Bab 10 :: Rasa yang Tidak Seharusnya Ada

12 5 14
                                    

Mereka sungguhan berteman sekarang. Sudah satu Minggu berlalu dan mereka terlihat semakin dekat. Di kelas mereka terlihat sering mendiskusikan suatu hal bersama. Saat istirahat pun mereka juga menghabiskan waktu berdua. Terlihat agak aneh bagi teman-teman mereka yang lain, karena kali ini pertama Hanin terlihat dekat dengan orang lain dan itu adalah Irham si murid baru.

Tapi akhirnya mereka sadar bahwa sikap mereka sedikit keterlaluan dan memutuskan untuk membiarkan Hanin dan Irham bersama. Entah ada apa di antara mereka berdua teman-temannya yang lain memutuskan untuk tidak ikut campur.

Sebagaimana teman yang lain, Irham memperlakukan Hanin seperti temannya. Mereka bercanda satu sama lain, Hanin juga kadang-kadang merespon jokes-jokes yang dilontarkan oleh Irham. Mereka kadang juga terlihat asik mendiskusikan sesuatu. Irham sadari Hanin memang sangat pintar, apalagi pengetahuan dan wawasannya memang seluas itu. Ia bahkan tidak ragu membicarakan konspirasi-konspirasi dunia pada Hanin, karena memang cewek itu juga tertarik dengan hal-hal demikian.

Pertamanan yang baru bagi Irham dan begitu menyenangkan. Ada banyak hal yang baru ia rasakan saat bersama Hanin dibandingkan dengan teman-teman laki-lakinya saat ia sekolah dulu. Tidak semua laki-laki remaja demikian, tapi teman-temannya dulu tidak bisa diajak bicara seperti Hanin. Dan juga sebenarnya Hanin cantik. Tanpa kekurangannya pun ia terlihat cantik. Irham jadi kepikiran, apa yang membuat teman-teman cewek di kelas mereka-tidak maksudnya di sekolah- menjauhi Hanin hanya karena Hanin albino?

Apa yang salah dari anak albino? Hanin memang cantik. Meskipun Irham tidak bisa melihat rambut putihnya yang pasti menawan karena Hanin sampai sekarang masih mewarnai rambutnya, itu saja sudah membuat Hanin begitu cantik. Irham sebagai cowok mengakui kalau Hanin cantik dan tidak ada yang salah dengan itu. Mereka saja yang iri pada Hanin karena tidak mempunyai kulit seindah Hanin.

Omong-omong mereka hari ini memutuskan untuk membawa bekal dan makan di kelas. Tidak ada alasan khusus, hanya saja baik Irham maupun Hanin sudah mulai tidak nyaman dibicarakan di berbagai saat ketika orang-orang itu melihat mereka bersama. Jadi Hanin dan Irham memutuskan untuk istirahat di kelas saja. Orang-orang seperti mereka tuh memang tidak bisa stop mencari bahan gosip.

"Lo suka sayur?"

Hanin mengangguk. "Gue lebih suka sayur daripada daging. Ini gue bukan pick me ya, tapi emang lebih suka sayur aja."

"Gue nggak suka sayur. Tapi wajib makan sayur. Bikin males."

"Kenapa emang?"

Irham sedikit tergagap. Tidak mungkin ia membicarakan masalah penyakitnya pada Hanin. Siapapun di sekolah ini tidak boleh tahu Irham penderita kanker.

"Ya biasalah Ibu-Ibu, suka maksa anaknya makan sayur."

Hanin mengangguk-angguk saja. Ia tidak relate dengan pernyataan itu karena memang sejak kecil ia lebih menyukai sayur dibanding daging-dagingan. Apakah ini karena Hanin albino? Tentu saja tidak. Memang seleranya saja yang begitu sejak kecil.

"Lo suka nonton film apa?"

Hanin segera menelan salad sayurnya begitu mendengar pertanyaan Irham. Kemarin Irham sudah bertanya tentang film, agaknya cowok itu sedang mengalihkan topik.

"Gue kan udah jawab kemaren. Gue suka film horor."

Irham terkekeh. Jelas sekali pertanyaan bodohnya itu mengundang pertanyaan bagi Hanin, kemarin-kemarin mereka menghabiskan banyak waktu untuk saling mengenal lebih dalam. Topik ini bahkan jadi awalan topik pembicaraan mereka kemarin.

"Mau nonton?"

"Boleh. Udah lama juga gue nggak nonton film horor. Ada beberapa film yang pengen gue tonton."

"Atur aja. Tapi kalau Sabtu gue nggak bisa, udah ada acara. Mau Jum'at pulang sekolah?"

"Boleh."

Tentu saja Irham tidak bisa hari Sabtu. Jadwal kemonya diubah menjadi hari Sabtu sejak ia mulai masuk sekolah. Dan Minggu juga tidak akan memungkinkan Irham keluar. Efek dari kemo mungkin baginya tidak separah yang digambarkan di film-film, tapi tetap saja tubuhnya tidak kuat untuk berada di luar lama-lama. Jum'at adalah hari yang paling aman untuk mereka keluar bersama.

Hanin agak terdiam saat melihat Irham terlihat diam cukup lama. Seperti ada yang mengganggu pikiran cowok itu. Tapi semakin lama menatap Irham, semakin nyata rasa anehnya. Apakah ini karena Hanin yang tidak pernah punya teman lalu Irham yang notabene seorang cowok tiba-tiba datang menawarkan diri menjadi temannya. Hanin agak tidak terbiasa, tapi lama-lama ia juga merasa nyaman. Nyaman ketika berbicara dengan Irham, ia tidak lagi takut ada motif tertentu yang membuat Irham berteman dengannya, Hanin tidak takut menjadi dirinya sendiri di hadapan Irham padahal mereka baru saja berteman.

Dan satu hal lagi yang baru saja Hanin rasakan. Jika dilihat cukup lama, Irham ternyata memiliki pesonanya sendiri. Hanin tidak akan paham jika ia tidak melihat Irham dengan seksama hari ini. Irham terlihat cukup manis dan tampan untuk ukuran anak SMA sepertinya. Hanin menggelengkan kepalanya. Ia baru saja berpikiran yang aneh, tapi entah mengapa jantungnya sedikit berdebar saat menyadari Irham ternyata juga menatapnya entah dari kapan.

"Kenapa Lo pukul kepala gitu? Pusing?"

Kini giliran Hanin yang tergagap. "Enggak tuh, gue ngerasa kayak ada yang jalan di kepala. Gue kira laba-laba."

"Gue tahu kok kalau gue ganteng. Tapi nggak usah salting gitu lah. Kita kan temen." Irham terkekeh pelan. Lucu saat melihat Hanin salting karena ketahuan menatapnya tadi.

Entah apa yang ada di pikiran cewek itu, Irham harap tidak seperti yang ia pikirkan. Hanin tidak mungkin menyukainya kan? Dan ia juga tidak mungkin menyukai Hanin. Bukan tidak mungkin, melainkan tidak bisa. Irham tidak boleh menyukai Hanin di saat keadaannya seperti sekarang. Hanin juga tidak boleh menyukainya. Hanya kesedihan yang akan cewek itu dapatkan jika menyukai cowok lemah seperti dirinya.

Walaupun bohong jika Irham tidak menyukai Hanin. Rasa kasihan yang ia rasakan saat pertama kali tahu Hanin dijauhi teman sekelasnya karena ia albino, perlahan berubah menjadi rasa yang seharusnya tidak boleh ada. Bagi Irham yang keadaannya bisa saja tiba-tiba memburuk, menyukai seseorang adalah hal yang tidak mungkin.

Kalaupun boleh ia menyukai Hanin, maka rasa itu akan ia simpan selamanya. Selama yang ia bisa. Selama Hanin masih bisa melihatnya di sini. Seperti sekarang.

05/05/2024

Like a Gift on the Pile of Snow ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang