19. Sea You Later.

1.2K 177 46
                                    







Hari itu hari Sabtu ketika Naruto yang sedang asik menyantap sarapan sendirian di beranda apartemennya, dikejutkan oleh kedatangan Sasuke. Sahabat Uchiha-nya itu muncul tanpa pemberitahuan, menerobos masuk ke rumahnya tanpa segan, dan langsung menghampirinya. Naruto yang melihat kelancangan Sasuke hanya bisa menghela napas panjang.

Sedikitnya, Naruto merasa geram.

Di hari yang berbeda, Naruto biasanya tidak ambil pusing atas kelancangan sahabatnya tersebut. Namun, hari ini, ketika ada masalah terjadi di antara mereka, Naruto merasa agak risih saat melihat Sasuke masuk seenaknya ke rumahnya.

Memang, Naruto sudah memberikan izin pada Sasuke untuk keluar masuk rumahnya, pria itu bahkan tahu password apartemennya. Tapi tetap saja, Sasuke harusnya peka dengan situasi mereka, peka terhadap hatinya yang tidak merasa ingin melihat Sasuke pagi itu.

Saat itu juga, Naruto menyadari, ia terlalu memanjakan Sasuke dan menutup mata pada kelancangan pria tersebut.

Naruto menyadari, barangkali, karena sikapnya yang seperti ini, Sasuke menjadi terbiasa mengabaikan perspektifnya, menepikan perasaannya.

"Kenapa kau tidak menjawab teleponmu?" Adalah pertanyaan yang keluar dari bibir Sasuke saat ia tiba di hadapan Naruto. Dia selalu frontal seperti biasa.

"Aku sibuk," sahut Naruto sambil menatap Sasuke, manik birunya seperti permata.

"Sibuk bersantai?" Sasuke sarkastis.

"Mm. Aku sibuk menaruh fokus pada diriku sendiri."

Melihat Naruto yang menunjukkan sikap acuh tak acuh pada keberadaannya, dan disaat bersamaan, tidak menunjukkan keramahannya yang biasa, Sasuke menghela napas panjang dan duduk di bangku panjang yang bersebelahan dengan Naruto. Cahaya matahari pagi menyinari wajah Sasuke, membuatnya sedikit memicing risih di bawah sinar matahari tersebut.

"Naruto..., aku menghubungimu berulang kali sejak kemarin." Suara Sasuke berubah menjadi lebih tenang, tekanannya menghilang.

"Aku tau."

"Kenapa kau tidak menjawab panggilanku sama sekali?"

"Apa ada yang penting?"

Sasuke menarik napas. "Aku ingin meminta maaf padamu. Aku ingin menemuimu dan meluruskan kesalahpahaman tentang cerita Sakura, tapi kau tidak meresponku sama sekali."

"Kesalahpahaman apa?"

"Aku mabuk malam itu."

"Lalu?"

"Aku tidak sadar dengan tindakanku..., aku sudah lancang dan menyentuh Hinata, aku salah..., tapi Hinata tidak salah apa pun. Kau seharusnya tidak menyalahkannya."

Naruto mencerna ucapan Sasuke dan mengangguk-anggukkan kepala, kekehan lolos remeh dari bibirnya. "Lalu, bagian mana yang salah?"

Sasuke mengerutkan dahi.

"Kau bilang kau ingin meluruskan kesalahpahaman, tapi ceritamu sama dengan cerita Sakura."

"Kalau kau tau ceritanya seperti itu, kenapa kau masih menyalahkan Hinata. Kau seharusnya marah padaku saja, kan?"

"Aku seharusnya bebas membuat keputusanku sendiri," tukas Naruto.

"..."

"Kau ingin aku seperti ini, aku seperti itu..., tapi kau sendiri, apa kau mendengarkanku? Apa kau tau apa masalahku?" Naruto memiringkan kepala, mata mencermati sikap Sasuke yang membingungkannya.

Sasuke memang selalu seperti ini, sebenarnya. Dalam pertemanan mereka, Sasuke selalu menjadi otak dan moral kompas mereka. Ia terbiasa menjadi si prodigi yang patut diteladani.

TWISTED NIGHT (SASUSAKU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang