The last part got 100 votes, but not the others. Update selanjutnya setelah seluruh part yang udah gue publish dapet 100 vote, okay? Enjoy the story😉
____________________________"Totalnya dua puluh lima ribu."
Milk meraba saku, mencari kartu all access miliknya. Ia diam sesaat, coba mengingat di mana ia letakkan kartu miliknya itu.
"Kayaknya kartu saya ketinggalan di loker deh bu," katanya sambil menggaruk tengkuk yang sebetulnya tak gatal. Tak enak pada penjaga kantin yang sudah menunggu. Walau sebetulnya ia juga tak yakin kartunya ada di loker.
"Mau diambil dulu mbak?"
"Nggak usah deh bu, rotinya ngg-" Belum saja Milk menyelesaikan kalimatnya, seseorang menempelkan kartu all access pada alat scan, membuat pembelian Milk otomatis terbayar.
Menoleh, Milk mendapati Tu menatapnya datar. Seperti biasa. Perempuan itu kemudian pergi. Milk bahkan belum sempat mengucapkan terimakasih.
"Makasih ya bu," kata Milk pada penjaga kantin, lalu segera mengejar Tu yang sudah tak terlihat.
"Milk!!" Langkah Milk terhenti. View berjalan ke arahnya. "Dari tadi gue cariin di kantin, taunya di sini. Mau ke mana?"
"Lo ngapain nyari gue?" Milk bertanya balik, tak berniat menjawab pertanyaan View. Akan sangat aneh rasanya jika ia bilang sedang mengejar Tu hanya untuk berterimakasih.
View mengeluarkan kartu dari dalam saku. "Kartu lo ketinggalan di kamar gue. Ditemuin sama bi Nuri pas lagi bersihin kamar."
Milk mengembuskan napas lega. Untung saja kartunya jatuh di tempat View, jika di tempat lain, malas rasanya harus mengurus kartu baru. "Makasi ya. Gue pikir ilang."
View menunjuk makanan di tangan Milk. "Trus itu siapa yang bayar? Kan bayarnya nggak bisa pake cash."
Milk hanya tertawa membalas pertanyaan View. Ia tarik tangan teman sebangkunya itu ke arah loker.
"Eh jawab dulu itu siapa yang bayar. Cengar-cengir aja lo ditanyain. Jangan-jangan Marco yang bayarin."
Dahi Milk berkerut, ia ambil buku pelajaran jam selanjutnya dari dalam loker. "Kenapa Marco terus sih? Gue nggak ada apa-apa sama Marco," kata Milk.
View melihat keadaan sekitar, memastikan tak ada orang di sekitar mereka. "Soalnya lo sering ngelirik Marco di kelas. Trus dua hari lalu gue juga liat lo ngobrol lama sama dia di lobi. Kan mencurigakan banget."
"Itu ngobrolin basket, Vi, makanya ngobrolnya lama. Dia nawarin gue gabung tim basket. Kebetulan dua bulan lagi ada turnamen."
"Trus lo jawab apa?"
"Gue bilang pikir-pikir dulu. Gue rencana mau gabung ekskul lain."
"Udahlah lo gabung basket aja." Vi kini berdiri di samping Milk. "Tapi yang di kelas, lo... beneran sering merhatiin Marco, kan?" Tanya Vi lagi.
"Masih aja. Enggak, gue nggak merhatiin Marco. Lo salah liat," kata Milk malas. Dua minggu belakangan View selalu menanyakan mengenai Marco. Ia sudah mulai muak, karena memang bukan Marco yang sering ia perhatikan.
"Salah liat gimana sih. Trus kalo bukan Marco, lo merhatiin siapa dong?"
Suara pintu loker tertutup membuat Milk urung menjawab pertanyaan View. Keduanya menoleh pada sumber suara, mendapati Love yang letak lokernya tak jauh dari milik Milk.
Love sempat menatap Milk beberapa saat sebelum teman-temannya—Prim dan Ciize datang, membuat tatapan itu terputus. Love dan teman-temannya kemudian berlalu dari area loker.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gravity (MilkLoveTu)
Fiksi PenggemarKetika dihadapkan pada sebuah pilihan yang sulit.