Kian Of The King (I) [SELESAI]

34 CHAPTER

34 CHAPTER

*****

Kian Pov

Aku berjalan sembari menggenggam erat tangan Anna di sampingku, setelah Elkan berhasil mendapatkan apa yang dia inginkan, Elkan pergi begitu saja.

Membiarkan kami lepas seperti apa yang dijanjikan olehnya, aku tidak keberatan jika aku bukanlah Presdir di perusahaan, karena yang aku inginkan adalah sosok yang saat ini aku genggam erat tangannya.

"Anna.." panggilku pada Anna.

Anna menoleh sembari mendongakkan kepalanya sedikit karena tubuh Anna yang hanya sebatas bahuku, membuatku gemas melihat gadis mungil sepertinya.

Alisnya terangkat ke atas dengan raut tanda tanya padaku, aku tersenyum melihat tingkahnya, "ada apa?" tanyanya.

"bisakah aku pergi ke tempatmu untuk menginap malam ini?" ujarku dengan gamblangnya.

Wajah Anna seketika menjadi lebih serius pada ucapanku, "apa maksudmu.. kau harus pulang semua orang bahkan polisi juga mencari mu," ujarnya.

"Stef bisakah aku menginap di apartemen mu malam ini?" bukannya menjelaskan maksud dan tujuannya pada Anna, Kian malah berbalik bertanya pada Stef.

Stef sedikit bingung dengan temennya saat ini, "tidak bisa, kau harus pulang. Kau tidak dengar polisi saat ini juga sedang mencari mu."

"kenapa semua orang membicarakan polisi, bukankah aku hanya ingin meminta izin untuk menginap ditempat kalian." balas Kian.

"kau tahu Kian, orang tuamu sangat khawatir. Jadi tolong kau pulang dan beristirahat," ujar Anna khawatir saat wajah tampan Kian, saat ini penuh luka memar.

"tapi yang aku butuhkan hanya pengobatan darimu."

Sepertinya wajah Anna berubah menjadi tomat karena Kian yang entah mengapa selalu membuat jantung Anna berdetak lebih cepat.

Anna memalingkan wajahnya ke arah yang berlawanan, agar Kian tidak melihat pipinya saat ini sungguh merah merona.

"ada apa? Kenapa kau berpaling?" tanya Kian saat melihat Anna yang tiba-tiba memalingkan wajah dan tidak menatapnya.

"tidak ada. Cepat pulang." ujar Anna memerintah.

Saat ini mereka berempat tengah mencari sebuah mobil taksi yang mungkin melintas di jalan yang sunyi.

Kian menghela napas berat, "bisakah aku mengantarmu pulang?"

"tidak, kau harus pulang. Tidak perlu mengkhawatirkan ku."