38 CHAPTER
*****
Setelah makan malam yang penuh kehangatan bersama keluarga Kian, saatnya bagi Anna untuk pulang. Anna memberikan salam perpisahan kepada keluarga Kian dengan ucapan terima kasih atas keramah-tamahan dan kehangatan yang mereka berikan. Kian dengan antusiasme menawarkan diri untuk mengantarkan Anna pulang.
Di dalam mobil, suasana yang hangat dan akrab terasa di antara Anna dan Kian. Saat mobil melaju di bawah sinar rembulan, Kian bertanya dengan penuh perhatian, "Kapan kamu akan kembali ke Paris? Bolehkah aku mengantarmu ke bandara nanti?"
Anna tersenyum lembut, merasa tersentuh dengan perhatian dan kebaikan hati Kian. Dia merasa bahwa di antara kehangatan keluarga dan perhatian Kian, dia merasa diterima dan dihargai dengan tulus. "Terima kasih banyak, Kian. Aku belum merencanakan kembali ke Paris, tapi aku pasti akan memberitahumu saat itu tiba."
Mereka melanjutkan perjalanan dengan percakapan yang hangat dan ringan. Di dalam hati, Anna merasa terharu dengan dukungan dan perhatian yang diberikan oleh Kian, sehingga dia merasa bahwa hubungan mereka tidak hanya sekadar pertemanan biasa. Di bawah langit malam yang tenang, Anna dan Kian berbagi momen yang mesra dan penuh makna, menjelang waktu perpisahan yang tak terelakkan di depan mereka.
•••
Setibanya di rumah Anna, Kian menatap lembut sepasang mata Anna dengan penuh harap dan kerinduan. Matanya penuh dengan keinginan untuk bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama Anna, menikmati setiap momen yang berharga bersama wanita yang telah merubah hidupnya.
Anna merasakan getaran emosi yang terpancar dari tatapan Kian, dan dalam diamnya, dia juga merasakan kehangatan dan ketulusan yang sama. Suasana hening tercipta di antara keduanya, hanya diterpa oleh kabut malam yang menyelimuti kegelapan.
Dalam detik yang berharga itu, Kian dengan lembut menyampaikan apa yang ada di hatinya, "Aku berharap bisa memiliki lebih banyak waktu bersamamu, Anna. Setiap saat bersamamu begitu berarti bagiku."
Anna tersenyum, menyadari betapa pentingnya momen itu baginya juga. Dengan hati yang penuh terharu, Anna menjawab, "Terima kasih untuk segala kebaikan dan kehangatan yang telah kau berikan."
Mereka saling bertatapan, merasakan kekuatan ikatan yang terbentuk di antara mereka. Dalam keheningan malam yang indah, Kian dan Anna merasa sempurna, merasakan kedekatan yang tak terucapkan namun begitu nyata di antara mereka. Mereka tahu bahwa hubungan mereka takkan pernah pudar, meskipun waktu dan jarak memisahkan mereka, ikatan hati mereka tetap kuat dan abadi.
Beberapa menit kemudian Kian berpamitan pada Anna, untuk segera pulang karena malam mulai berubah larut.
"Kalau begitu aku akan pulang, sampai jumpa." Ujar Kian izin untuk pamit.
"Baiklah, hati-hati dijalan. Terima kasih untuk malam ini."
Kian hanya tersenyum sebagai respons lalu ia kembali mengemudi mobil dan melajukannya, menjauhi pekarangan rumah Anna.
Anna melambaikan tangan pada mobil Kian yang menjauh, meninggalkan jejak perpisahan yang pahit namun manis di hatinya. Beberapa menit kemudian, Anna memasuki rumah dan melangkah ke dalam ruang tamu. Di sana, ada seseorang yang duduk dengan tenang tersenyum lembut ke arahnya.
"Siapa dia? Kenapa kau tidak memperkenalkannya padaku?" tanya Heru, pamannya, dengan nada khawatir yang tergambar jelas di wajahnya. Heru merasakan tanggung jawab besar sebagai satu-satunya wali Anna, dan ingin memastikan bahwa keponakannya memilih pasangan hidup dengan bijaksana.
Anna tersenyum lembut, merasakan kehangatan dan kepedulian dalam kata-kata pamannya. Dengan penuh pengertian, Anna menjelaskan, "Dia adalah Kian, paman. Seorang teman yang baik dan penuh perhatian. Kami baru saja menikmati makan malam bersama keluarganya."
Heru mengangguk, meredakan sedikit kekhawatirannya. "Baiklah, asalkan kau yakin bahwa dia orang yang baik untukmu, Anna. Aku hanya ingin yang terbaik untukmu," ucap Heru sambil tersenyum lembut.
Anna merasa terharu dengan perhatian dan kepedulian pamannya. Dia merasa bersyukur memiliki seseorang seperti Heru yang selalu menjaga dan melindunginya dengan penuh kasih.
Setelah berbicara dengan pamannya, Anna melangkah menuju kamarnya, tetapi terhenti oleh kehadiran Lilly yang berdiri di depan pintu. Satu alis Anna terangkat, sedikit heran melihat Lilly yang menghalangi jalannya.
"Permisi, hari ini sungguh melelahkan. Bolehkah aku pergi ke kamarku?" ucap Anna dengan nada kesal, tanpa keinginan untuk terlibat dalam argumen dengan Lilly.
"Tidak bisa!! Kau baru saja pergi berkencan dengan Kian, jadi aku ingin mendengarnya," seru Lilly dengan tegas, tatapan penuh penasaran terpancar dari matanya.
"Astaga, Lilly. Bisakah kita bicarakan besok? Aku benar-benar lelah," Anna mencoba menenangkan diri dan meminta waktu agar bisa beristirahat dari hari yang panjang.
Lilly mengerucutkan bibirnya dengan keras, menunjukkan ketidaksabaran dan keinginannya yang kuat untuk mengetahui detail tentang kencan Anna dengan Kian. Dia tidak ingin melewatkan kesempatan untuk mendengarkan pengalaman Anna bersama Kian, meskipun Anna jelas belum siap untuk berbagi tentangnya saat ini. Suasana di antara keduanya terasa tegang, dengan Lilly yang tak ingin melewatkan sedikit pun informasi tentang apa yang baru saja terjadi dalam kehidupan Anna.
Anna dengan tegas mencoba meminta privasi dari Lilly, namun gadis itu tetap keras kepala dan menolak untuk memberikan ruang. Dengan sedikit keberanian, Anna merasa terpaksa mendorong Lilly agar bisa mencapai gagang pintu kamarnya.
Namun, Lilly tetap kukuh dengan niatnya. Saat Anna berhasil membuka pintu kamarnya, Lilly hanya bisa mengikuti Anna dari belakang, menunjukkan ketegaran tekadnya.
Anna, dengan sedikit kesal, menepuk jidatnya melihat perilaku tegar Lilly. "Baiklah, apa yang ingin kau dengar," ucap Anna dengan pasrah, merasa bahwa menghindar dari pertanyaannya tidak akan berhasil.
Lilly hanya tersenyum penuh kemenangan kemudian Lilly membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur Anna. "Ceritakan bagaimana makan malam bersama Kak Kian?" pinta Lilly dengan penuh antusiasme.
"Menurutku itu cukup berkesan karena aku tidak tahu ini akan membuatku sulit untuk bisa memilih di antara mereka," ujar Anna mulai membagikan ceritanya.
"Apa maksudmu dengan itu?" tanya Lilly dengan rasa penasaran yang tak terbendung.
"Yang aku maksudkan adalah setelah aku berkencan dengan keluarganya..." Anna terhenti tiba-tiba saat Lilly langsung memotongnya dengan reaksi yang terkejut.
"Apa!!" seru Lilly dengan cepat, sorotan keheranannya jelas terpancar dari tatapannya. Apa yang dimaksud Anna dengan 'keluarga'? Apakah Anna benar-baru saja diperkenalkan pada keluarga Kian?
"Kau benar-benar mengagetkan, Lilly!" Ujar Anna kaget setengah mendengar suara Lilly.
"Maaf, aku tidak bisa membayangkan jika kau akan langsung bertemu dengan keluarga Kak Kian," ucap Lilly, mencoba mencerna informasi yang baru saja didengarnya.
"Ya, awalnya aku pikir itu hanya makan malam biasa, tapi ternyata tidak," lanjut Anna dengan nada terharu. Ia benar-benar tidak pernah membayangkan bahwa Kian akan membawanya bertemu dengan keluarganya pada malam ini. Perasaannya campur aduk antara terkejut, bahagia, dan sedikit gugup.
Akhirnya Anna menceritakan apa yang baru saja terjadi ketika makan malam hari ini memiliki kesan yang indah bagi Anna. Namun tetap saja Anna masih bingung harus menaruh semua harapan pada siapa.
*****
Yoo bisa yoo nyampe akhir
Satu part lagi aja yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Kian Of The King (I) [SELESAI]
Teen FictionWARNING ⚠️⚠️ FOLLOW SEBELUM BACA!! WELCOME TO KIAN Semua bermula dari kisah di mana seorang gadis bernama Anna saat itu usianya sembilan tahun ia di asuh oleh pamannya karena kedua orang tua telah meninggal saat kecelakaan yang menimpa mereka, saat...