Setelah menyelesaikan perkuliahan nya hari ini, Gita dengan segera menuju kost baru nya untuk meletakkan barang-barang nya.
Gita membuka pintu mobil nya dan mulai meregangkan badannya setelah di terpa empat matkul yang sangat menguras otaknya. Kemudian ia segera beralih ke bagasi mobil nya dan mengeluarkan dua koper dan satu kardus penuh yang sangat berat.
Sejenak ia menatap barang bawaannya, Gita sedang berpikir keras bagaimana cara untuk bisa membawa nya sekaligus ke dalam tanpa harus capek bolak-balik mengangkut nya. Kerja dua kali bukanlah tipe nya, ia amat membenci sesuatu yang tidak efisien dan membuang waktu.
Di tengah keributan dalam otaknya, sebuah klakson motor terdengar di belakang nya. Gita menoleh dan menatap tidak suka ke arah nya. "Apakah semua penghuni di sini sangat tidak mempunyai etika? Kenapa selalu saja harus klakson sana sini, memangnya ini jalanan?!" Batinnya sembari menatap sinis sang pengemudi.
Gita kemudian melihat wajah yang lumayan tidak asing, perempuan dengan gigi kelinci. Entah mengapa Gita seperti pernah melihatnya.
Tiba-tiba sang pemotor tadi sudah berdiri di hadapannya. "Halo, lo penghuni baru yang se kamar sama gue ya?" Sapa nya dengan hangat dan penuh senyuman yang berhasil memperlihatkan gigi kelinci nya itu. "Kenalin gue Cornelia Vanisa, panggil aja Oniel ya." Karena uluran tangannya tidak di balas, Oniel dengan segera meraih tangan Gita dan menjabat nya penuh semangat.
Gita mengkerutkan alis nya atas kelakuan gadis di depannya itu. Saat hendak membalas perkenalannya, Oniel dengan cepat berbicara. "Lo Gita kan? Gita Sekar Atmadja." Ada kekehan di akhir kalimat nya. "Gue udah tau lo, kita sekelas, tapi mungkin lo bodo amat sih dengan keberadaan anak-anak di kelas selain Indah." Jelas Oniel.
Oh, Gita ingat sekarang.
Sejujurnya, Gita mengenali gadis di depannya ini tapi ia tidak tau siapa namanya. Gadis dengan jokes tidak jelas, Gita hanya mengingat Oniel dengan sebutan itu. Beberapa kali saat di kelas, ia tidak sengaja mendengarkan suara keras Oniel saat melontarkan candaan tidak jelas nya, menurut Gita.
"Gue ga nyangka bisa dapet temen sekamar yang satu kelas begini, asik banget deh." Ucap Oniel dengan nada antusias nya. "Ayo gue bantuin, cewe anggun kek lo selalu ga cocok angkut-angkut barang berat begini. Buktinya anggun cocoknya jadi penyanyi." Oniel tertawa dan Gita sedang mencari dimana letak kelucuannya agar ia bisa ikut tertawa, tetapi tidak ada, jadi dia hanya bisa tersenyum karir.
"Ya tuhan tolong bantu Gita biar bisa betah tinggal dengan orang-orang aneh di kost ini" batin Gita
____
"Buset Git, ini kardus isinya apa deh berat banget?!" Eluh Oniel penasaran setelah berhasil menaruh kardus berat milik Gita di sebelah meja belajar milik sang teman.
Untung saja kamar mereka berada di lantai satu, kalau ngga bisa-bisa sepertinya tangan Oniel akan patah angkat kardus berat itu.
Gita yang baru saja masuk dengan dua koper di tangannya melirik sekilas gadis yang sedang terduduk di sebelah kardus nya. "Buku." Jawabnya dengan singkat.
Oniel hanya bisa melongo tidak percaya. "Lu mau jualan buku apa gimana?" Tanyanya, karena ia bahkan tidak membawa satupun buku selain note kecil satu biji untuk syarat ospek saja.
"Banyak nanya." Hanya itu jawaban yang keluar dari mulut Gita.
Entah mengapa Oniel malah tertawa dan berhasil mengundang tanda tanya dari Gita. "Ga salah anak-anak di kelas nyebut elu kulkas berjalan. Sekarang gue jadi tau alasannya." Jelas Oniel.
Apa ini? Dirinya mempunyai julukan di kelasnya? Ia baru saja tau soal ini.
Oniel kembali terkekeh melihat ekspresi bingung Gita. "Udah gausah dipikirin pokoknya gue senang bisa kenalan ama lo Git. Semoga bisa betah ya sekamar sama gue." Ucapnya dengan senyuman dan segera berlalu masuk ke dalam kamar mandi.
____
Gita menghembuskan nafasnya kasar dan segera membaringkan tubuh nya ke kasur, meregangkan otot-otot nya yang sudah ia pakai untuk membongkar semua barang bawaannya. "Selesai semua." Gumam nya senang sembari melihat sekeliling bagian kamar nya yang sudah rapi.
Setelah sekian lama, akhirnya dia bisa keluar dari rumah terkutuk nya itu. Gita tersenyum sekaligus terharu mengingat nya. Meski ia tidak sepenuhnya bebas dari jangkauan sang Papa, paling tidak Gita tidak harus melihat pria tersebut setiap hari.
Apakah ini adalah bagian bahagia yang di janjikan tuhan? Entahlah, impiannya untuk bisa keluar dari rumah sudah tercapai, tetapi entah mengapa tetap ada keresahan yang tidak bisa ia hilangkan dari pikirannya. Bahkan meski ia sudah tinggal sendiri disini, masih banyak peraturan dari sang Papa yang tidak bisa Gita bantah.
Di tengah berisiknya pikiran Gita ia di kejutkan oleh suara pintu yang terbuka dan muncul lah kepala dari teman sekamarnya itu. "Git, udah beres-beres nya? Yuk keluar, kak Jinan ada bawa martabak manis tuh." Ajak Oniel atas suruhan kakak tingkat nya itu.
Gita bangun dari tidur nya dan menatap Oniel, inilah bagian yang tidak Gita sukai jika harus pindah ke kost. Berinteraksi dengan orang asing, Gita sangat malas. "Terimakasih untuk tawaran nya, tapi saya tidak lapar. Capek, mau tidur dulu" Jawabnya setengah jujur dan setengah berbohong. Ia jujur dengan rasa capek nya itu tapi ia sebenarnya sangat lapar, mungkin efek setelah membongkar barang bawaannya tadi, bahkan seharian ini terhitung ia cuman memakan sebungkus sari roti rasa strawberry.
Oniel menggaruk tengkuknya sesaat mendengar jawaban dengan bahasa baku sang teman. "Ah, okedeh. Lu istirahat dulu aja pasti capek." Ucapnya terakhir dan meninggalkan Gita sendirian lagi di dalam kamar.
Gita kembali berbaring dan mulai memejamkan mata nya, sepertinya rasa kantuk nya jauh lebih besar dibandingkan isi perutnya yang sudah meronta-ronta meminta di isi.
Ia tersenyum, untuk pertama kalinya Gita bisa memejamkan matanya sepuas hati, tanpa di hantui rasa was-was bila sang Papa akan datang dan masuk dengan kasar ke dalam kamarnya dan menciduk sang anak sedang menikmati tidur sore nya untuk sekedar melepas penat.
"Begini ya rasanya tidur tenang." Bodo amat dengan suara perutnya, Gita hanya butuh tidur untuk saat ini.
____
Gita terbangun dari tidur nya tat kala merasakan nyeri di bagian perutnya. Ia meremas nya untuk sedikit menghilang kan rasa sakitnya.
Sepertinya maagh nya kambuh.
Segera Gita meraih totebag nya dan mengeluarkan sisa sari roti yang ia beli tadi. Sembari mengunyah nya ia melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 8 malam.
Gita terkejut, bagaimana bisa dia tertidur selama 5 jam. Segera setelah menghabiskan roti nya ia beranjak untuk mandi.
20 menit ia habiskan untuk membersihkan diri, dan selama itu perutnya masih terasa nyeri.
Tapi tak perlu pusing-pusing, ini sudah biasa. Jadi, Gita kembali membuka totebag nya dan meminum satu butir obat maagh yang biasa ia konsumsi.
Tak lama setelah itu ia pergi ke meja belajar nya dan mulai melakukan aktivitas rutinnya.
Belajar.
Kali ini Gita akan mempelajari kembali materi yang ia dapatkan hari ini.
Bahkan meski ia sudah pergi jauh dari rumah nya, kegiatan yang sudah menjadi kebiasaan nya selama 19 tahun hidup sepertinya tidak pernah akan bisa berubah. Semuanya tetap sama.
Tidur, makan, sekolah dan belajar. Keseharian monoton yang terus saja akan berulang setiap hari.
Gita muak.
~~~~
Hi aku kembali lagi maaf ya baru bisa up 🥺
Kemarin benar-benar lagi hectic banget jadi ga ada waktu buat nyamperin story ini...
Aku usahain selalu bisa cepet buat lanjut up yaa!! Soalnya Senin besok udah hari pertama semester 3 ku 😭
Sehat selalu ya kalian..
See u jangan lupa vote dan komennya ya 🙂↕️
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidup itu Luka
FanfictionHidup susah mati pun tidak di ijinkan. "Ma, sebenarnya Gita hidup untuk apa?" ⚠️Content Warning ⚠️