Bel pulang sekolah berbunyi sepuluh menit lalu, Milk baru saja kembali dari ruang guru saat mendapati kelasnya hampir kosong. Hanya ada Tu yang sedang membereskan tumpukan buku tugas milik penghuni kelas.
"Mau dibantu?" Tawar Milk. Tu menatapnya dalam diam, kembali membereskan buku-buku itu. "Lo nggak mungkin bisa angkat semuanya. Gue bantu ya?" Tawar Milk lagi.
"Gue bisa sendiri," jawab Tu.
Milk hanya diam saat Tu mengangkat tumpukan buku itu. Tepat saat ia mengambil tas, suara benda jatuh terdengar. Dengan cepat Milk keluar kelas. Benar saja dugaannya, di koridor, buku-buku yang dibawa Tu berserakan di lantai.
"Dibantu nggak akan ngerugiin lo, kan?" Sarkas Milk, ia ikut mengumpulkan buku-buku itu, memberi setengah dari tumpukan itu pada Tu, setengah lagi ia bawa.
Dalam diam keduanya berjalan menyusuri koridor yang kosong. Suasana yang sepi menambah rasa canggung yang dirasakan Milk. Benar kata View, Tu benar-benar dingin, pikir Milk. Karena hampir selalu tak mendapat balasan dari Tu setiap ia berbicara, Milk jadi tak tau harus memulai obrolan dari mana.
Sampai selesai meletakkan buku di dalam ruang gurupun, keduanya tak mengeluarkan suara. Tu keluar terlebih dulu tanpa mempedulikan Milk.
"Lo tuh emang nggak tau caranya berterimakasih, ya?"
Tu berhenti, menatap Milk yang kini sudah di sampingnya. "Gue nggak minta lo untuk bantu."
Milk tersenyum miris. "Katanya lo pinter, tapi nerapin basic manner aja masa nggak bisa?"
Tanpa sedikitpun berniat menjawab, Tu meninggalkan Milk begitu saja. Membuat Milk ingin teriak dan menarik perempuan itu saat itu juga.
"Ibu harap kejadian tadi nggak akan terulang lagi, Love."
Milk berbalik, mendapati kepala sekolah dan Love yang terlihat kesal baru saja keluar dari ruangan. Milk memberi hormat saat kepala sekolah melihatnya. "Kalian pulang sama-sama? Udah sore, kalian harus cepet pulang. Nyetirnya hati-hati ya, Milk," kata kepala sekolah pada Love dan Milk. Salah paham dengan keberadaan Milk di sana. Barangkali ia pikir Milk sedang menunggu Love.
"Kami..."
Milk tak sempat menyelesaikan kalimatnya saat Love menarik tangannya, membawanya menjauh dari kepala sekolah. Milk yang masih tak tau apa yang terjadi hanya bisa pasrah dengan hal itu.
Genggaman tangan itu terlepas saat mereka sampai di lobi. "Lo kenapa narik gue sampe sini? Motor gue ada di parkiran," kata Milk. Love tak menanggapinya.
Perlakuan Love membuat Milk tertawa miris. "Gue rasa penghuni sekolah ini emang aneh semua. Sama-sama nggak tau yang namanya basic manner. Sekadar bilang maaf sama terimakasih aja nggak bisa."
"Jangan samain gue sama orang lain," sahut Love.
"Ya emang lo juga gitu kok. Elo sama aja kaya..."
"Siapa? Lo mau nyamain gue sama siapa?" Potong Love. Seketika ucapan View mengenai hubungan Tu dan Love beberapa waktu lalu teringat olehnya. Itu membuatnya urung melanjutkan kalimat. Ia memlih diam, tak mau mencari masalah.
"Udahlah lupain aja, gue pulang dulu."
"Lo nggak denger tadi kepala sekolah bilang apa? Dia kan minta lo anter gue pulang," kata Love, membuat Milk urung melangkah.
"Dia cuma salah paham, ngira gue nungguin lo."
"Terserah, tapi lo harus ikutin apa kata kepala sekolah."
"Maksud lo?"
"Ya anterin gue pulang."
Milk tak percaya kalimat itu keluar dari mulut Love. Selain kejadian tabrakan di ruang guru beberapa minggu silam, hampir tak pernah ada interaksi lain antara dirinya dengan perempuan bertubuh mungil itu, bahkan di kelas sekalipun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gravity (MilkLoveTu)
Hayran KurguKetika dihadapkan pada sebuah pilihan yang sulit.