8. Can't we be ...

1.2K 159 17
                                    










Senyum di wajah Sakura --senyuman yang ia berikan kepada Moegi ketika gadis itu berlalu meninggalkannya-- memudar ketika ia beralih menatap Sasuke. Tangan Sakura tersilang di depan dada. Jemu terukir jelas di parasnya, sengaja ia tunjukkan terang-terangan agar Sasuke paham tentang betapa muaknya ia berurusan dengan problema konyol yang selalu pria itu ciptakan.

Sakura hendak mempertanyakan apa lagi intensi Sasuke menemuinya pagi itu. Namun, sebelum Sakura sempat bertanya, dering ponsel Sakura menyela. Menunjukkan nama pemanggil yang tidak Sakura harapkan.

Sasuke yang berdiri tiga langkah di hadapan Sakura menyadari perubahan ekspresi Sakura, menyadari kalau saat itu, sesuatu yang lebih penting telah menyita perhatian Sakura darinya.

Tanpa mengutarakan sepatah kata pada Sasuke, tanpa memberikan Sasuke satu lirikan pun, Sakura berlalu sambil menjawab panggilan teleponnya. Sakura melenggang melewati Sasuke, meninggalkan pria itu sendirian di ruang latihan yang sunyi. Seakan-akan Sasuke adalah keberadaan tak kasat mata, Sakura sama sekali tak menggubris keberadaannya.

Sasuke menghela napas lirih dan frustasi.

Menelan kekecewaan karena sudah diabaikan, Sasuke pun memutar langkahnya menuju pintu keluar. Sasuke menyusul Sakura, mencari keberadaan gadis itu yang untungnya, masih berada di area parkir.

Dari kejauhan, Sasuke bisa melihat raut wajah Sakura dipenuhi keseriusan. Tidak hanya keseriusan, Sasuke juga merasakan amarah dan kebencian membaur dalam ekspresi gadis itu.

"Sudah kubilang aku akan membayar semuanya, keparat. Kau pikir apa yang aku lakukan selama ini? Aku tidak akan melarikan diri!" Suara Sakura meninggi, frustasi. "Kau sudah bisa berjalan dengan baik sekarang, aku tidak perlu menjadi budakmu lagi. Aku akan mencari caraku sendiri untuk melunasi hutangku!"

Sasuke menyimak ucapan Sakura dalam diam. Mata nampak penasaran.

"Konoha adalah tempat asalku, aku tidak melarikan diri darimu! Lagipula, bukan urusanmu ke mana aku pergi, selama aku membayarmu, itu sudah cukup."

Entah apa tanggapan orang di seberang panggilan tersebut, Sakura segera mematikan teleponnya. Di bawah pengaruh kemurkaan, tangan Sakura spontan meraih helm dan hampir membanting benda itu ke tanah. Hampir saja, sampai Sasuke menyela dan menangkap pergelangan tangannya.

Mata Sakura melebar seketika. Amarah yang menguasainya teredam sejenak saat matanya bersua dengan tatapan Sasuke yang menyorot lurus ke arahnya.

Pria itu nampak cemas, dan jujur saja, itu membingungkan.

"Apa yang kau lakukan?" ucap Sakura, garang dalam sikapnya masih melekat.

"Aku menghentikanmu melakukan sesuatu yang akan kau sesali." Sasuke merebut helm merah muda itu dari tangan Sakura dan kembali meletakkannya ke atas motor Sakura. "Aku tau kau marah, tapi membanting barang-barang bukanlah solusi. Terutama kalau barang itu penting. Kau hanya akan menyesal."

"Terima kasih atas sarannya, Marcus Aurelius." Kesinisan Sakura ditanggapi Sasuke dengan senyum simpul.

Melihat Sakura menjadi lebih tenang dari sebelumnya memberikan Sasuke perasaan lega. Sedikit hinaan dan cibiran bukan masalah bagi Sasuke, selama Sakura tidak mengabaikannya.

"Apa kau baik-baik saja? Maksudku, apa ada sesuatu yang mengganggumu? Aku bisa membantumu..., mungkin..., kalau kau mau, tentunya..." Sasuke kembali berujar.

Sakura menanggapinya dengan tatapan jengah. "Apa kau pikir aku akan baik-baik saja bila aku melihatmu mengorbit di sekitarku dengan masalah konyolmu itu?"

"..."

"Jujur saja, Sasuke. Apa lagi masalahmu hari ini? Apa yang kau inginkan? Apa kau tidak mau aku mati sekalian, mungkin dengan begitu kau akan bisa hidup dengan tenang."

TWISTED NIGHT (SASUSAKU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang