Pemandangan lalu lalang kendaraan menjadi atensi Gita saat ini, merasakan angin sepoi-sepoi yang terasa dari jendela mobilnya yang terbuka setengah.
Di sampingnya ada Gracia yang sibuk mengendarai mobil milik Gita dengan kecepatan sedang di jalanan tol yang terlampau lancar.
Gracia melirik samping mendapati adiknya sedang memejamkan matanya merasakan angin yang berhembus membuat rambutnya berterbangan. "Cantik." Dirinya benar-benar terpesona dengan kecantikan sang adik yang makin beranjak dewasa ini.
Suasana didalam mobil begitu hening, tak ada yang berniat membuka obrolan.
Mereka masih merasakan atmosfer canggung satu sama lain, apalagi sejak momen kedekatan yang tiba-tiba terjadi dirumah tadi.
Gracia menelan ludahnya kasar, tangannya perlahan meraih pemutar musik dan mulai menyalakan lagu dari Taylor Swift, penyanyi favorit nya.
Gita yang asik dengan dunianya perlahan membuka matanya, suara musik memasuki telinganya. Dirinya tak terlalu suka kebrisikan ini, biasanya selama perjalanan Gita tak terbiasa memutar lagu. Hanya kesunyian yang selalu menemani perjalanan nya.
Tangan Gita meraih pemutar musik dan menekan tombol pause, membuat musik nya mati.
Gracia yang asik mengalunkan lagu fearless milik Taylor Swift di kepalanya langsung mendelik tajam. "Kok di matiin sih!"
"Berisik saya ga suka musik." Kembali Gita menatap keluar jendela melanjutkan sensasi rasa angin berhembus.
Gracia mendengus sebal lantas tangannya meraih tombol penutup jendela di sisi pintu milik Gita. Membuat adiknya yang sedikit mengeluarkan kepalanya itu segera memundurkan kepalanya karena terkejut saat jendela nya naik perlahan dan mulai tertutup sempurna.
Tak ada lagi angin yang terasa, Gita menjadi sebal. "Maksudnya apa? Kalau saya kejepit jendela itu bagaimana?!"
Gracia menggedik kan bahunya, pandangan nya masih fokus ke jalanan. "Salah sendiri, lagian ngapain jendela dibuka gitu udah tau ini jalanan tol bahaya."
Gita tak mendengar kan omongan Gracia, tangannya kembali menekan tombol menurunkan jendela nya. Tetapi dengan cepat Gracia kembali menaikkan nya dan mengunci segala sisi jendela mobil.
"Ini mobil saya, jadi suka-suka saya dong. Cepet buka lagi!" Perintah Gita dengan nada kesalnya.
"Suka-suka aku juga dong, kan aku yang nyetir."
Gita mengernyit kan dahinya. "Kan saya ga minta di setirin! Saya udah bilang berkali-kali bisa kembali sendiri." Tangannya terlipat di dada merasakan penyesalan sudah mengijinkan kakaknya untuk mengantar dirinya kembali ke kost nya. Membuat nya terjebak dalam perasaan canggung tadi.
Gracia menatap Gita sekilas. "Ngelepas baju aja susah, mau sok-sok an nyetir sejauh ini. Mau muncul di berita kamu?!" Tangannya kembali sibuk menyalakan lagunya yang terhenti tadi. "Seorang anak dari Mahendra terlibat kecelakaan karena tidak bisa menggunakan tangannya dengan baik." Ucap Gracia dengan nada mengejek nya.
Kemana hilangnya sifat lemah lembut kakaknya tadi, kenapa dirinya kembali menjadi sangat menyebalkan. Gita benar-benar frustasi, sedangkan perjalanan nya masih jauh.
____
Gita menelungkup kan kepalanya lemas ke meja, menghilang kan pusing yang menyerang kepalanya karena perbuatan menyebalkan Gracia apalagi musik yang terus terputar di mobilnya tadi.
Kini mereka sedang menghentikan perjalanan nya untuk mampir di rest area atas permintaan Gita yang tiba-tiba merasakan mual.
Gracia menempelkan teh hangat ke tangan Gita membuatnya terkejut. "Minum." Titahnya sambil duduk di samping Gita, memijat pelan tengkuk sang adik guna membantu menghilangkan perasaan mual nya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hidup itu Luka
Hayran KurguHidup susah mati pun tidak di ijinkan. "Ma, sebenarnya Gita hidup untuk apa?" ⚠️Content Warning ⚠️