BAB 19. GISEL DIABAIKAN
3 jam sebelum ke restorant.
"Mah, kok nggak ada kabar ya dari calonku, apa dia nolak ya?" Gisel mengeluh di sandaran sang ibu. Heni mengusap rambut putrinya.
"Kamu kan sudah Mama beri nomornya, chat saja."
Gisel langsung menjauhkan tubuhnya dan menatap sang ibu. "Ih, yang benar saja, masa aku duluan yang chat sih?"
"Ya nggak apa-apa, kamu harus agresif, karena laki-laki cuek itu tidak bisa diharapkan untuk bisa chat duluan."
"Gitu ya?" Heni mengangguk. " Oke deh."
"Kalau dibalas artinya dia menyukaimu. Cepat." Gisel pun meraih ponselnya di atas meja kaca, ia gegas mencari kontak yang bernama David, ia gegas menulis pesan.
[Hai, ini aku, Gisel, masih ingat? Bisakah kita makan siang bersama, sepertinya pertemuan pertama kita kurang menarik?]
Menunggu balasan itu ternyata tidak mudah, sudah bermenit-menit tidak juga di buka. "Mah, kok nggak dibaca-baca sih?"
"Sabar, namanya juga cowok cuek, disitu karismanya tahu."
"Ih, nggak suka kaya gini."
"Sabar dong, ah. Kalau mau mancing ikan kakap ya harus sabar. Kalau nggak mau cari saja sana cowok teri."
"Ih, males."
"Makanya sabar."
Ia terus menunggu sampai akhirnya 30 menit kemudian baru ada balasan. [Ok.] singkat padat jelas. Tapi mampu membuat Gisel melonjak kegirangan.
Tapi, hal yang menyebalkan justru terjadi. Dirinya yang sudah berdandan begitu rapih, elegan, dan cantik harus dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka akan bertemu di restorant terkenal—namun bukan bintang lima. "Kenapa harus di sini sih, menurunkan standar level saja." Ia menggerutu tiada habisnya. Tapi, mau bagaimana lagi, hanya ini cara untuk bisa bertemu kembali dengan calonnya. Dan ia harap berjalan dengan lancar agar tidak ada yang namanya pembatalan.
Kenapa mereka bisa bertemu kembali, sebab tidak ada pembatalan dari pihak pria, jadi aman terkendali dan ia harus memastikan perjodohan ini berhasil. Dengarlah, sayang. Yang Mama dengar David tidak pernah mau bertemu dua kali dengan perempuan yang dijodohkan, jika ia mau bertemu kembali denganmu artinya kesempatan besar sedang menantimu. Jangan kau sia-siakan, paham. Gisel mengingat pesan dari sang ibu. Dan ia percaya bahwa kecantikan dan kemolekan tubuhnya tentu membuat David jatuh hati padanya.
Di manapun tempatnya akan ia terima.
Sampai....
"Pak David?"
Fera sang kakak tiri mengenali calon suaminya. Ada apa ini?
Sontak ia menatap sang calon yang sama terkejutnya. "Kenapa kau di sini?" tanyanya.
Fera gegas membungkukkan badan tanda hormat membuat Gisel makin tidak memahami, apa wanita iblis itu ingin balas dendam padanya karena telah berselingkuh dengan suaminya dulu. Andai itu benar, tentu saja tidak adil, bagaimana bisa ia akan balas dendam padanya sementara level mereka jauh berbeda. "Kalian saling kenal?" Ia mencoba menahan emosinya dan tersenyum manis di hadapan sang calon kekasih hati.
"Oh, ya, dia salah satu timku di kantor." Gisel makin melongo dibuatnya. Jadi, baik Yuda, Fera dan David satu kantor? Apa-apaan ini....
"Ah, begitu ya, ehm, jadi, kalian akan mengobrol atau pesan makanan masalahnya perutku sudah keroncongan." Gisel mencoba mengalihkan pembicaraan karena tidak suka jika Fera berada di antara mereka. Sungguh sial, niatnya ingin mempermalukan dan menyombongkan diri bahwa dirinya telah mendapatkan calon suami tampan kaya, justru dirinya yang dipermalukan karena mereka saling kenal.
David memesan beberapa makanan begitupun dengan Gisel, yang langsung dicatat ditempat dan mengulang kembali agar tidak ada kesalahan. Setelahnya saudari tiri calon atasan Fera itu pamit untuk membuatkan pesanan.
"Ehm, Kak, apa Kakak dekat dengannya?"
David yang tengah melihat layar ponsel langsung melirik. "Tidak terlalu."
