Author POV
Setelah pembantu Lisa pamit pergi, Jennie duduk di tepi tempat tidur, menjaga Lisa yang tertidur lagi dengan wajah pucat. Tangannya dengan lembut mengompres dahi gadis itu yang panas, mencoba menurunkan demamnya.
Waktu berlalu, dan tanpa disadari, Jennie akhirnya tertidur di kursi di samping tempat tidur. Beberapa jam kemudian, Lisa perlahan membuka matanya.
Tubuhnya masih terasa sakit, tetapi yang pertama kali ia lihat adalah Jennie yang tertidur di kursi. Dengan susah payah, Lisa bergerak sedikit dan mencoba membangunkan Jennie.
"Jennie... Jennie, bangunlah," suara Lisa terdengar serak dan lemah, namun cukup untuk membuat Jennie terjaga.
Jennie terbangun, sedikit terkejut melihat Lisa yang bangun dari tidurnya. "Lisa, mengapa kau bangun? Kau perlu istirahat lebih banyak. Aku tidur di kamar tamu saja," Jennie berkata, berusaha untuk bangkit.
Namun, Lisa dengan cepat menggenggam pergelangan tangan Jennie, menahan langkahnya. "Jangan,... Tidurlah di sini, di sampingku," pintanya dengan suara pelan namun tegas.
Jennie terdiam sejenak, merasa ragu. "Tapi, aku tidak mau menganggumu. Kau masih sakit."
Lisa menatap Jennie dengan mata sayu, meski sakit masih terasa di sekujur tubuhnya. "Please, Jennie...," ucapnya dengan lirih.
Jennie akhirnya mengalah, melepaskan napas panjang sebelum mengangguk pelan. "Baiklah, aku akan tidur di sini," jawabnya, lalu naik ke tempat tidur di sisi Lisa. Meski Lisa belum mandi, aroma terapi yang ada di kamar itu membuat suasana tetap tenang dan nyaman.
Lisa menatap Jennie. Keheningan menyelimuti mereka, hingga Jennie tiba-tiba bertanya dengan suara pelan, menunjuk sebuah luka memar berwarna biru di leher Lisa, "Apa ini sakit?"
Lisa menolehkan kepalanya, melihat ke arah yang ditunjuk Jennie. Sebuah senyuman tipis, meski pahit, muncul di wajahnya. "Ya... tapi tidak seberapa dibandingkan dengan yang lain," jawabnya, mencoba meredam rasa sakit yang sebenarnya lebih dari sekadar fisik.
Jennie menatap gadis itu, matanya berkaca-kaca. "Lisa... aku tidak pernah membayangkan kalau kau harus melalui semua ini sendirian. Aku tidak tahu harus bagaimana, tapi aku sini sekarang, dan aku tidak akan pergi ke mana-mana," ucap Jennie dengan suara bergetar, kepalanya tertunduk air matanya menetes lagi.
Gadis bermata hazel itu menghela napas, menatap Jennie dengan tatapan yang dalam. "Kau tidak harus ikut terlibat, Jennie. Aku hanya ingin kau tidak terluka, itu saja sudah cukup," kata Lisa pelan, meski hatinya ingin sekali Jennie tetap di sisinya.
Namun, Jennie menggelengkan kepalanya, menolak semua kekhawatiran gadis itu. "Aku akan bersamamu melewati ini semua bersama, aku tidak akan meninggalkanmu sendirian," Jennie berkata dengan tegas, genggamannya pada tangan Lisa semakin erat.
Lisa terdiam, merasakan kehangatan dari genggaman Jennie. Untuk pertama kalinya, ia merasa sedikit lebih tenang, meski luka-luka di tubuhnya masih terasa perih. "Terima kasih, Jennie Kim...," bisiknya, hampir tak terdengar.
Jennie menatap Lisa dengan penuh perasaan, seakan-akan ingin menyampaikan semua rasa sayangnya tanpa kata-kata.
Tanpa ragu, Jennie mendekatkan wajahnya, dan dengan lembut mencium bibir Lisa. Ciuman itu penuh kehangatan, menyampaikan semua rasa khawatir dan sayang yang telah tertahan.
Saat bibir mereka berpisah, ada benang tipis saliva yang menghubungkan mereka, membuat momen itu terasa begitu intim. Lisa tersenyum tipis, meskipun tubuhnya masih terasa sakit. Dengan lembut, ia menghapus benang saliva dibibir Jennie dengan ibu jarinya, pandangannya tetap pada gadis itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/314336336-288-k288349.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SKRIP (GXG)
FanfictionDalam dunia yang penuh dengan rahasia dan emosi terpendam, Jennie dan Lisa terjebak di antara harapan orang-orang di sekitar mereka dan kebenaran hati mereka sendiri. Saat mereka mencoba mengatasi kerumitan hubungan mereka, tantangan tak terduga mun...