Sudah tiga bulan lebih Irham berada di sekolah ini. Sudah tiga bulan pula Irham memutuskan untuk menjadi teman Hanin. Bukan tanpa alasan ia melakukan hal itu, sama seperti Hanin yang memiliki kekurangan, Irham pun sama. Apalagi jika sudah menyangkut kesehatan dan kematian. Irham benar-benar tidak bisa memprediksikan apa pun yang akan terjadi pada dirinya dan hidupnya ke depan. Seperti beberapa waktu lalu, Irham tiba-tiba nge-drop. Satu Minggu ia tidak bisa ke mana-mana termasuk berangkat sekolah. Dan selama itu juga Irham tidak mau menghubungi Hanin.
Ia hanya takut, Hanin menyadari ada yang aneh dari dirinya. Irham takut Hanin tahu kalau ia sakit dan mungkin usianya sudah tidak lama. Irham pernah mendengar dokter pribadinya membahas masalah ini pada orang tuanya. Irham harus siap kapanpun kemungkinan terburuk itu akan terjadi. Jadi, sebisa mungkin Irham menyembunyikan hal ini dari Hanin. Jangan sampai Hanin tahu, kalau bisa sampai akhir hayatnya pun Hanin jangan tau.
Ini kali pertama Irham bersekolah setelah sekian lama memutuskan homeschooling. Dan ini juga kali pertama Irham berteman dengan perempuan, kali pertama pula Irham jatuh cinta pada pandangan pertama. Irham sadar, kalau ia jatuh cinta pada Hanin saat pertama kali mereka bertemu di koridor menuju ruangan kepala sekolah saat itu.
Namun Irham memilih untuk diam saja, ia memilih untuk memendam perasaannya dan terus mengejar Hanin untuk menjadi temannya. Seperti yang ia katakan sebelumnya, bagi Irham yang keadaannya seperti ini, haram untuknya menyatakan cinta. Sekali lagi, Irham tidak ingin meninggalkan Hanin dengan perasaan yang seperti itu. Mereka saat ini berteman, sudah cukup bagi Irham.
Tapi ternyata perasaannya tidak bisa dibohongi. Kendati Irham ingin memendam perasaannya, keinginan membahagiakan dan tidak membiarkan Hanin terluka masih ada dan begitu besar. Maka dari itu Irham berusaha keras untuk mewujudkan apa yang ia inginkan. Selagi ia masih bisa, selagi Irham masih kuat, akan ia usahakan apa pun demi melihat Hanin bisa tersenyum lebar.
Sekarang, mereka tengah berada di kebun binatang, sejak hari di mana Irham sakit selama seminggu, untuk mengganti hari janjian mereka, Irham mengajak Hanin ke sini. Dengan keadaan seperti itu, selama ini pasti Hanin sangat sulit untuk pergi keluar. Kali ini, Irham bertekad melakukan apa saja yang Hanin belum pernah lakukan. Irham ingin memberikan banyak hal pada Hanin, sebagai hadiah terakhir darinya.
"Uwah." Gadis itu sejak tadi banyak mengucapkan kata-kata ungkapan kekagumannya.
Irham yang tengah memegang kamera, menyorot gadis itu dengan senyuman lebar. Benar-benar kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata. Saking bahagianya Irham hari ini, ia bahkan merasa jauh lebih sehat. Hari-hari yang biasa Irham lalui dengan perasaan lelah, seolah hilang saat menatap mata Hanin yang berbinar.
"Seneng nggak?" Irham bertanya, masih dengan kamera yang menyorot Hanin.
"Banget. Lo tau aja gue nggak pernah ke kebun binatang."
Seolah sedang memvideokan artis papan atas Irham masih menyorot Hanin dengan kameranya. Di balik kamera, Irham tersenyum lebar. Sungguh, ia merasa bahagia hari ini. Perasaannya yang ringan, membuat Irham merasa lebih sehat.
"Kenapa dari tadi lo mulu yang bawa kameranya, sih? Sini gantian!" Hanin merebut kamera yang Irham bawa.
Dengan salah tingkah, Irham melihat ke arah kamera itu. Sadar dengan apa yang ia inginkan ke depannya, Irham juga harus lebih banyak muncul di kamera. Agar suatu hari, ketika ia telah pergi jauh, Hanin masih bisa melihat raganya, mendengar suaranya. Irham harap dengan ini, hari-hari Hanin tidak lagi menyedihkan seperti awal-awal ia kehilangan.
"Bapak Irham Hasanuddin Arkan, bagaimana perasaan Anda hari ini?" Hanin bertanya dengan nada ala-ala reporter.
Irham tertawa lebar, sebelum dengan kikuk ia menjawab, "Perasaan saya hari ini amat sangat baik, senang juga bertemu dengan saudara-saudara Anda, Ibu Hanin."
Tepukan dibahu yang Irham dapatkan setelah menjawab pertanyaan Hanin dengan jawaban nyeleneh. Bukannya merasa sakit, Irham malah tertawa lebar. Hanin masih menyorot dan memvideokan Irham. Melihatnya tertawa selepas itu membuat perasaan Hanin menghangat. Ia belum pernah merasakan rasa ini sebelumnya. Tapi sungguh, Hanin bahagia mendengar tawa Irham.
Kegiatan mereka selanjutnya masih diisi dengan berbagai macam celetukan dan tawa dari masing-masing. Irham juga memotret banyak sekali momen dengan kameranya, sesekali juga memvideokan Hanin. Tidak jauh berbeda, Hanin pun demikian. Kadang jika Irham tidak mau meminjamkan kameranya, Hanin menggunakan ponselnya untuk memotret sebanyak mungkin momen membahagiakan mereka hari ini. Rasanya lebih dari bahagia, Hanin senang, ini adalah kali pertama ia keluar bermain bersama Irham, kali pertama bagi Hanin pergi ke kebun binatang dan banyak pertama kali lainnya bagi Hanin.
Sampai akhirnya, Hanin menyadari satu hal, jantungnya berdegup begitu kencang saat mendengar Irham tertawa lebar.
***
Puas berkeliling kebun binatang, mereka akhirnya istirahat di salah satu tempat makan di sini. Ternyata memang benar, tenaganya tidak lagi seperti dulu. Irham yang awalnya merasa sangat sehat, sekarang malah merasa sangat lelah. Untung saja Hanin mau diajak beristirahat sejenak. Kalau gadis itu tidak mau Irham mungkin sudah pingsan di tempat. Walaupun ungkapan itu terdengar berlebihan, tapi memang benar. Irham sangat lelah. Keringat terus menetes, napasnya bahkan terasa berat.
Hanin juga sepertinya menyadari hal itu. Ia tidak banyak bicara saat Irham merebahkan kepalanya di meja. Untung saja Hanin membawa seperangkat alat pembersih seperti tisu basah, tisu kering dan juga handsanitizer. Jadi ia membersihkan meja makan mereka terlebih dahulu sebelum memesan makanan. Irham juga terlihat lelah sekali, makanya saat cowok itu mengajak Hanin untuk istirahat, ia mengiyakannya dengan cepat. Khawatir Irham sakit lagi karena memaksakan pergi ke sini.
"Lo nggak papa?" Irham segera menegakkan badannya saat Hanin bertanya dengan nada khawatir.
Lagi dan lagi, Irham bersikap bodoh. Ia berbohong dan mengatakan kalau ia baik-baik saja, meski mungkin wajahnya tidak mendukung jawabannya. Irham yang memang berkulit kuning langsat, akan sangat kentara kalau wajahnya memucat.
"Capek ya? Kita istirahat aja habis itu pulang. Toh kita udah keliling semua tempat tadi, kan? Lo mau pesen apa?" Irham menyebutkan pesanannya.
Sebenarnya ia tidak berniat untuk memesan apa-apa, minum saja sudah cukup. Demi membuat Hanin tidak lagi menatapnya dengan tatapan khawatir, Irham memesannya. Entah apakah ia akan selamat saat sampai di rumah sakit nantinya. Sekarang fokus saja untuk memulihkan tenaga.
Sembari menunggu Hanin selesai dengan pesanannya, Irham kembali membuka kamera. Melihat-lihat lagi apa saja yang berhasil ia potret dengan kameranya. Senyumnya muncul saat ada banyak sekali momen menyenangkan yang tertangkap kamera, tidak hanya ada banyak foto Hanin, foto-foto Irham juga banyak di sana.
Jika Irham pergi nanti, setidaknya Hanin masih bisa melihat kembali foto-foto ini. Mengenang masa-masa bahagianya bersama Irham yang telah menghilang.
1/08/24
KAMU SEDANG MEMBACA
Like a Gift on the Pile of Snow ✔️
Teen Fiction(SELESAI) Hanindya Pertiwi seorang gadis pengidap albino ingin sekali memiliki kenangan indah selama bersekolah di sekolah formal. Mengetahui kekurangannya, semua orang menjauhi Hanin, tidak ada yang namanya kenangan indah selama ia bersekolah. Satu...