Bab 16 :: Menghilang

3 0 0
                                    

Butuh waktu lima belas menit untuk Hanin membeli dua botol air mineral. Namun saat akan kembali ke kelas, Hanin mendapati kelasnya sudah dipadati oleh siswa-siswi lainnya, saat Hanin berusaha masuk, ia terdorong oleh teman-temannya yang lain. Kerumunan murid-murid yang berada di depan kelasnya itu bergerombol, saat terdorong, Hanin kembali berada di barisan belakang.

Ada apa ini? Kenapa kelasnya ramai sekali?

Melihat kerumunan siswa yang semakin padat, mereka juga membicarakan hal yang terjadi dan membuat kelasnya heboh. Hanin sempat mendengar beberapa kata, ada yang pingsan. Beberapa siswa mengatakan hal yang sama. Dalam benaknya, Hanin bertanya-tanya siapa yang pingsan, kenapa kelasnya jadi seramai itu? Saat Hanin mencoba menghubungi Irham, menanyakan apa yang sedang terjadi mengakibatkan Hanin tidak bisa masuk ke dalam kelas saking ramainya keadaan saat ini, tiba-tiba sebuah ambulans datang membelah kerumunan siswa. Hanin kembali terdorong oleh beberapa siswa yang juga mengalami hal yang sama.

Beberapa tenaga medis masuk ke dalam kelas. Lautan siswa kembali bergerombol di depan kelasnya, menutup akses tenaga medis yang tadi sempat berhasil masuk. Hanin masih bertanya-tanya, ada apa gerangan? Kenapa bisa sampai seramai ini? Dan beberapa menit setelahnya, Hanin bisa melihat tenaga medis yang tadi masuk berteriak keras agar yang lain memberi mereka jalan untuk lewat. Saat itu juga Hanin tahu siapa yang tenaga medis itu bawa.

Irham.

Hanin bisa melihat meski tidak jelas, Irham yang berada di tandu itu. Saking terkejutnya, Hanin hanya termenung saat beberapa siswa di depannya kembali menabraknya. Hanin bahkan sampai jatuh terduduk. Ia masih memproses semua yang terjadi sekarang. Ada apa? Irham kenapa sampai bisa dibawa oleh tenaga medis itu. Ada apa sebenarnya? Tapi semua pertanyaan yang ada di benaknya tidak pernah terjawab. Tidak ada satupun yang sanggup Hanin bicarakan ketika akhirnya ia bisa kembali ke kelas.

Setelah ambulans yang membawa Irham pergi meninggalkan sekolah, kelasnya perlahan-lahan menjadi kondusif. Kerumunan siswa yang memadati tadi perlahan-lahan berkurang, sampai tidak ada lagi yang berada di depan kelasnya. Hanin yang jatuh terduduk diberdirikan oleh salah seorang guru yang kebetulan lewat. Guru yang tadi menangani Irham ikut mengantarkan ke rumah sakit. Tapi ia tidak tahu siapa guru itu.

Saat masuk ke dalam kelas, semua orang yang ada di sana menatap Hanin dengan tatapan tidak suka. Setelah selama ini Hanin terbiasa, saat ini Hanin merasa cukup takut dengan tatapan-tatapan itu. Kenapa seakan-akan ia yang disalahkan di sini. Mata mereka berkata demikian.

"Idih, katanya temen deket, tapi temennya sendiri lagi sakit malah asik jajan di kantin."

"Kalau gue jadi dia sih, gue nggak akan pernah mau temenan lagi sama modelan orang kek gitu."

"Kok bisa ya, Irham tahan temenan deket sama bule jadi-jadian kek dia?"

"Mata Irham kelilipan kali yak."

Dan masih banyak kalimat lainnya yang diutarakan langsung di depan Hanin. Daripada sakit hati, Hanin lebih merasa bersalah. Sejak ia tahu kalau orang yang menyebabkan kerumunan itu Irham yang pingsan, Hanin merasa begitu bersalah. Seolah-olah memang ia yang patut disalahkan di sini. Hanin sudah menyadari kalau ada yang aneh dari Irham sejak tadi, namun alih-alih menemani Irham atau setidaknya membawanya ke UKS, Hanin malah pergi ke kantin. Hal yang paling membuat Hanin begitu menyesal adalah saat tahu kantin sedang ramai dan ia masih mau mengantri alih-alih kembali ke kelas menemani Irham atau bahkan memaksa cowok itu pergi ke UKS. Mungkin, kalau Hanin lebih cepat sedikit saja cowok itu akan ditangani lebih tepat.

