Bab 17 :: Hadiah?

0 0 0
                                    

Tepat satu bulan Irham tidak kembali ke sekolah. Jangan tanya apakah Hanin pasrah begitu saja, menerima bahwa Irham sudah tidak lagi berada di sekolah ini, atau justru pergi mencari Irham ke mana saja. Jawabannya, Hanin sudah berusaha. Dua Minggu setelah Irham tidak masuk sekolah, Hanin memberanikan diri pergi ke guru BK dan menanyakan banyak hal tentang Irham. Guru BK itu menjawab, kalau Irham sudah menarik berkasnya dari sekolah dan meminta surat keterangan pindah sekolah Minggu lalu, yang menyatakan kalau benar Irham pindah sekolah. Tidak puas hanya dengan jawaban dari sang guru BK, Hanin mencoba mencari jawaban lain di wali kelasnya. Sayangnya, jawaban yang sama Hanin dapatkan saat bertanya.

Lalu setelahnya, apakah Hanin diam saja? Tentu tidak. Ia tetap berusaha menghubungi nomor Irham yang sudah tidak pernah aktif lagi semenjak kejadian pingsannya di kelas waktu itu. Hanin lagi-lagi kehilangan jejak Irham. Sebenarnya Hanin mau mencari keberadaan Irham di rumah sakit sekitar sekolah, tapi ia masih belum berani. Ini sudah satu bulan, kemungkinan besar Irham sudah pulang ke rumah. Mungkin setelahnya baru keluarga cowok itu memaksa Irham untuk pindah sekolah entah dengan alasan apa. Hanin membuat perspektif seperti itu di kepalanya. Meskipun tidak mendapat jawaban yang pasti, Hanin harap apa pun yang terjadi pada Irham sekarang memang sudah jalan yang terbaik baginya.

Bagaimana dengan keadaan Hanin? Ia pun tidak bisa mendeskripsikan bagaimana keadaan dan perasaannya saat ini. Sudah dua Minggu berlalu sejak ia mengetahui kalau Irham akhirnya pindah sekolah. Kalau sebelumnya Hanin berharap cowok itu akan kembali sehat dan masuk seperti biasanya, kali ini harapan seperti itu sudah tidak ada lagi di kepala Hanin. Kalau BK dan wali kelasnya sudah berkata demikian, berarti benar, Irham sudah pindah sekolah. Lalu apakah Hanin marah karena cowok itu tiba-tiba pindah tanpa mengabarinya sama sekali? Bahkan pesannya tidak berbalas sampai saat ini. Jawabannya, Hanin tidak marah.

Seperti yang pernah ia tahu dari cerita-cerita Irham, kalau orang tuanya merupakan orang tua yang kolot, dan penuh kekangan. Jadi memang Irham tidak bisa bebas semaunya. Alasan itu yang Hanin gunakan untuk setidaknya meredam kemarahannya pada Irham. Mungkin memang, orang tuanya yang memaksa Irham pindah sekolah dan menghapus semua akses atau hubungannya dengan sekolah yang lama. Bisa jadi juga, orang tua Irham yang ikut andil besar dalam keputusan cowok itu mengabaikannya seperti sekarang. Awal-awal Irham hilang kabar, alih-alih merasa marah ataupun kesal, Hanin malah merasa bersalah. Ia merasa kalau Irham menjadi seperti kemarin salah satu faktornya karena dirinya.

Jadi kalau Hanin jelaskan secara rinci bagaimana perasaan dan keadaannya sekarang, jawabannya Hanin masih merasa baik-baik saja. Memang ada banyak hal yang hilang dari kesehariannya selama bersama Irham. Seperti, Hanin kini tidak memiliki teman. Ungkapan kekecewaan teman-temannya akan kejadian Irham dan pindahnya cowok itu masih kerap Hanin rasakan, tapi sekarang ia tidak apa-apa. Kalau ditanya bagaimana perasaannya saat ini, Hanin bisa menjawab kalau ia masih merasa sedikit bersalah pada Irham, masih ada penyesalan yang tersisa karena ia tidak menjadi teman yang baik di saat terakhir Irham berada di sekolah ini. Dan kalau boleh Hanin jujur, ia merasa hampa dan kesepian. Ada banyak sekali kenangan Irham yang tersisa di sekolah ini, dan Hanin cukup tersiksa dengan hanya bisa mengingat semua kenangan itu.

Keseharian Hanin bagaimana? Ya, kalau untuk sekarang, Hanin hanya berusaha sebisa mungkin menjalankan kesibukannya sebagai seorang siswa. Mengerjakan tugas, belajar untuk ulangan. Kadang-kadang kalau sedang bosan, Hanin membuka dan membaca buku-buku yang ia dapatkan dari Irham. Meskipun sedikit tersiksa karena semua kenangan yang ia lalui bersama cowok itu seolah tertinggal dalam buku yang ia berikan. Jangan tanya bagaimana perasaan Hanin pada Irham sekarang, rasa suka itu masih ada dan kekosongan yang Irham tinggalkan membuatnya merasa sangat merindukan cowok itu.

Andai saja waktu bisa diulang. Andai waktu Irham di sekolah ini lebih lama. Andai Irham mau sedikit saja membuka ruang untuk mereka berkomunikasi.

Ada banyak sekali kata seandainya yang Hanin ucapkan saat ia merasa kesepian. Apalagi di sekolah ini, ada banyak sekali hal yang bisa Hanin kenang mengenai cowok yang pertama kali membuatnya jatuh hati itu. Saat pergi ke kantin, Hanin akan teringat bagaimana mereka menghabiskan waktu di sana. Saat bosan dan pergi ke perpustakaan, Hanin bisa mengingat bagaimana momen yang ia habiskan bersama Irham di sana. Dan yang paling parah, saat berada di dalam kelas. Seolah semua kenangan dari awal mereka bertemu hingga menjadi teman dan sedekat nadi masih sangat menempeli ingatan Hanin.

Ah, kalau begini bagaimana caranya Hanin melupakan Irham.

"Hanin, ada titipan dari Pak satpam. Katanya ada paket atas nama kamu di pos Pak satpam. Nanti pulang sekolah jangan lupa diambil, ya." Seorang teman kelasnya datang ke bangku Hanin dan mengatakan kalau ada paket atas nama dirinya.

"Oh, iya. Terima kasih sudah menyampaikan pesannya."

Paket? Atas nama Hanin? Perasaan Hanin tidak pernah membeli paket apa pun dari e-commerce bulan ini. Pun kalau iya, sudah pasti alamatnya adalah rumahnya sendiri. Untuk apa pula Hanin mengirim paket ke sekolah? Itu kan, hal yang dilarang. Pertanyaan-pertanyaan mengenai paket atas nama Hanin menghantui dirinya bahkan Hanin sampai tidak lagi teringat tentang Irham.

Paket misterius itu berhasil membuat Hanin melupakan hal yang paling penting bagi hidupnya sekarang.

***

"Kalau boleh tahu siapa yang ngirim ya, Pak? Soalnya saya nggak merasa ngirim paket apa pun ke sekolah."

Hanin saat ini berada di depan pos satpam setelah memarkirkan motor maticnya tidak jauh dari pos satpam. Dan satpam itu akhirnya menyerahkan sebuah kotak, tidak besar, berlapiskan plastik hitam yang di atasnya memang tertulis nama Hanin beserta kelas Hanin. Siapa pula yang berani mengirimkan paket seperti ini di sekolah? Kalau sampai BK tahu mungkin Hanin akan masuk BK.

"Saya juga kurang tahu, Neng. Saya kira Kakak Eneng, soalnya tadi yang ngirim pake masker jadi emang nggak keliatan wajahnya. Mohon diterima ya, Neng. Tadi yang ngirim juga pesan kalau jangan sampai ketahuan yang lain, tapi Pak Satpam mah kan nggak tahu ya, siapa Hanin. Makanya minta tolong anak teman kelas Eneng yang tahu siapa Hanin."

Kakak? Tidak mungkin abangnya, kan? Untuk apa pula abangnya mengirim paket ke sekolah kalau nanti malam pun mereka pasti bertemu. Paket ini sungguh misterius membuat Hanin penasaran, sampai-sampai ia ingin cepat pulang dan membuka apa isinya.

Apa jangan-jangan paket dari orang yang menyukainya? Ah, sepertinya itu mustahil.

"Ya, sudah. Terima kasih, Pak."

07/08/24

Like a Gift on the Pile of Snow ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang