Saat membuka surat itu, Hanin hanya menemukan kalimat panjang berisi tiga baris. Isinya tidak jauh dari ungkapan kalau orang yang mengirim hadiah itu menyukai Hanin sejak lama dan memperhatikan Hanin sejak awal dia masuk ke sekolah. Hanin segera menutup suratnya. Ia merasa sedikit kecewa, kenapa ketika harapannya melambung tinggi kalau pengirim surat dan hadiah itu adalah Irham, tapi kenyataan membawanya ke dasar jurang. Tapi kalau dipikir-pikir itu tetap kesalahan Hanin, kenapa ia justru sangat mengharapkan kalau itu dari Irham padahal sudah jelas cowok itu tidak ada kabar lebih dari sebulan lamanya. Harusnya Hanin berhenti berharap pada Irham dan melupakan semua yang telah terjadi di antara mereka.
Meski itu artinya ia harus melupakan perasaannya pada cowok itu.
Hanin sudah pernah mencoba melupakan Irham, namun kenyataannya malah sebaliknya. Bukannya lupa, Hanin malah semakin memikirkan Irham. Bagaimana kondisi dan kehidupan cowok itu sekarang? Apakah ia baik-baik saja? Apa alasan dibalik ia tiba-tiba menghilang tanpa kabar seperti ini? Banyak sekali pertanyaan yang hinggap di kepala Hanin. Sampai-sampai gadis itu tidak sadar kalau ia sudah pulang ke rumahnya sekarang. Hanin baru tersadar ketika ia memegang surat yang tadi ia baca di kamarnya. Gadis itu bahkan tidak ingat bagaimana cara ia pulang. Bagaimana ia melewati kesehariannya di sekolah setelah membaca surat itu. Kepalanya malah banyak terisi oleh Irham.
Lalu, secara sadar Hanin memutuskan untuk membuka satu per satu surat yang ia dapat. Totalnya enam dengan surat yang tadi ia pegang. Saat membuka dan membacanya pun, Hanin tidak menemukan jawaban pasti, ataupun menebak-nebak siapakah pengirim hadiah beserta surat ini. Hanya ada banyak sekali ungkapan rasa suka, sayang dan cinta dari orang itu kepada Hanin. Meski kadang ia merasa yakin kalau pengirimnya adalah Irham, namun terkadang ia masih terkecoh, dengan memikirkan kemungkinan lain, misalnya ada cowok yang suka padanya di kelas lain tanpa mau menampakkan diri.
Sayangnya, Hanin tidak tahu itu siapa. Sungguh, hari ini adalah hari yang cukup melelahkan. Saking tidak fokusnya, Hanin seketika merasa hilang ingatan. Seperti yang telah ia ungkapkan tadi, Hanin bahkan tidak sadar bagaimana cara ia pulang dengan selamat, karena pikirannya penuh dengan Irham dan juga pengirim hadiah dan surat-surat cinta ini. Sempat kecewa karena pengirimnya bukan Irham, ia masih tetap berharap kalau orang itu adalah Irham. Hanin yakin, suatu hari nanti Irham akan datang padanya, menampakkan diri lalu bercerita banyak hal seperti yang biasa cowok itu lakukan.
Kadang Hanin bertanya-tanya, apakah begini rasanya sakit hati? Mengapa sebulan belakangan ini hidupnya cukup berantakan? Apa orang-orang merasakan hal seperti ketika tengah patah hati?
Jika jawabannya iya, Hanin tetap merasa bersyukur, karena semua itu ia rasakan hanya karena satu orang. Hanin bersyukur, Irham mau menjadi teman pertamanya, yang berkembang menjadi cinta pertama, lalu Hanin bisa merasakan bagaimana rasanya patah hati untuk kali yang pertama. Dan Hanin merasa tidak masalah asalkan semuanya karena Irham. Apa begini yang orang-orang sebut bulol alias buta dan tolol karena cinta?
Entahlah, Hanin akan memikirkannya besok lagi. Siapa tahu setelah ini ia akan menemukan jawaban siapa yang mengirimkan semua ini sampai membuatnya uring-uringan seperti ini. Walaupun begitu, Hanin tetap berharap besar kalau Irhamlah orangnya.
***
Sudah seminggu berlalu, Hanin belum juga menemukan jawaban yang tepat akan rasa penasarannya mengenai si pengirim surat itu. Ia juga sudah membaca semua isi suratnya. Tidak lupa Hanin juga tengah membaca novel terakhir yang orang itu beri. Novel yang merupakan salah satu novel keinginannya sejak lama. Hanin akhirnya mendapatkan novel itu secara cuma-cuma meski tidak tahu siapa pengirimnya.
Hari ini hari yang seharusnya Hanin kembali mendapatkan hadiah itu. Sekolahnya sedang mengalami jam kosong karena rapat guru dadakan. Jadi yang bisa Hanin lakukan hanyalah duduk di bangkunya, membaca sisa novel yang belum sempat ia selesaikan. Hanin ingin membacanya sampai selesai hari ini juga, agar selanjutnya ia bisa membaca novel-novel yang ia dapatkan lainnya.
Dan tepat ketika ia telah selesai membaca, seseorang datang menghampirinya, orang yang sama seperti yang kemarin mendatangi Hanin. Kalau Hanin tidak salah ingat, namanya Fella. Gadis itu tersenyum cerah sembari menyodorkan sebuah kotak yang lebih besar. Ketika menyerahkan kotak itu pada Hanin pun, Fella sempat menggoda Hanin. Hanin sih tidak terlalu mempedulikannya, pada dasarnya semua orang awalnya seperti Fella, bersikap baik pada Hanin sampai Hanin merasa diterima, lalu ketika kekurangannya terbongkar, semuanya menghilang. Hanya satu nama yang bertahan dan bahkan sangat ingin menjadikan Hanin sebagai temannya. Tanpa Hanin sebutkan, kalian pasti tahu siapa orangnya.
"Hanin, orang yang ngirim ini pasti cinta banget sama elo. Effortnya luar biasa sekali. Semoga segera jadi, ya." Fella mengucapkannya sebelum ia melangkahkan kaki keluar kelas. Hanin hanya bisa mengucapkan terima kasih.
Begitu menerima hadiah itu, Hanin segera membukanya. Ada beberapa hadiah di dalamnya. Berupa dua buah novel yang lagi-lagi ada di wishlist-nya, sebuah boneka berukuran sedang, dan juga beberapa buah surat dengan warna amplop yang berbeda-beda. Lagi-lagi, Hanin merasa ada yang aneh dengan semua hadiah ini. Ia tidak mengetahui siapa pengirimnya karena orang itu tidak pernah memberikan petunjuk yang pasti. Namun kali ini, Hanin ingin memastikan sekali lagi, kalau si pengirim bukanlah Irham. Jadi yang ia lakukan pertama kali adalah membuka suratnya.
Sebelum membuka suratnya, orang tersebut memberikan sebuah note kecil, yang bertuliskan kalau isi surat merupakan urutan. Ada angka kecil yang berada di belakang surat. Hanin jelas mengambil surat dengan angka pertama. Begitu membukanya, Hanin masih melihat suratnya berupa ketikan bukan tulisan tangan. Isinya permintaan maaf, karena selama ini menghilang. Begitu membacanya, tangan Hanin bergetar, mulutnya ia tutup dengan tangan kiri karena terkejut. Sudah sangat jelas kalau semua ini dari siapa. Isi surat pertama, permintaan maaf darinya jelas mencerminkan kalau surat itu memang dari Irham.
Hanin segera membuka surat selanjutnya. Surat kedua masih sama, isinya ketikan, dengan surat panjang berisi alasan mengapa si pengirim mengirimkan hadiah selama ini. Katanya, Hanin merupakan orang yang membuatnya tetap semangat menjalani hidup, yang membuatnya menjadi memiliki tujuan hidup yang sebelumnya tidak ia punya. Si pengirim juga mengatakan kalau ia bersyukur menjadi orang yang bisa Hanin andalkan. Jelas surat ini semuanya dari Irham.
Surat ketiga, Hanin buka. Isinya pernyataan rasa suka dan sayang yang selama ini terpendam dan permintaan maaf karena dengan lancang menyukai Hanin dalam diam. Jangan tanya bagaimana perasaan Hanin sekarang, ia sangat penasaran dengan isi surat keempat. Maka dari itu ia segera membacanya. Tidak mempedulikan bagaimana orang-orang di sekitar menatapnya dengan tatapan aneh.
Surat keempat sudah ia buka. Isinya tulisan tangan. Hanin sangat mengenali tulisan itu, benar. Semuanya dari Irham. Novel dan surat-surat itu dari Irham. Di surat keempat, tidak banyak yang tertulis. Hanya permintaan maaf Irham karena menghilang dari Hanin dan permintaan maaf kalau ia tidak bisa menemani Hanin hingga akhir. Dan di akhir surat, Hanin menemukan sebuah alamat.
Alamat rumah sakit.
11/08/24
KAMU SEDANG MEMBACA
Like a Gift on the Pile of Snow ✔️
Teen Fiction(SELESAI) Hanindya Pertiwi seorang gadis pengidap albino ingin sekali memiliki kenangan indah selama bersekolah di sekolah formal. Mengetahui kekurangannya, semua orang menjauhi Hanin, tidak ada yang namanya kenangan indah selama ia bersekolah. Satu...