"Hebat banget si Irham nahan sakit sampe mimisan parah dan akhirnya pingsan. Gue kalau jadi dia nggak bakal mau masuk sekolah lah, gila aja kesempatan emas buat nggak masuk sekolah itu tuh."

Kalimat yang ia dengar barusan, semakin membuat rasa bersalah Hanin semakin menjadi-jadi. Ternyata, sebelum pingsan Irham sempat mimisan hebat. Hanin juga masih bisa melihat bekas darah Irham yang menempel di meja serta lantai sekitar bangkunya duduk. Pasti sangat menyakitkan berusaha menahan sakit mati-matian sampai akhirnya Irham tidak kuat dan pingsan. Lagi dan lagi, Hanin bersikap bodoh, kenapa saat ia tahu Irham tidak baik-baik saja Hanin malah diam saja.

Bodoh, Hanin memang bodoh.

***

Terhitung sudah satu Minggu lebih Irham tidak masuk sekolah. Dan tepat satu Minggu lebih pula, Irham hilang kabar. Di hari pertama Irham pingsan di sekolah, Hanin memang tidak menghubunginya. Ia takut menganggu waktu istirahat Irham. Pasti sangat menyakitkan hari itu. Jadi Hanin tidak mengirimkannya pesan apa-apa. Besoknya, baru Hanin mengirimkan pesan pada Irham, namun sampai sekarang tidak ada satu pun pesan yang Hanin kirimkan Irham balas.

Cowok itu seolah menghilang setelah membuat kehebohan satu sekolah. Jangankan dibalas pesan Hanin saja tidak dibaca. Padahal Hanin hanya bertanya bagaimana kabarnya. Kalau seperti ini Hanin jadi berspekulasi yang aneh-aneh. Bagaimana kalau Irham tidak mau membalas pesannya karena merasa kecewa Hanin tidak menyadari kalau ia tengah kesakitan. Atau tidak membantu saat Irham berada di titik sulit seperti kemarin.

Hanin tidak mengerti tapi ia juga tidak mau menyerah. Seberapa lama Irham akan membalas pesannya, Hanin akan menerimanya. Atau bahkan jika cowok itu kembali ke sekolah dan memutuskan untuk tidak mau berteman lagi dengan Hanin, ia juga akan menerimanya. Tapi tolong, setidaknya balas pesan Hanin. Hanya itu yang ia harapkan dari Irham.

Seminggu terakhir, Hanin kembali mendapatkan banyak cemoohan. Kadang-kadang dari teman sekelasnya, kadang juga dari kakak kelasnya. Mereka menyadari kalau Hanin merupakan teman dekat Irham, yang sekarang dikenal dengan cowok ganteng yang pingsan kemarin. Hanin tidak peduli akan hal itu semua sekarang. Yang ia pedulikan hanya Irham dan bagaimana keadaan cowok itu saat ini.

Apakah Irham baik-baik saja? Apa sekarang ia sudah sehat kembali? Apa memang butuh waktu lama untuk Irham untuk sembuh? Berbagai macam pertanyaan Hanin layangkan dalam benaknya terkait kondisi terkini Irham.

Jangan tanya apakah Hanin sudah berusaha mencari rumah sakit tempat Irham dirawat. Hanin sudah melakukannya, lebih tepatnya mencari tahu melalui guru yang kemarin ikut mengantar Irham ke rumah sakit. Namun sayangnya, guru itu tidak berkenan memberikan informasi pada Hanin, karena orang tua Irham menolak memberikan informasi apa pun terkait Irham, termasuk rumah sakit tempat cowok itu dirawat.

Jadi Hanin benar-benar kehilangan jejak Irham sekarang. Irham teman dekatnya, tapi ternyata Hanin tidak tahu apa-apa tentangnya. Beberapa waktu terakhir sebelum kejadian ini, Hanin malah sibuk dengan perasaannya sendiri. Sibuk memastikan apakah ia benar-benar jatuh cinta pada sosok Irham yang merupakan teman dekatnya sendiri, alih-alih bertanya dan mencaritahu sebanyak mungkin tentangnya.

Hanin akui ia bodoh. Dan tindakannya sama sekali tidak bisa disebut sebagai teman yang baik.

05/08/2024

Like a Gift on the Pile of Snow ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang