana, kalau di perusahaanmu bagaimana?"
Kedua bola mata laki-laki itu melotot. "Ah, jangan ngaco kamu, Fer. Mana bisa kamu kerja di perusahaanku, kamu kan tidak pintar sama sekali, bisa apa kamu?"
Fera makin kesal saja dirinya diejek seperti itu. "Loh, kalau ada kamukan aku bisa belajar, Mas?"
"Ya, nggak bisa begitulah, lagian buat apa sih kerja, nanti aku kasih uang bulanan, sudah ya."
"Nggak mau, kalau kamu menolak ya aku tinggal pergi ke Pengadilan Agama saja," ancamnya santai. Membuat Yuda makin kesal.
"Memang kamu ada uang untuk mengajukan perceraian?" ejeknya lagi. Sifatnya kembali dengan hitungan detik saja, dasar laki-laki brengsek.
"Gampang saja, aku bisa ngemis di jalan," jawabnya santai. Tapi mendapat respon geli dari sang suami, ia tertawa begitu kencang sampai memegang perutnya.
"Duh, jangan ngelawak gitu dong, ada-ada saja kamu."
"Terserah kamu mau bilang apa, yang penting aku sudah ada niat untuk menceraikan kamu. Toh, aku minta bekerja saja kamu tidak ijinkan. Sebenarnya apa sih niatmu menikahiku, Mas?"
"Ya tentu saja untuk mendapatkan keuntungan," jawabnya dalam hati. "Yak arena aku mencintaimu, Fera, apa lagi, kenapa hal sepele seperti ini dibahas terus sih, inilah yang aku tidak suka darimu. Terlalu cerewet dan mau tahu terus menerus."
"Ya kalau kamu tidak suka, jangan larang aku untuk bercerai darimu."
"Astagaaaaa...." Yuda nampak frustasi. Ia benci sekali disituasi seperti ini. "Bisa tidak sih kamu jangan seperti ini. Aku itu sedang pusing dengan pekerjaan... dan sekarang kamu berulah begini, kenapa sih?"

KAMU SEDANG MEMBACA
BALAS DENDAM SANG ISTRI
RomanceFera tersenyum tipis lalu bangun dari duduknya, menyemprotkan parfum mahal yang jarang sekali ia pakai karena kata Yuda itu pemborosan. "Loh, kamu kok pakai parfum, sih? Mau ke mana, kalau nggak pergi nggak usah pakai begitu, boros banget. Parfum it...