Game Inside a Game

1.2K 206 63
                                    

Lapangan indoor yang biasanya sunyi, kini dipenuhi sorak-sorai dan suara gaduh dari kerumunan yang sangat ramai. Milk berdiri di pinggir lapangan, telapak tangannya basah dan jantungnya berdebar kencang. Gemuruh suara di sekitar lapangan berpadu dengan debaran di dadanya.

Milk pernah mengikuti beberapa pertandingan basket di sekolah sebelumnya, tapi tak pernah seramai ini. Ia pikir karena hanya pertandingan persahabatan, penonton yang hadir tak sebanyak ini. Belakangan ia ketahui dari View, bahwa pertandingan persahabatan ini bukan hanya sekadar pertandingan biasa. Pertandingan ini, merupakan adu gengsi antar angkatan tingkat akhir dengan sekolah lawan. Hal ini merupakan tradisi yang selalu dilakukan setiap tahun. Tak hanya pertandingan basket, tapi juga bidang olahraga lain. Itu sebabnya pertandingan ini dipersiapkan dengan begitu meriah.

Milk yang didorong oleh rasa ingin tau, juga tentu hasutan View dan Marco, akhirnya menyetujui tawaran untuk ikut bermain. Dan kini ia di sini, memperhatikan tribun, melihat lautan wajah yang dikenal, juga tidak dikenalnya—siswa, guru, baik dari sekolahnya, juga sekolah lawan.

Pertandingan babak terkahir akan segera dimulai. Milk dapat mendengar suara pelatihnya yang tegang tetapi tetap memberi semangat, juga mengingatkan mereka tentang strategi untuk lebih menyerang. Rekan-rekan setimnya bertepuk tangan dan berteriak serempak, sangat kontras dengan kegelisahan Milk yang semakin meningkat. Pasalnya skor sangat tipis.

Peluit dibunyikan, pertandingan berjalan intens.
Milk menggiring bola dengan mudah. Ia bergerak cepat melewati lawan. Saat mendekati ring, ia melihat celah dan melakukan layup. Tepat saat ia hendak melepaskan bola, dorongan keras dari belakang membuatnya terkapar. Bola jatuh ke tanah saat lutut Milk menghantam lantai dengan kencang.

"Hei!" teriak Milk. Ia mencengkeram lututnya, meringis saat rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhnya. Darahnya mulai mengalir.

Penglihatan Milk mulai kabur, tetapi samar-samar ia menyadari suara langkah kaki yang bergegas ke arahnya. Tiba-tiba, sepasang lengan yang kuat mengangkat sebelah tangannya, mengalungkan di pundak dan mengangkat Milk dari lantai. Milk berkedip, fokus pada wajah Marco yang terlihat khawatir.

"Lo nggak apa-apa?" Marco bertanya, suaranya dipenuhi kekhawatiran.

Milk mengangguk, masih linglung. Saat Marco dengan hati-hati menuntunnya ke pinggir lapangan, penonton berdiri, bersorak dan meneriakkan nama Milk. Tapi Milk hampir tak menyadari suara itu, ia  terlalu sibuk mencoba manahan rasa sakit yang berdenyut di lututnya.

Tepat saat Milk duduk di bench, sosok tak asing datang menghampiri. View, Tu, dan Love, terlihat sama khawatirnya dengan Marco. Tu duduk di sebelah kiri Milk, Love di sebelah kanan, sedangkan View berdiri di belakang Milk.

"Are you okay?" Tu, Love dan View bergantian menanyakan hal yang sama.

Milk terdiam, ia coba menatap View, tapi perempuan itu lebih fokus pada lututnya. Beralih pada Marco, Milk bersyukur saat laki-laki itu balik menatapnya. Barangkali Marco bisa merasakan kegelisahan Milk, ia melangkah maju, matanya menatap kedua perempuan di samping Milk. "Guys, bisa geser dikit nggak? Kasi ruang buat Milk," usul Marco.

"Diem!" "Shut up!!"

Marco, Milk juga View yang terkejut dengan intonasi suara Love dan Tu yang meninggi hanya terdiam.

"Tumben lo berdua kompak," celetuk Marco.

"Udah deh nggak usah banyak omong. Lo balik aja sana ke lapangan, tim lo bentar lagi main, kan," kata Love.

Marco yang awalnya akan menolak akhirnya pergi setelah ia mendapatkam tatapan tajam, kali ini tak hanya dari Love, tapi juga Tu. Tentu ia tak mau berurusan dengan keduanya. Walau sebetulnya berat meninggalkan Milk, karena bagaimanapun juga, ia yang meminta Milk ikut bertanding.

Gravity (MilkLoveTu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang