BAB 30. MENDATANGI YUDA
Yeni yang mengetahui sang putra sudah mendekam di jeruji besi langsung lemas tak berdaya. Cecil sendiri sampai tidak tahu harus berbuat apa, semua rencananya gagal total, entah bagaimana dengan kuliahnya nanti. Ia yakin tidak mungkin bisa lanjut jika tidak ada sang kakak yang memberinya uang. "Cil, bagaimana ini?"
Gadis itu merenggut. "Ya mana aku tahu, Mah. Kan, Mama orang tuaku ya harus Mama dong yang berpikir, masa aku sih." Ia menjawab dengan sinis karena sejujurnya ia mulai kesal dengan keadaan yang terulang kembali—miskin.
Mendengar hal itu tentu saja ibu makin kesal tapi juga merasa bersalah karena tidak bisa memberi kemewahan pada sang putri tercinta. "Ya, nanti Mama yang akan cari kerja, kamu kuliah yang benar."
Gadis itu pun langsung menatap sang ibu dengan sinis. "Idih, kerja apaan, jadi pembantu lagi? Kalau iya, mending nggak usah deh, bikin malu aja. Lagian kampusku itu mahal, memang Mama sanggup bayarnya?"
Yeni manyun, ia kesal tapi juga tidak berkutik karena apa yang Cecil ucapkan adalah sebuah kebenaran mutlak. Dulu, ia bisa kuliah yak arena masih ada Yuda, masih ada Fera yang bisa ia peras tenaganya, masih ada Heni yang selalu memberi uang tiap bulan karena mereka menyiksa menantunya sendiri. Sekarang, semua berubah, ia menjadi miskin semenjak Fera sudah berani berontak dan bahkan menceraikan putranya. Benar-benar wanita itu adalah perempuan iblis tak berperasaan. Membuat hidupnya yang penuh harta menjadi melarat kembali.
Pantas saja Heni begitu benci dengan Fera, karena memang ia adalah seekor ular berbisa. Sekarang ia merasakan bagaimana rasanya dipatuk dan racun itu menyebar ke seluruh tubuhnya. Ia sampai merinding membayangkan hal tersebut. "Kenapa sih, Mah, bengong terus bergidik begitu?" sang putri keheranan melihatnya.
"Nggak apa-apa, sudah sekarang bantu Mama berdiri, kita cari kontrakan dekat sini saja, tubuh Mama lemas sekali." Ia berusaha bangkit dibantu sang putri dengan ogah-ogahan.
Sepanjang jalan mencari rumah kontrakan, Cecil selalu mengeluh. "Duh, capek tahu nggak sih, nggak dapet-dapet rumahnya, kaki jenjangku bisa berotot ini nanti, nggak cantik lagi."
"Ya sabar, nanti juga dapat."
"Halah, paling juga jelek, sempit, bau." Ia menoleh pada sang ibu. "Pokoknya aku nggak mau ya kalau kita tinggal di tempat yang kaya dulu, kumuh. Apa kata temanku nanti kalau mereka tahu aku tinggal ditempat kaya gitu. Bikin malu!"
Yeni menghela nafas, saat tidak ada uang begini bernafas pun rasanya susah. "Sudahlah, bisa tidak kamu diam."
Cecil cemberut, ia menghentikan langkah kakinya membuat sang ibu turut berhenti. "Kenapa sih Kak Yuda harus di penjara? Kenapa sih Fera itu harus menceraikan Kak Yuda, memangnya salah Kak Yuda apa, kok jadi perempuan munafik banget, dulu mohon-mohon untuk dinikahi sekarang malah ninggalin gitu aja. Dasar cewek nggak guna, ipar bodoh. Karena kamu aku jadi miskin lagi, aku akan balas dendam ke kamu Fera, lihat saja nanti. Aku akan jadi kaya dan setelah itu aku akan menarik rambutmu sampai botak."
Sang ibu yang mendengar hanya diam saja, ia pun kesal sama seperti Cecil tapi tidak ada tenaga untuk meluapkannya.
Kini, mereka sampai di depan rumah dengan pagar tinggi berwarna coklat tua. Di sampingnya tertulis 'Ada kontrakan kosong' gegas Yeni menekan bel dan tidak lama keluar seorang wanita paruh baya. "Ya, ada perlu apa?" tanyanya agak judes.
"Ini say abaca ada kontrakan kosong."
"Ya, benar. Mau ngontrak?" tanyanya dengan tatapan tak suka. Sebab melihat penampilan Yeni dan Cecil yang hanya berjalan kaki.
"Ya, Bu. Saya sudah cari kontrakan di sekitar sini tapi tidak dapat."
"Tapi mahal loh. Soalnya inikan kontrakan perumahan."
Mendengar nada sombong itu Cecil tidak terima. "Halah, memangnya berapa sih kok Ibu kayaknya sombong banget?" Yeni langsung mendelik dan menyenggol lengan sang putri tapi gadis itu tidak peduli.
"Oh, punya banyak uang kalian ya, boleh saja kalau gitu. Ini harganya dua setengah juta perbulan. Ada ac dan kasur di dalamnya."
"Ya ampun segitu doang, kok dibilang mahal. Kami ambil satu." Sontak Yeni menginjak kaki sang putri tapi Cecil balik melotot. "Udah, kasih uangnya, Mah. Kakiku udah pegel tahu." Ia tidak memperdulikan sang mama yang panas dingin mendengar harga sewa kontrakannya. Terpaksa ia berikan uang di dompetnya yang tidak seberapa itu.
Di kamar kontrakan yang tidak terlalu besar tersebut, terdapat fasillitas ac, wifi, kasur empuk, lemari, tivi dan kamar mandi di dalam. Gadis itu lekas merebahkan tubuhnya. "Duh, nyamannya...."
Yeni melempar tas berisi pakaian ke lantai. "Kamu kok bisa asal bicara sih Cil. Sudah tahu keuangan kita sedang kacau, kok malah nyari kontrakan yang mahal kaya gini. Mana sempit lagi, gimana bulan depan kita bayarnya?"
Sang gadis memiringkan tubuh, menyangga kepalanya dengan tangan. "Duh, santai saja sih, Mah. Nikmati dulu kamar ini yang adem, kita tidur dulu baru kita pikirkan untuk bulan depan gimana. Lagi pula kan Mama sendiri yang bilang mau mengurusku dengan baik, ya inilah caranya." Cecil benar-benar tidak memperdulikan kondisi keuangan mereka, bahkan dengan santai ia memejamkan mata di atas kasur yang berukuran single.
***
Yuda merenung di balik jeruji besi, beberapa waktu sudah ia mendekam di sini. Tapi tidak ada tanda-tanda orang tuanya dan sang adik datang menjenguk. Wajahnya yang tampan kini berubah menjadi ke biru-biruan karena selalu diserang oleh sesama napi di dalam penjara. Ia memilih untuk duduk di pojok dengan terali besi, ia enggan berbaur karena akan selalu kena pukul. Mentalnya benar-benar dirusak, tubuhnya terasa hancur lebur. Ia butuh sosok sang ibu, ingin belaiannya agar dirinya tenang dan kuat. Tapi, yang diharapkan kedatangannya justru tidak pernah hadir.
"Pak Yuda, ada yang ingin bertemu." Yuda mendongak kaget, ia gegas berdiri, wajahnya berseri-seri. Berharap sang ibu dan adiknya datang berkunjung dan memberinya makanan enak. Gegas ia mengikuti Polisi penjaga, tak lupa kedua tangannya di borgor untuk jaga-jaga. Ia tidak peduli soal itu karena sudah rindu wanita yang telah melahirkan dirinya.
Namun, begitu tiba sosoknya tidak asing tapi juga bukan ibunya. Ia pun duduk, menunggu lawan bicaranya menoleh. "Siapa?" tanyanya.
Wanita yang memakai hoody hitam itu menoleh lalu tersenyum. "Hai, Mas?"
Sontak kedua mata Yuda melebar. "Fera!" pekiknya.
"Ya, ini aku, kenapa?" Ia duduk dengan anggun, membuka tudung kepalanya dan tersenyum manis. "Apa kamu rindu padaku, Mas?"
Yuda meneguk ludah susah payah, rasa emosi berkecamuk di dalam dada. "Apa kamu juga yang menjebloskanku ke dalam penjara?!" tuduhnya dengan mata memerah.
Seketika sang mantan istri terkekeh dibuatnya. "Ya ampun, beginikah orang yang sudah jahat, ia bahkan tetap menuduh walau dalam kondisi terjepit. Tidak adakah rasa bersalah dalam dirimu, mantan suamiku?"
Yuda menggigit bibir bawahnya kemudian meludah dan hampir mengenai tangan sang mantan istri. "NGGAK SUDI AKU MINTA MAAF PADAMU, WANITA JAL*NG, KARENA KAMU AKU JADI MENDERITA, TIDAK BISAKAH KAMU TERIMA SAJA SEMUANYA, DAN TIDAK PERLU SOK MENGAJUKAN PERCERAIAN. DASAR PEREMPUAN TIDAK BERGUNA, MANDUL, SOK SUCI!!"
Jika dulu sang wanita akan bersedih mendengar cacian itu, kini tidak, ia justru semakin tertawa lebar dan lepas. "Ya ampun, Mas. Kok kamu lucu banget sih sekarang?" Ia nampak berpikir. "Kok bisa ya aku dulu cinta sama kamu dan menerima lamaranmu, selama lima tahun aku bertahan dengan sikap jahatmu. Ya ampun... aku bodoh sekali ya, hahaha. Ternyata menghancurkan kalian itu begitu mudah, lalu kenapa dulu aku takut sekali ya?" Ia tetap tertawa sampai memegangi perutnya. Polisi yang bertugas pun sampai heran melihat interaksi mereka. Nampaknya ia tahu betapa dendamnya sang istri pada mantan suaminya.
Fera mendekatkan wajahnya membuat Yuda makin melotot kesal. "Kau dan keluargamu akan lebih hancur dari ini. Kau tahukan, jika seseorang sudah berniat balas dendam maka itu akan menyengsarakan pelaku kejahatan. Dan itu adalah kamu, Mama dan Cecil. Tetaplah di penjara sayang, karena keluar pun kau tidak akan bisa berkumpul dengan keluargamu." Fera lekas berdiri dan sontak saja Yuda turut serta lalu berlari ke arah sang mantan istri berniat untuk menubruknya. Namun, saat Fera menoleh, tubuh Yuda sudah diseret oleh petugas. Ia merontak-ronta. "LEPASKAN SAYA, WANITA ITU JAHAT, IA AKAN MEMBUNUH IBU DAN ADIKKU, TANGKAP DIA, PAK. DIALAH PENJAHAT SEBENARNYA....!!!" Ia terus berteriak histeris hingga tidak terdengar lagi.
Fera menghela nafas. "Kok bisa kamu bahkan tidak merasa bersalah, Mas?" Ia pun melenggang pergi dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
BALAS DENDAM SANG ISTRI
RomanceFera tersenyum tipis lalu bangun dari duduknya, menyemprotkan parfum mahal yang jarang sekali ia pakai karena kata Yuda itu pemborosan. "Loh, kamu kok pakai parfum, sih? Mau ke mana, kalau nggak pergi nggak usah pakai begitu, boros banget. Parfum it...