Ada perasaan lega. "Oh, begitu, ehm, kalau tidak terlalu dekat artinya ia sok kenal dong karena sudah menegur Kakak di sini, kan bukan arena kantor, toh posisinya Kakak sedang bersamaku. Ya kan, aku rasa itu sedikit tidak sopan." Ia mencoba mengutarakan rasa tidak sukanya dan mencoba membuat sang calon jadi membenci juga.
"Kau berlebihan." Hanya itu tanggapannya.
"Ehm, tapi aku cemburu...." David nampak tidak suka mendengar itu ia mengabaikannya. Gisel yang melihatnya langsung buru-buru meminta maaf kemudian mengalihkan topik agar tidak canggung. "Kak, bagaimana menurutmu penampilanku?" tanyanya sembari sedikit memberi gaya.
"Ya, bagus."
"Oh, syukurlah, Kakak suka dengan tampilan wanita yang elegan?" Kembali ia bertanya.
"Biasa saja."
"Oh, apa Kakak...."
"Aku tidak terlalu suka dengan wanita yang cerewet." Sontak Gisel langsung menelan ludahnya, ia sangat ketar-ketir. Seketika dirinya bungkam hingga makanan disajikan oleh Fera.
"Silahkan di nikmati, jika butuh apapun silahkan panggil saya kembali. Permisi," ucapnya ramah dan sopan. Baik David maupun Gisel tidak ada yang menjawab, hanya anggukan kecil sebagai tanda sopan santun.
Gisel sangat kesal karena ia tidak mau melihat wanita itu bisa bergerak bebas dan bahagia, apalagi melihatnya sudah bisa tersenyum lebar seperti itu. Bahkan sesekali ia melihat Fera bercanda dengan rekan kerjanya, Gisel paling benci hal itu. Saat David asik menikmati makananya, Gisel berseru memanggil pelayan yang tentu saja Fera tujuannya. Pria di hadapannya sampai menatap heran. "Kenapa?" tanyanya.
"Oh, ini rasa es jeruknya terlalu asam." Tak lama Fera mendekat dan bukannya berucap ia justru mengguyur tubuh Fera dengan jus jeruknya. "Hey, kamu bisa tidak bisa bekerja dengan becus, jusnya tidak enak terlalu asam, aku ada asam lambung kalau kambuh bagaimana, mau tanggung jawab?!" sentaknya. David dan pengunjung lain sama terkejutnya karena sedikit banyak mereka terkena cipratan air jeruk itu.
"Maaf, akan segera kami ganti."
"Ah, kerjamu itu yang harus diganti, pegawai tidak benar kok di pekerjaan sih." Gisel benar-benar lupa jika dirinya tentu akan mendapat nilai buruk dari David, tapi rasa benci pada Fera melebihi itu.
Fera kembali meminta maaf dan saat hendak kembali untuk memberikan jus baru lengannya ditahan oleh David. Sontak baik Fera maupun Gisel terkejut dibuatnya. "Lupakan saja, saya akan membayarnya sekarang, kau tidak perlu repot membuatkan jus kembali, tolong bungkus makanan di meja, dan berikan pada yang membutuhkan. Masih banyak yang belum kami sentuh. Dan saya minta maaf atas rekan saya yang tidak sopan padamu. Kamu sudah bekerja dengan baik, sekarang kembali dan bersihkan dirimu. Saya pamit." Ia memberikan uang entah berapa jumlahnya yang pasti lebih dari harga makanan yang dipesan.
David menarik lengan Gisel hingga mereka keluar dari restorant. "Kak, maafkan aku. Aku tidak bermaksud begitu tapi aku terlalu kesal karena saat haus justru mendapatkan minuman tidak enak." Ia merengek meminta maaf dan memberikan penjelasan agar pria itu memahami maksudnya.
David berhenti di depan mobilnya. Ia memberikan dua lembar uang seratus ribuan. "Apa ini?"
"Pulanglah naik taksi, maaf aku tidak bisa mengantar wanita yang penuh emosi sepertimu." Ia gegas membuka pintu kendaraan roda empatnya lalu pergi dari sana begitu saja. Membuat Gisel melongo dan shock.
"Apa-apaan ini... harga diriku di injak-injak dan ini semua karena Fera, sialan kau!"
KAMU SEDANG MEMBACA
BALAS DENDAM SANG ISTRI
RomanceFera tersenyum tipis lalu bangun dari duduknya, menyemprotkan parfum mahal yang jarang sekali ia pakai karena kata Yuda itu pemborosan. "Loh, kamu kok pakai parfum, sih? Mau ke mana, kalau nggak pergi nggak usah pakai begitu, boros banget. Parfum it...