16. Eventually

1.1K 165 15
                                    








Hari itu hari Rabu ketika Sakura memutuskan menemui Sasori. Sebelum pergi, Sakura memandang penampilannya di cermin dari ujung kaki hingga kepala. Sakura memastikan penampilannya sudah sempurna di kaca, tidak menunjukkan cela. Sakura juga mengecek barang-barang yang harus ia bawa, agar tidak ada yang ketinggalan. Lalu, setelah memastikan segalanya aman, Sakura pun beranjak meninggalkan apartemennya.

Hanya butuh berkendara 15 menit dengan motornya, dan Sakura sudah tiba di tempat yang menjadi titik temunya dan Sasori.

Sebuah cafe outdoor yang menghadap danau adalah tempat pertemuan Sakura dan Sasori pagi itu. Ketika Sakura menapak di sana, Sakura langsung menemukan Sasori mengisi meja yang jauh dari keramaian. Pria itu duduk sendirian, termenung tenang tanpa menyadari kedatangan Sakura.

"Apa kau sudah menunggu lama?" Ketika Sakura menyapa, baru lah Sasori terbangun dari lamunannya. Sepasang manik hazel itu mendongak menatap Sakura, tiba-tiba kesedihan melingkupi ekspresinya.

"Hai." Sasori memaksakan senyuman. "Aku baru sampai beberapa menit lalu," kata Sasori.

Tidak tahu harus menanggapi Sasori dengan apa, Sakura memutuskan melambaikan tangan pada pelayan untuk membuat pesanan. Karena saat itu baru jam 9 pagi, Sakura tidak memesan makanan berat. Sakura hanya memesan secangkir kopi dan sepiring sandwich alpukat dengan telur. Sasori sendiri juga memesan secangkir kopi, tapi tidak dengan makanan. Suasana hati Sasori terlalu suram untuk mencerna apa pun.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Sakura, berbasa-basi.

"Kau tau seperti apa."

"Sasori, apa kita akan bertengkar lagi?"

Pertanyaan Sakura membuat Sasori menarik napas dalam, mencoba menenangkan hatinya yang meraung kesakitan.

"Aku cukup terkejut ketika kau setuju menemuiku. Kupikir kau sudah tidak mau melihatku lagi." Sasori kembali bicara, kendati ada kesinisan dalam ucapannya, Sakura menanggapi pria itu tanpa rasa tersinggung.

"Aku tidak bisa terus menghindarimu, Sasori. Aku tidak bisa terus-terusan menyakitimu seperti ini."

"Jadi..., kau datang untuk mengakhiri semuanya?" Sasori menatap lurus ke arah Sakura, dan hazelnya telah berkaca-kaca. Sasori sudah menduga ini akan terjadi ketika ia menerima panggilan telepon Sakura semalam, ketika gadis itu setuju menemuinya dan mengajaknya untuk bicara. Sasori tahu, akhir dari relasi mereka sudah di depan mata. Sakura akan melepaskannya.

"Aku datang untuk berdamai," ujar Sakura, suaranya lembut dan tulus. "Sasori, kita sudah bersama sejak lama. Selama 7 tahun yang terlewat..., aku mencintaimu tanpa penyesalan apa pun. Meski aku sudah tidak memiliki rasa yang sama seperti waktu-waktu itu, kau masih orang yang sangat penting bagiku. Aku tidak mau membencimu."

"Sejak kapan, Sakura?"

Hela napas Sakura menjadi berat. "Sasori...,"

"Sejak kapan kau berhenti menyukaiku?"

"Beberapa bulan sebelum anniversary kita," ucap Sakura, mau tak mau mengaku. "Aku tidak tau apa yang terjadi, aku hanya..., aku melihatmu dan aku menyadari aku tidak sebahagia dulu."

Sasori menepis air mata yang mengalir di pipinya, dan ketika pelayan datang menyerahkan pesanan mereka, Sasori menunduk dalam dan menyembunyikan isakan. Surai merahnya yang selalu Sakura pandang dengan kekaguman nampak menjuntai panjang, lupa terpotong karena sosok yang biasa mengingatkannya tentang itu telah menghilang.

"Terima kasih," kata Sakura pada pelayan yang berlalu, dan setelahnya, ia memandang Sasori dengan iba. Hatinya turut retak ketika melihat Sasori terluka.

TWISTED NIGHT (SASUSAKU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang