Ini gue nulis cerita MilkLove iseng doang padahal, karena gemes nggak nemu buat dibaca, jadi bikin sendiri. Ternyata doyan juga lo pada haha. But anyway, enjoy the story 😉
____________________________Flashback
"Sebenernya gue bukan tipe orang yang suka manis, apalagi es krim. Mas Pandu, kasir minimarket yang bilang kalau makan yang manis-manis bisa ngilangin rasa sedih. Makanya gue ambil dua es krim. Satu buat lo, satu buat gue."
Butuh beberapa saat bagi Love untuk mencerna kalimat Milk. Seketika Love terdiam begitu ia mulai paham.
Milk tersenyum lembut, meraih sebelah tangan Love di meja. "Gue cuma mau bilang kalau lo nggak sendiri, Love."
Apa yang ia pikirkan benar adanya. Love hanya bisa menatap kedua tangan yang bertaut itu dengan perasaan bingung luar biasa. Pertama, karena ia tak menarik tangannya. Kedua, karena entah mengapa itu terasa nyaman.
"Mau balik sekarang nggak? Udah hampir jam sebelas malem," tawar Milk, menarik tangannya dari atas meja.
Love hanya mengangguk, walau sebetulnya ia belum mau pulang. Ia perhatikan Milk yang kembali masuk ke dalam minimarket, entah membicarakan apa dengan penjaga kasir. Keduanya terlihat begitu akrab.
Jika dihitung, ini kali kedua Love berkendara dengan Milk. Tapi ketika Milk memakaikan helm dan jaket padanya, Love merasa seperti hal itu sudah jadi sebuah kebiasaan.
"Love, hello..."
Love tersentak saat Milk menjentikkan jari di depan wajahnya. Ia menatap Milk yang sedang terkekeh.
"Resletingnya dinaikkin biar lo nggak kedinginan," kata Milk.
"Trus elo? Nggak apa-apa jaket lo gue pake?"
"Nggak apa-apa. Lagian lengan baju gue panjang."
Love menikmati udara sejuk dari atas motor. Tak seperti sebelumnya, kali ini Milk mengendarai motor dengan kecepatan sedang. Jalanan yang lenggang membuat suasana terasa santai. Ternyata naik motor tak seburuk itu, pikir Love.
*
*
*Entah apa yang ada di pikiran Love. Ketika mereka sampai di rumah, bukannya langsung masuk, ia malah meminta Milk tinggal dan menemaninya jalan-jalan. Anehnya, Milk tak menolak.
Dan di sinilah mereka. Duduk berdua di taman komplek yang berhadapan dengan lapangan tenis. Malam itu begitu sunyi, hanya ada suara serangga, juga teriakkan empat laki-laki paruh baya yang sesekali terdengar karena permainan mereka sedang seru-serunya.
Di antara cahaya taman yang temaram dari lampu dan bulan, lapangan tenis itu terlihat paling bersinar. Rasanya siapapun yang lewat di sana akan tertarik bermain di dalamnya.
"Lo juga lagi sedih, tapi malah di sini nemenin gue." Love tak pernah pandai memulai obrolan dengan baik, terlebih mengenai perasaan orang lain.
Perhatian Milk teralihkan dari lapangan tenis. "It's okay. Gue lebih seneng gini. Daripada diem di rumah dan nggak tau mau ngapain, gue lebih suka jalan ke mana aja buat nyalurin emosi. Ya... walaupun belum tentu juga rasa sedih gue bisa hilang. Tapi seenggaknya interaksi dengan orang lain bisa bikin gue lupa sesaat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gravity (MilkLoveTu)
Fiksi PenggemarKetika dihadapkan pada sebuah pilihan yang sulit.